MENCERMATI testimony ibu Kartini di Komnas HAM, Jum’at (1/10/2010) sungguh sangat miris, rasa keadilan seolah terkoyak oleh kebengisan pasukan khusus berlogo ‘burung hantu predator’ itu. Singkatnya, ibu Kartini adalah saksi mata yang langsung menyaksikan suaminya, ustadz Ghazali, yang sedang memimpin shalat magrib berjamaah di rumahnya tiba-tiba dihentikan oleh pasukan didikan Australia tersebut, lalu diinjak-injak tanpa ampun, padahal ustadz Ghazali tengah sakit batuk. Sedangkan dua orang makmumnya ditembak mati, dan seorang lagi berhasil melarikan diri.
Pada saat yang hampir bersamaan, di depan PN Jakarta Selatan (Rabu, 29/9/2010) sekelompok orang bersenjata api dan tajam bertikai jelang persidangan kasus cafe Blowfish. Mereka saling bantai: 3 tewas, 8 luka-luka parah. Bahkan Kapolres Jakarta Selatan dan ajudannya ikut tertembak walau tidak sampai tewas. Anehnya reaksi Kapolri dan Presiden adem ayem saja, tidak seperti reaksi yang muncul ketika merespon perampokan bersenjata di CIMB Medan beberapa hari sebelumnya. Ada beberapa perbedaan reaksi yang perlu dicermati:
Pertama, Untuk kasus CIMB, Pemerintah langsung menyebutnya sebagai aksi terorisme sehingga digelar operasi pemberantasan teroris yang langsung dipimpin oleh Komjen Gories Mere yang sebenarnya adalah Kepala Kalakhar BNN, sementara Kepala Densusnya sendiri tidak jelas komandonya.
Sedangkan untuk kasus Blowish, pemerintah tenang-tenang saja walau jatuh korban lebih banyak dan juga menggunakan senjata api. Pelakunya pun tidak dicap sebagai teroris, meskipun para pelakunya adalah para preman terlatih yang mem-backing tempat maksiat itu.
...Ratusan anggota Densus begitu trengginas menangkap, menyiksa, dan menembak mati para terduga yang belum tentu bersalah, semua korbannya adalah muslim yang taat beribadah. Istri-istri mereka berjilbab, sebagian bercadar, baju mereka bergamis, celana congkrang, jidat hitam, berjanggut, dan berteriak Allahu Akbar!
Kedua, Untuk kasus CIMB, Densus begitu trengginas menangkap, menyiksa, dan menembak mati para terduga yang belum tentu bersalah, bukan hanya puluhan tetapi ratusan orang sejak kasus ‘pelatihan militer’ di Aceh yang semua korbannya adalah muslim yang taat beribadah. Istri-istri mereka berjilbab, sebagian bercadar, baju mereka bergamis, celana congkrang, jidat hitam, berjanggut, dan berteriak Allahu Akbar!
...Sedangkan untuk kasus Blowish, Densus tidak berkutik menghadapi para preman bersenjata api dan tajam. Apa karena agama mereka sama dengan Gories Mere? Apa karena para istri mereka tidak berjilbab? Apa karena mereka tidak meneriakkan takbir?...
Sedangkan untuk kasus Blowish, Densus tidak berkutik menghadapi para preman bersenjata api dan tajam. Apa karena agama mereka sama dengan Gories Mere? Apa karena mereka tidak berjenggot dan bergamis? Apa karena para istri mereka tidak berjilbab? Apa karena mereka tidak meneriakkan takbir waktu membantai?
Ketahuilah, tindakan Densus 88 ini sungguh sangat berbahaya, karena diskriminasi sikap aparat yang zalim akan membangkitkan perlawanan rakyat semesta! Sejarah membuktikan, ketidakadilan aparat penguasa akan berujung kehancuran, apalagi memusuhi umat Islam dengan cover memerangi teroris, tinggal menunggu waktu saja. [fauzan al-anshari]