(Komentar Peserta Dialog Terbuka “Mendudukkan Permasalahan Jihad dan Terorisme” Tanggal 29 September 2011 di Gedung IPHI Surakarta
Oleh: Uwais Abdullah, Lc.
Direktur Ma’had Tahfizhul Qur’an At-Taqwa Sukoharjo
Tidak seperti biasanya, kalangan “Salafiyun” akhir-akhir ini mulai berani unjuk gigi. Mereka yang selama ini selalu mendapat sorotan publik karena tidak berani berdialog dengan pihak lain dengan alasan tidak mau bermajelis dengan ahlul bid’ah, kali ini dengan beberapa alasan berani menantang “Dialog Terbuka.” Terlebih lagi sang moderator acara tersebut mengklaim acara tersebut sebagai dialog terbuka yang ilmiah. Benarkah demikian?
Jauh panggang daripada api! Para audiens merasa janggal bila acara tersebut diklaim sebagai dialog terbuka dan ilmiah. Pasalnya dari susunan acara hingga penetapan pematerinya, sama sekali tidak mencerminkan suasana dialog yang ilmiah dan terbuka. Nampak jelas bahwa panitia tidak siap berdialog dengan pihak lain.
Pasalnya, susunan panitia, moderator dan pematerinya, semua hanya dari kalangan internal Salafiyun. Sehingga terkesan bahwa para audiens dipaksa untuk mendengarkan doktrin-doktrin yang mereka lontarkan. Dengan kondisi yang demikian ini, maka ‘kekuasaan penuh’ berada di tangan Salafi. Sudah barang pasti, apabila ada pertanyaan yang akan menyudutkan ataupun mengkritisi pihak Salafi, maka dengan mudah dipalingkan oleh sang moderator. Terbukti ada beberapa pertanyaan yang tidak dijawab di antaranya pertanyaan seorang audiens: “Apakah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir adalah Khawarij?”
Banyak kekecewaan yang muncul di kalangan audiens terkait dialog yang lebih tepatnya disebut “dialog non-ilmiah” itu, terutama menyangkut otoritas mutlak dalam seluruh sesi dialog. Sehingga salah seorang audiens melontarkan kritik tajam, “Kalau acara ini dialog terbuka dan ilmiah, mengapa pembicaranya dari kalangan Salafi semua? Mengapa tidak ada kelompok lain seperti JAT, MMI, atau HTI yang dilibatkan dalam dialog, supaya ada pembanding?”
Menanggapi kritikan ini sang moderator tak dapat mengelak. Ia pun berkilah, “Sebenarnya panitia telah berusaha mengundang seluruh ormas-ormas Islam untuk mengadakan dialog terbuka saat ini.”
Apologi ini bernuansa dusta dan tidak fair, karena berbeda dengan kenyataannya. Mereka berbohong dan tidak secara “jantan” mengundang pihak-pihak yang mungkin akan berseberangan dengan pemahaman mereka.
Pada hakikatnya apa yang mereka sebut dengan “dialog terbuka dan ilmiah” pada saat itu hanyalah pemaksaan opini kepada audiens bahwa apa yang mereka paparkan adalah satu-satunya kebenaran yang harus diterima. Sebagai narasumber utama, berulangkali Ustadz Dzulqarnain bertindak gegabah, mengatakan perihal jihad yang diklaim ijma’ ulama (tidak ada silang pendapat di kalangan para ulama). Beliau menyatakan, “Para ulama sepakat bahwa jihad terbagi menjadi dua yaitu hujumi dan difai.’ Para ulama tidak ada silang pendapat dalam perkara ini”.
Padahal faktanya, para ulama berselisih pendapat dalam perkara tersebut. Dr Abdurrahman bin Abdirrasyid dalam buku beliau “Al-jihad Walilatun min Wasailid Da’wah” menjelaskan perbedaan pendapat dalam masalah tersebut. Ini adalah bukti ketidakjujuran akademik dan ketidaktelitian pemateri terhadap tulisan-tulisan para ulama.
Selama mengikuti acara tersebut secara saksama selama dua jam, dapat disimpulkan bahwa acara “dialog terbuka” tersebut sebenarnya hanyalah pemaksaan opini kepada audiens agar mau mengikuti pendapat mereka. Padahal apa yang mereka kemukakan hanyalah salah satu dari sekian banyak pendapat yang dikemukakan oleh ulama yang mu’tabar. Namun itu dianggap satu-satunya kesepakatan ulama. Acara dialog hanya berkisar antara moderator yang Salafi dan pemateri yang Salafi, sedangkan tanya jawab untuk audiens secara umum hanyalah setengah jam. Alokasi waktu ini tidak sesuai dengan yang tertera di pamflet yang mereka sebarkan.
Walhasil, kita semua berharap agar panitia penyelenggara acara berani mengundang narasumber dari kelompok lain bila menggelar acara dialog terbuka di kemudian hari. Atau, jika ada ikhwan dari kelompok lain yang menggelar acara serupa dengan mengundang ustadz Salafiyun, semoga mereka siap sedia untuk dialog satu forum secara fair. [voa-islam.com]
Berita Terkait: