Oleh: Elvan Syaputra
Peneliti Centre for Islamic and Occidental Studies ISID-GONTOR
MASIH hangat di dalam ingatan kita, peristiwa pembatalan keberangkatan Presiden Indonesia untuk mengunjungi Negara Belanda atas undangan resmi Ratu Belanda, Beatrix. Fenomena ini bergulir dengan adanya isu-isu kemanusian yang terjadi di Indonesia, yaitu Isu Republik Maluku Selatan (RMS) yang memojokkan Presiden RI sebagai pemeran utama dalam hal ini.
Lagi-lagi Negara bergulat dengan masalah kemanusian. Penuntutan hak dan kebebasan masih saja menjadi virus pemecah-belah umat bernegara. Hingga Islam lagi menjadi objek sasaran perseteruan di balik rekayasa orang-orang antiislam. Menurut Dubes Indonesia di Den Haag, Junus Effendi Habibie, terdapat kepentingan politik dalam negeri Belanda yang mengaitkan itu semua dengan Negara Indonesia, khususnya juga Agama Islam. Karena dalam kancah perpolitikan Negara Belanda terjadi perpecahan kelompok partai koalisi dan partai liberal.
Hal inilah yang digulirkan saat itu sehingga pemimpin negeri ini pun menjadi sasaran perpolitikan orang-orang Belanda. Di sinilah tempat kita untuk berkaca, begitu kecilnya agama di mata mereka, khususnya Islam yang selalu mereka sandingkan dengan berbagai macam perhelatan yang mereka rekayasa.
..begitu kecilnya agama di mata mereka, khususnya Islam yang selalu mereka sandingkan dengan berbagai macam perhelatan yang mereka rekayasa...
Islam agama rahmatan lil ’alamin bukan menjamin kerahmatan menurut mereka, saat ini Islam menjadi objek perpecahan dalam strategi mereka bahkan di kancah perpolitikan. Hal ini harus kita sikapi dengan bijaksana dan kepala dingin, melalui pemimpin Negara diharapkan untuk dapat memberikan hasil yang positif bagi agama dan Negara karena hal ini juga menyangkut hubungan baik antar Negara dan beragama.
Mafia Agama Pembenci Islam
Di sisi lain terjadi persidangan terhadap mafia agama yaitu Geert Wilders dengan dakwaan memicu kebencian terhadap muslim. Mafia satu ini lebih-lebih lagi bersensasi dengan masalah keberagamaan, selain bertepatan sama secara geografis yakni Negara Belanda, ini menandakan ketidakharmonisan antar individu di Negara tersebut dalam keagamaan. Sidang ini pun belum menemukan titik terang, dikarenakan pihak Wlders terus mendesak untuk mengajukan suatu keberatan atas dakwaan yang diberikan kepadanya.
...Wilders menjadi terdakwa akibat kata-katanya yang kontroversial dalam memandang Islam...
Wilders menjadi terdakwa akibat ulahnya menyamakan Islam seperti Naziisme dan melarang Al-Qur’an mengatur kebebasan berekspresi. Wilders juga terlibat akibat kata-katanya yang kontroversial dalam memandang Islam dan ia pun diisbatkan untuk bertanggung jawab atas terjadinya rasisme, xenophobia, dan diskriminasi yang terjadi di negeri Belanda tersebut.
Namun, Wilders belum mengakui kesalahannya dan tetap meyakini bahwa apa yang ia lakukan itu adalah sebuah kebenaran yang nyata dan apa adanya, ketika ia merilis film Fitna menurutnya itu hanyalah sebuah ekspresi dan kebebasan dalam mengaktualisasikannya dan ini juga secara tidak disangka mempengaruhi kinerja perpolitikan dan terjadi perdebatan hangat dalam menentukan sebuah keputusan yang bijak.
Rekayasa dalam Strategi
Baru-baru ini Partai Kristen Demokrat (CDA) menyepakati dalam membentuk pemerintahan koalisi minoritas yang diprakarsai oleh Ketua PVV Geert Wilders. Ini salah satu upaya Wilders untuk melebarkan dan memperluas upaya menguasai wilayah pemerintahan dan membuat aturan negative sebagai bentuk kontra terhadap umat Islam, khususnya yang bermukim di Belanda.
Wilders selalu mencari upaya dan celah hokum untuk mendakwahkan kebenciannya terhadap Islam. Sebagaimana dilansir Radio Netherland (10/9/2010), politisi Belanda yang anti-Islam, Geert Wilders, telah membentuk International Freedom Alliance (IFA) yang memiliki tujuan "berjuang untuk kebebasan dan melawan Islam".
Namun, dengan begitu besar upaya yang dilakukannya Wilders ia pun tidak sendirian, dia masuk ke dalam kancah perpolitikan, masuk ke dalam komunitas dan golongan tertentu yang hingga akhirnya memiliki banyak pendukung dan mereka menamai diri mereka sebagai komunitas tanpa batas dan kebebasan.
Apa yang terjadi dengan Wilders dikecam oleh berbagai kalangan yang sejatinya pro terhadap wilders. Mereka mengakui jika Wilders tetap dihukum berarti Negara tidak memberikan hak asasi manusia dalam berekspresi dan inipun bagainya adalah pelanggaran kebebasan berekspresi.
Tidak sebatas itu saja ternyata upaya Wielders dalam membendung pertahanan umat Islam semakin semerbak ricuh dengan disetujuinya pembutan film lanjutan Fitna yang berjudul Muslim Rising. Film yang telah dirilis pada tanggal 1 Mei di Los Angeles itu bermuatan fenomena dan ancaman Islam serta dampak buruk Islamisasi yang mendera Eropa dan Amerika.
Bagi Wilders, Islam sebenarnya bukan agama melainkan sebuah ideologi totaliter yang mempunyai hasrat untuk menguasai dunia secara global, dengan pemaksaan terhadap muslim untuk tunduk.
Baginya persamaan dan hak asasi dalam Islam hanya sekedar kebohongan tidak ada kedamaian melainkan kekerasan. Dia pun menitik beratkan Islam secara radikal kepada isu-isu kekerasan, ancaman, kebencian dan monopoli, terorisme, pembunuhan, yang segalanya sejatinya hanya sebuah fitnah yang bertujuan memecah belah umat Islam.
...Perang politik dikumandangkan, perang ideologi didendangkan, perang kepercayaan diperjuangkan dan perang kepada Islam dipertaruhkan, inilah pedoman dan motto mereka...
Perang politik dikumandangkan, perang ideologi didendangkan, perang kepercayaan diperjuangkan dan perang kepada Islam dipertaruhkan, inilah pedoman dan motto mereka yang tidak lain adalah Islam sebagai tumpuan dan pokok permasalahan bagi mereka. Sebegitukah kebencian mereka terhadap agama rahmatan lil ’alamin ini. Sudah saatnya kita terbangun dari tipu daya dan muslihat orang-orang antiislam. Islam adalah Agama yang memberikan kedamaian abadi, ketenteraman dan kesejahteraan bagi umatnya. Potret buram diskriminasi selalu menjadi bias para penguasa yang mengatakan diskriminasi adalah tanggung jawab agama ketika ia dalam persoalan kemanusian dan kebebasan, ke manakah tanggung jawab diskriminasi ketika agama menjadi objek kekerasan dan kebencian para golongan tertentu. Adakah hukum yang berlaku membela agama? Wallahu a’lamu bis-shawab