View Full Version
Sabtu, 19 Mar 2011

Menyibak Motif Bom Eksentrik

Oleh: Ali Mustofa Akbar

Eksentrik! Negeri ini seringkali mengalami kejadian-kejadian aneh. Keanehan yang juga lucu karena terkesan seperti cerita ludruk. Ada pemain utama, ada pula pemain pengganti, dan sutradara yang berkuasa memainkan drama. Khalayak pun bertanya-tanya, ada apa gerangan, padahal ini nyata, meski terindikasi rekayasa dan penuh misteri.

Bali 20 Oktober 2002, Duarrr! “petasan raksasa” meledak di Paddy’s Bar dan Sari Club, efeknya terdengar sampai radius puluhan kilometer, jaring-jaring bangunan berterbangan ke udara hingga lima puluhan meter tingginya. Amrozi Cs terpilih menjadi pemain utama dalam lakon ini. Kemudian disusul Bom Bali jilid 2 tahun 2005 dan kejadian-kejadian bom lainnya di berbagai tempat di Indonesia.

Bom terkini yang  sedang menghebohkan adalah teror bom buku di berbagai tempat. Bom yang diletakkan di dalam buku dengan skala ledak kecil ini menyibak beraneka keanehan. Banyak pengamat menyimpulkan bahwa teror tersebut hanyalah rekayasa belaka. Sebuah konspirasi tingkat tinggi dengan berbagai motifnya.

Konspirasi bisa pula bermakna persekongkolan. Di Oxford Advanced Learner's Dictionary pada 1995, konspirasi memiliki arti ”sebuah rencana rahasia oleh sekelompok orang untuk melakukan sesuatu yang ilegal atau merugikan”. Bisa ditambahkan “untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu”. Pertanyaannya, apa saja motif tersebut?

1. Alasan memerangi teroris

Kampanye perang melawan teroris digalakkan oleh AS sejak tragedi WTC yang menewaskan ribuan orang. Inilah alasan utama AS gencar memerangi pihak yang menurutnya teroris, alias teroris dalam definisi AS itu sendiri. Seiring waktu berjalan, berhembus bahwa George Bush (Mantan Presiden AS) berada di balik pemboman WTC tersebut.

Logika lurusnya, jika hendak memerangi teroris, maka sudah barang tentu harus ada tindakan teror ditempat tersebut. Jika tidak ada tindakan teror, berarti tidak ada alasan untuk melawan teroris. Maka harus ada atau diadakan. Minimal harus ada pihak yang diimagekan teroris.

Di samping itu Indonesia juga merupakan salah satu Negara yang mendapat kucuran dana dari asing untuk memerangi teroris. Dibuat pula sebuah detasemen khusus yang menangani terorisme yakni Densus 88. Menurut  Munarman, mantan ketua YLBHI, pembentukan Densus 88 tahun 2002 tersebut didanai AS sebesar 16 juta dollar, setelah sebelumnya pada tahun 2001 Polri telah menerima dana untuk penanganan terorisme sebesar 10 juta dollar. Tak sekedar bicara, Munarman mendasarkan analisanya pada dokumen Human Right Watch tentang Counter Terorism yang dilakukan AS.

Menurut Munarman, data ini konkret, diambil dari dokumen sekunder, dokumen primer, dan juga dokumen dari Departemen Pertahanan AS tentang counter terrorism budget (eramuslim, 06/06/07). Artinya, jika ingin dana terus mengucur, maka dia harus tetap bekerja, “tak bekerja tak mendapat gaji”. Jika tidak ada peristiwa teror atau penangkapan diduga teroris, berarti seperti tak bekerja.

2. Pengalihan isu

Acapkali muncul isu terorisme adalah saat di mana opini yang berkembang sedang dalam posisi mengancam kekuasaan dan juga sekitar kekuasaan. Selanjutnya opini tersebut hilang seperti ditelan bumi dikarenakan tertutup oleh isu terorisme.

Berapa kasus krusial tertutup oleh isu terorisme ini, sebagai contoh: protes atas kasus kebijakan kenaikan BBM, Rekening gendut, skandal Century, penjualan aset negara semacam Krakatau steel. Terbaru adalah heboh pemberitaan Koran The Age dan Sidney Morning tentang presiden RI, serta kasus-kasus yang lainnya.

Tak heran bila Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan bahwa fenomena bom buku memiliki indikasi kuat merupakan bentuk pengalihan isu dan perhatian masyarakat dari masalah-masalah strategis yang hingga kini tak terselesaikan (republika, 17/3/2010).

3. Menyerang Ideologi Islam

Peristiwa terorisme seringkali selalu dikait-kaitkan dengan ideologi Islam. Presiden SBY menegaskan tujuan dari para teroris adalah mendirikan negara Islam. Menurut SBY, pendirian negara Islam sudah rampung dalam sejarah Indonesia. Hal ini disampaikan pada keterangan persnya di Bandara Halim Perdanakusumah sebelum berkunjung ke Singapura dan Malaysia, bulan Mei tahun lalu.

Mantan Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri ketika mengomentari kasus “terorisme Aceh” beberapa waktu yang lalu mengatakan “Itu sudah direncanakan ada percepatan negara demokrasi menjadi negara syariat Islam". Dalam kasus ini masyarakat juga tahu, banyak kejanggalan pada kasus Aceh ini.

Lalu dikembangkan pula opini bahwa ideologi Islam mengancam eksistensi bangsa dan berbahaya bagi pluralitas bangsa. Padahal selama ini yang telah mengancam kedaulatan bangsa adalah sistem Kapitalisme. Terbukti Indonesia menjadi terjajah secara politik, ekonomi, sosial dan budaya karena sistem ini. Timor Timur lepas juga akibat sistem ini karena tidak meratanya kesejahteraan rakyat.

4. Kampanye Islam moderat

Kasus Terorisme juga menjadi jalan tol kampanye Islam moderat. Muslim yang menginginkan menerapkan Islam secara kaffah diberi stigma Islam garis keras, fundamentalis dan ekstrimis, bahkan ada yang di tuduh teroris (pemberian stigma teroris). Kemudian muncul istilah deradikalisasi, bahasa halus mensekulerkan Muslim di Indonesia. Maka umat Islam perlu waspada.

Sungguh, Islam bukanlah teroris, Islam juga tidak sependapat dengan tindakan teror. Zionis Israel dan Amerika beserta sekutunya lah yang teroris sebenarnya, sebab nyata-nyata telah melakukan pembantaian terhadap rakyat sipil di Negara-negara Timur Tengah dan lainnya.  Ideologi Islam juga bukan ancaman, justru Ideologi Islamlah yang bisa menjamin Indonesia menuju negara maju dan sejahtera. Ingatlah, rakyat sudah cukup cerdas. Wallahu A'lam.


latestnews

View Full Version