View Full Version
Selasa, 13 Oct 2009

Citizens Jurnalism : Polisi Lakukan Extra-judicial Killing?

Polisi menewaskan  dua tersangka teroris dalam penggerebekan di Ciputat, Tangerang Selatan, yakni Syaifudin Zuhri dan Mohammad Syahrir. Konon, kontak senjata terjadi dalam penggerebekan  itu.

Polisi, seperti yang dua penggrebekan sebelumnya,  kedua  orang itu tewas  karena melakukan perlawanan. Akibatnya, Tim Densus 88 pun mengambil tindakan tegas dengan menembaki mereka. 

Sebelum ini, Noordin M Top dan tiga orang lain tewas dalam penggerebekan di Solo. Menjelang Ramadhan lalu, polisi juga menewaskan Ibrohim dalam penggrebekan di Kedu, Temanggung.

Benarkah penggerebegan itu dimaksudkan polisi untuk menangkap tersangka teroris, untuk diadili, bukannya sengaja membunuh? Mengapa polisi harus menghabisi nyawa orang-orang yang mungkin belum tentu keterlibatannya dalam aksi teroris?

Rasanya, yang terjadi lebih tepat satu upaya penyergapan untuk membunuh, bukan menangkap tersangka. Inilah yang sebuah cara main hakim sendiri, extra-judicial killing atau pembunuhan yang melanggar hukum -- yang mestinya bukan menjadi tugas  polisi.

Cara main hakim sendiri, extra-judicial killing atau pembunuhan yang melanggar hukum adalah cara baru yang dilakukan polisi dalam memburu tersangka teroris.

Media diharapkan bisa membuat investigasi tentang hal ini mengingat extra-judicial killing merupakan soal yang serius, yang bisa menimbulkan dampak sangat negatif di masyarakat.

Hanya saja, media sampai sekarang berkali-kali mengabaikan isu extra-judicial killing ini. Mereka tidak mau melakukan investigasi, dan menelan mentah-mentah semua informasi dari polisi. Sekedar catatan, kalangan wartawan bertanya atau mempertanyakan di konferensi pers pun tidak, seolah-olah ini bukan persoalan serius.

Penggerebegan tersangka teroris sebelum ini, yakni di Temanggung tempo hari, jelas sekali merupakan extra-judicial killing, pembantaian di luar hukum yang dipertontonkan luas kepada publik berkat perselingkuhan polisi dengan media.

Media sampai sekarang berkali-kali mengabaikan isu extra-judicial killing ini. Mereka tidak mau melakukan investigasi, dan menelan mentah-mentah semua informasi dari polisi.

Menurut wartawan senior Farid Gaban, dalam note di Facebooknya,  Komnas HAM waktu itu sempat mengajukan protes, tidak satupun media (termasuk yang paling getol seperti TV One dan Metro TV) menyuarakan betapa bahaya praktek extra-judicial killing.

"Pemerintah mengajar seluruh rakyatnya dengan contoh," kata Louis Brandeis (1856-1941), hakim agung legendaris Amerika. "Jika pemerintah dan aparatnya menjadi pelanggar hukum, itu akan menumbuhkan pembangkangkan pada hukum; akan mengundang setiap warga untuk menjadikan dirinya hukum; akan mengundang anarki." Farid Gaban menulis begitu.

Dari empat kali penyergapan terakhir, polisi hampir selalu menembak mati para buron. Dalam penyergapan di Temanggung dan Solo, Densus 88 tak ubahnya dengan tentara yang membantai warga di Way Kambas, Lampung, sekitar 20 tahun lalu.

Polisi tidak ada bedanya dengan tentara. Tentara bertugas untuk menaklukan musuh, sedangkan polisi menegakan hukum. Meski berjudul anti-teror, tetapi polisi malah mempertontonkan teror.

Dalam penyergapan di Temanggung dan Solo, Densus 88 tak ubahnya dengan tentara yang membantai warga di Way Kambas, Lampung, sekitar 20 tahun lalu.

Perhatikan saja, tidak ada upaya menangkap orang-orang dicurigai itu dalam keadaan hidup. Misalnya melumpuhkan mereka dengan gas air mata, mengepung, mengisolasi dan embargo makanan. Yang terjadi, selalu dengan alasan ada perlawanan, dan langsung dibantai.

Pola ini mulai terlihat sejak polisi membunuh Dr Azahari di Malang. Kala itu, memang ada perlawanan, terlihat dari tembakan dari arah dalam. Dalam kasus Temanggung, Jatiasih, Solo, dan Ciputat, polisi sebenarnya tidak bisa menunjukkan adanya perlawanan itu.

Dalam kasus Temanggung, Jatiasih, Solo, dan Ciputat, polisi sebenarnya tidak bisa menunjukkan adanya perlawanan itu.

Kita berharap, ada pihak yang berani memberi kesaksian, dan investigasi atas berbagai kecerobohan Densus 88 ini. Jika tidak, di kemudian hari, bisa jadi orang yang dicurigai sebagai "teroris" akan selalu berakhir di ujung bedil polisi. (PurWD/Coy)


latestnews

View Full Version