Pada zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab, pernah terjadi suatu kasus yang melibatkan anak pejabat di Mesir yaitu Muhammad Ibn’Amr ibnu Al-‘Ash, putra gubernur Mesir, ‘Amr Ibn Al-‘Ash. Ketika itu seorang warga Mesir dari etnis Kristen Koptik ikut dalam pertandingan pacuan kuda yang juga diikuti oleh putra gubernur.
Karena pemuda Koptik itu berhasil mengunggulinya, putra gubernur memukul punggung pemuda itu dengan cemeti, sambil mengatakan “Khuz ha! Wa ana ibnu ‘i-akramin.!” (Rasakan! Saya adalah anak orang berpangkat!)
Pemuda itu lantas mengadu kepada Khalifah Umar bin Khathab di Madinah. Mendengar pengaduan itu Umar segera memanggil gubernur dan anaknya. Apa yang terjadi? Seperti diceritakan Anas Ibn Malik yang menyaksikan langsung pengadilan itu, Umar menyerahkan tongkatnya yang terkenal itu kepada pemuda Koptik tadi seraya menyuruh pemuda itu untuk membalas pukulan putra gubernur .
Setelah pemuda itu puas membalas pukulan putra gubernur, Umar selanjutnya berkata, “Ayo alihkan pukulanmu ke kepala ayahnya (maksudnya kepada gubernur). Demi Allah anaknya memukulmu adalah karena jabatan orangtuanya ini”.. Pemuda Koptik itu berkata,”Sudah Ya Amirul Mukminin, saya sudah puas dan menerima hak saya…”
Kemudian Umar menoleh pada ‘Amr Ibn Al-‘Ash sambil berkata, “Hai ‘Amr sejak kapan engkau memperbudak orang padahal mereka dilahirkan ibunya dalam keadaan merdeka?” Dan kepada pemuda itu umar berkata,”Pulanglah dengan tenang, jika ada sesuatu yang terjadi padamu, kirimkan surat segera kepadaku”.
Duhai..betapa indahnya keadilan yang berdasarkan syariat Islam. Keadilan yang tak mengenal etnis, keturunan, dan agama. Tak mengenanl pangkat, jabatan dan golongan. Jauh sekali dengan kondisi di Negara kita saat ini, dimana keadilan hanya dirasakan oleh orang yang berkantung tebal dan dekat dengan penguasa saja.
Saat ini yang menjadi tolok ukur keadilan bukanlah hukum Allah, tapi hukum buatan manusia yang sarat kepentingan, dan uanglah yang berkuasa atas kepentingan itu.
Dari kisah di atas tampak jelas bahwa penegakan hukum dalam koridor syariat Islam adalah pokok dan mendasar, serta menghapuskan diskriminasi. Tidak perlu melakukan demo untuk memperoleh keadilan, tidak perlu ada Komnas HAM untuk menjaga hak-hak warganegara, karena syariat Islam m,enjamin hak-hak setiap warga dengan prinsip persamaan di mata hukum (al-musawah baynan-nas).
Prinsip itulah yang pertamakalinya diperkenalkan Islam dan kemudian diadopsi oleh hukum Barat. Prinsip ini didasarkan pada ketentuan Allah dalam Al-Qur’an,
“...Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang bertaqwa” (QS Al-Hujurat : 13).