Oleh: Hanif Abdullah
Indonesia benar-benar negeri penuh dengan intrik dan konspirasi tingkat tinggi. Belum selesai heboh berita soal bocoran tentang SBY oleh Wikileaks, sudah menunggu kasus import daging sapi yang melibatkan anggota dari partai koalisi pemerintahan SBY, disusul dengan bom yang menghebohkan di markas JIL (Jaringan Islam Liberal) dan di kantor BNN (Badan Narkotika Nasional). Pertanyaannya apakah bom yang meledak itu hanya akal-akalan untuk menutupi kasus yang sempat heboh tersebut?.
Ibarat borok, tubuh pemerintahan SBY sudah dipenuhi dengan bermacam-macam borok dan penyakit kulit. Permasalahannya borok-borok tersebut tidak ditangani dan diobati agar sembuh dan tidak menjalar ke tubuh yang lain malah hanya ditutupi dengan isu-isu murahan seperti teroris, penangkapan ustadz Abu Bakar Ba'asyir yang penuh rekayasa dan yang terakhir adalah bom yang meledak pada hari Selasa, 15 Maret 2011 di markas JIL dan BNN.
Mungkin terlalu kekanak-kanakan bila kita selalu menghubungkan setiap masalah dengan teori konspirasi yang efeknya membuat masyarakat malas berpikir dan menimbulkan sikap apatis yang akut. Tapi bila melihat perjalanan kasus teroris, bom dan yang berhubungan dengan konflik horizontal di masyarakat selalu didahului dengan kasus yang cukup menampar pemerintah yang berkuasa sekarang. Tidak berlebihan bila banyak pakar yang berpendapat demikian, salah satu contoh adalah pendapat Munarman yang dilansir oleh situs Suara Islam Online (15/3/2011). Munarman berpendapat bahwa bom rekayasa itu dilakukan agar dana operasional JIL yang selama ini sudah tersendat kembali mengucur deras. "JIL itu sudah hampir bubar karena kehabisan dana. Begitu juga Kantor Berita 68H adalah perusahaan rugi milik si Goen (Gunawan Mohammad, red)" katanya melalui pesan singkat.
Yang lebih mengelikan adalah pernyataan Ulil di berbagai media bahwa bom yang meledak di markas JIL bermuatan politis dan dikarenakan posisi dia sebagai pengurus di salah satu parpol penguasa dan seorang aktivis kebebasan. Ini adalah sikap yang timbul dari kepengecutan seorang Ulil. Berlindung dibalik partai agar terlihat terzalimi dan mendapat simpati dari masyarakat. Padahal polisi pun belum mengetahui motif pengiriman paket bom tersebut. Bila bom itu memang ditujukan kepada dirinya yang notabene adalah aktivis terdepan pluralism,sekulerisme dan liberalism seharusnya dia harus membuka mata bahwa bom yang meledak bias jadi adalah motifnya juga kebebasan, kebebasan orang untuk menebar terror. Sama dengan sikap dia yang meneror Islam dengan pemikiran yang rancu dan sakit.
Menyelesaikan Masalah dengan Masalah
Ini adalah wajah Indonesia masa kini yang tidak mampu mengatasi setiap permasalahan dan problema yang menimpanya. Selalu ada rekayasa pengambinghitaman kepada salah satu kelompok masyarakat untuk mengalihkan isu yang menimpa pemerintah. Tapi sampai kapan hal seperti ini akan terus dipertahankan yang lama-lama akan menjadi gunung berapi, ujung-ujungnya akan membawa suram kembali Indonesia untuk ke depannya.
Masyarakat butuh solusi dan jawaban bukan pengalihan isu ke isu yang lainnya. Menebar ketakutan untuk menutupi kebobrokan rezim yang berkuasa dengan lagu andalan terorisme adalah bumerang yang suatu saat akan terbongkar, cepat atau lambat.
Yang lebih menggelikan lagi adalah bila ada sebuah tindakan terorisme, bom dan kekacuan di masyarakat dengan fasihnya para pejabat elite negeri ini langsung menunjuk hidung umat Islam sebagai pelakunya. Ini adalah intimidasi tersistematis oleh Negara untuk membungkam aspirasi umat, salah satunya adalah penegakkan syariat Islam.
Mari kita bersatu dalam satu kalimat agar negeri ini menjadi negeri yang dicita-citakan bersama, adil, makmur dan sejahtera. Tidak cukupkah setiap permasalahan yang menimpa negeri ini sebagai pelajaran untuk kembali kepada Dien Allah yang MahaTinggi. Tak cukupkah sejarah yang panjang derita negeri ini karena penduduknya tidak menerapkan apa yang mereka yakini. Wallahu A’lam