Setelah kebanjiran pujian dari berbagai pihak atas prestasinya dalam melakukan pemberantasan korupsi, akhir-akhir ini KPK mengalami hari-hari yang cukup berat. Setelah beberapa pimpinan dan oknumnya tersandung dengan kasus mereka masing-masing. Bahkan kini sebagian dari mereka sudah meringkuk di sel tahanan.
Di tambah lagi perseteruan sengitnya dengan Polri, dimana hal ini melibatkan Kabareskim Susno Djuaji yang dilaporkan oleh tim pembela pimpinan KPK, terlibat kasus suap dan penyalahgunakan wewenang ketika menetapkan kedua pimpinan KPK sebagai tersangka. Informasi terbaru (Rabu 7/10/09) menurut Inspektur Pengawasan Umum Polri, ia tidak terlibat.(eramuslim.com)
Adalah Antasari Azhar, mantan ketua KPK yang belum selesai masa tugasnya kini harus mendekam di balik jeruji besi karena didakwa sebagai otak pembunuhan terhadap Nazaruddin Zulkarnaen, saingan cinta segitiganya dengan rani. Koran negara tetangga Singapura,The Straits Times, menurunkan berita saat penetapan Antasari menjadi tersangka dengan judul setengah bertanya, "Love Triangle in Murder Case?"
Yang kemudian menyeret pimpinan KPK lain yakni Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah dengan tuduhan menerima suap dari Direktur Utama PT Masaro, Anggoro Widjojo (kompas 05/08). Hal ini jelas-jelas merupakan pukulan telak bagi KPK.Berbagai analisis menyebutkan ini semua merupakan upaya-upaya untuk melemahkan lembaga ini.
Sempat mengalami tuntutan pembubaran dari beberapa pihak, kini KPK mencoba untuk bangkit kembali, hal ini ditandai dengan terpilihnya 3 anggota sementara pimpinan KomisI Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari selasa (06/10) di istana Negara Jakarta. Sedangkan nama-nama yang menduduki jabatan tersebut adalah Waluyo (mantan direktur pencegahan KPK), dan dua nama lain yakni, M.Jasin dan haryono umar.
Setelah dilantik, tiga anggota sementara pimpinan KPK ini langsung menggelar rapat dengan dua pimpinan KPK lainnya di Gedung KPK. Pada Rabu 7 oktober 2009, mereka kembali mengelar rapat guna memilih Ketua KPK di antara lima pimpinan KPK yang ada. (Republika online, 7/10/2009).
MAMPUKAH KPK?
Korupsi bagi Indonesia merupakan penyakit klasik yang tampaknya tidak kunjung terobati, lebih parahnya lagi jika korupsi ini sudah di legalkan melalui undang-undang. Sebenarnya kasus penanganan korupsi di negri ini sudah diupayakan sejak dulu, meskipun tidak segalak KPK pada masa kepemimpinan antasari ashar, lembaga-lembaga semacam ini sudah sering dibentuk walaupun mungkin sekedar formalitas dan tidak leluasanya kewenangan hukum yang dimiliki.
Pada tahun 1970 saat Soeharto menjabat sebagai kepala negara, pernah ada yang namanya “komisi empat” yang bertugas memberikan langkah-langkah strategis dan taktis kepada pemerintah. Pada tahun yang sama juga terbentuk KAK (Komisi Anti Korupsi) yang digawangi oleh para aktivis mahasiswa di era itu, diantaranya Akbar Tandjung, Asmara Nababan Cs. Sampai munculah KPK untuk pertama kalinya di masa pemerintahan megawati sokarno putri.
Korupsi di negri ini masih saja menggejala, disebabkan korupsi ini adalah korupsi yang sistematis, namun solusi yang ditawarkan cuma sekedar dengan kelembagaan, seharusnya penyelesainya harus secara sistematis.
KPK CUMA PEMBURU
KPK ini hanyalah bertugas sebagai pemburu dan penangkap koruptor, secara realitas memang tidak mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, bahkan ada beberapa pihak yang masih kebal terhadap hukum (contoh: kasus yang melibatkan mantan menteri perikanan Rohmin Dahuri). Oknum yang tertangkap pun hanya sebagian yang kemudian di pidanakan atau paling banter cuma divonis dengan sanksi yang sangat ringan. Ironisnya banyak pelaku korupsi yang sekarang bebas berkeliaran di luar negeri. Sistem pencegahan (preventif) dan sistem efekjera juga tidak berjalan. Padahal ini adalah faktor penting dalam pencegahan korupsi.
Semestinya juga berlaku sistem pencegahan dan efek jera, diantara langkah utamanya ialah pengawasan yang serius. Yang pertama: pengawasanyang dilakukan oleh individu, kedua: pengawasan dari kelompok, dan ketiga pengawasan oleh Negara. Dengan sistem pengawasan ekstra ketat seperti ini tentunya akan membuat peluang terjadinya korupsi menjadi semakin kecil, ditambah lagi dengan diberlakukanya sanksi pidana yang keras, yang akan menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku. Selain itu, sistem sanksi (berupa ta’zir) dalam Islam juga bertindak sebagai penebus dosa (jawabir), sehingga mendorong para pelakunya untuk bertobat dan menyerahkan diri. Ini yang tidak dimiliki oleh sistem yang diterapkan sekarang. Dan semua itu bisa di dapat pada syariah Islam.
SYARIAH ISLAM SOLUSI
<http://www.facebook.com/photo.php?pid=30567835&op=1&view=all&subj=139596908413&aid=-1&auser=0&oid=139596908413&id=1411634322>
Bagi Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim ini tidak punya pilihan lain kecuali dengan syariah Islam, apalagi jalan ini memang sudah terbukti ampuh menangani tindak pidana korupsi. Selain yang disebutkan diatas, Islam juga mempunyai langkah-langkah praktis lain, seperti: system penggajian yang layak, larangan menerima suap dan hadiah, keteladanan pemimpin dan seterusnya, dimana semua ini telah praktekan oleh Rasul SAW dan para khalifah selama berabad-abad.
Allah SWT berfirman:
“maka putuskanlah perkara mereka di antara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. “. (Terjemahan QS.Al Maaidah: 48).
Syariah Islam merupakan harga mati bagi umat Islam dan merupakan rahmat untuk seluruh alam. Mari kita perjuangkan.
Wallohu a'lam bi ash-shawab.
Ali Mustofa