Pada Senin, 12 Oktober 2009, Diki Candra diperiksa oleh Bareskrim-Cyber Crime Mabes Polri. Dimulai pada pk.10.30 WIB dan selesai pada pk.18.00 WIB. Menurut Pengacara Hj.Irena Handono, Muhammad Ichsan,SH, pemeriksaan tujuh setengah jam tersebut masih belum tuntas dan akan dilanjutkan beberapa hari berikutnya.
Pemeriksaan atas Diki Candra, Sekjen Arimatea, adalah sehubungan dengan fitnah yang dibuatnya atas Ustazah Hj.Irena Handono dan menindaklanjuti laporan Hj.Irena Handono kepada Mabes Polri yang dilakukannya pada Kamis, 7 Mei 2009 dan di meja Mabes Polri sempat tertunda sekian lama.
Saat itu Hajjah Irena Handono dan tim pengacaranya mendatangi Mabes Polri untuk melaporkan perbuatan mencemarkan nama baik, menebar kebencian dan perbuatan memfitnah atas dirinya yang dilakukan oleh Diki Candra, Sekjen Lembaga Arimatea, Habib Muhsin Ahmad Alatas, Ketua Umum Lembaga Arimatea dan seseorang yang bernama Imam Safari.
Melalui surat kepada Dewan Pembina Arimatea Pusat, tertanggal 17 Februari 2009, Diki Candra dan Habib Muhsin Ahmad Alatas menyebutkan Imam Safari memergoki “Irene Handono” berpakaian biarawati dan memakai kalung salib dalam pertemuan tertutup di sebuah gereja di Singapura. Surat itu dalam bentuk fotocopy, ternyata beredar luas di masyarakat.
Surat yang mengandung fitnah, pencemaran nama baik serta penyebaran kebencian juga diedarkan melalui situs internet http://forum-arimatea.blogspot.com. Yang kemudian akhirnya dihapus dan mucul baru dengan alamat http://arimateapusat.blogspot.com/
Penyebaran melalui situs internet tersebut patut diduga telah melanggar pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 UU RI No.11 tahun 2008.
Selebaran itu melampirkan surat pernyataan Imam Safari yang ditandatangani diatas segel Rp.6000 dan dibuat di depan enam orang tim Arimatea. Enam orang Tim Arimatea itu menandatangani sebagai saksi yang mendengarkan pernyataan Imam Safari. Bukan sebagai saksi yang menyaksikan Hajjah Irena Handono di Singapura.
Surat yang ditandatangani oleh Diki Candra dan Habib Muhsin Ahmad Alatas itu menambah fitnah, pencemaran nama baik serta penyebaran kebencian dengan menyatakan kesaksian panitia penjemput acara Tabligh di Jakarta melihat Irene menggunakan kalung salib di balik baju rumahan yang tidak sengaja tersingkap. Juga kesaksian jemaah lain yang melihat dibalik baju Irene ada salib.
Diki Candra dan Habib Muhsin Ahmad Alatas menyatakan bahwa Irene itu adalah seorang penyusup maka jangan dimanfaatkan untuk berdakwah.
Semula Hajjah Irena Handono tidak ingin menanggapi fitnah, pencemaran nama baik serta upaya penyebaran kebencian dan pembunuhan karakter, namun karena banyaknya ummat yang terusik dan bahkan terguncang sehingga menimbulkan kegelisahan, pro dan kontra, maka pada tanggal 7 Mei lalu beliau menepuh langkah hukum secara formal agar hal ini tidak memecah-belah dan mengadu domba umat Islam.
Hajjah Irena Handono menyatakan dahulu dia menggapai hidayah Islam dengan difitnah dan dicaci maki. Dan sekarang yang paling menyakitkan, fitnah itu dilontarkan oleh orang yang mengaku beragama Islam.
”Dengan sangat prihatin saya mempertimbangkan antara manfaat dan mudharatnya, maka langkah hukum ini harus saya tempuh untuk menyatakan yang benar adalah benar dan yang bathil adalah bathil,” kata Hajjah Irena Handono pada tanggal 7 Mei 2009 di depan gedung Bareskrim Mabes Polri.
Bekasi, 15 Oktober 2009
Humas Irena Center,
Sally Setianingsih