By: Mirza Rachmad Pratama ([email protected])
Santri Pondok Pesantren/Madin Hidayatul Mubtadi'in, Singosari Malang Jawa Timur
SETELAH membaca artikel di voa-islam.com yang berjudul “Koreksi Aqidah KH. Said Aqil Siradj: Jangan Samakan Tauhid Islam dengan Trinitas Kristen,” saya merasa sangat-sangat kecewa dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqiel Sirajd. Sebagai orang yang menyandang titel “Kyai Haji”, seharusnya beliau paham total terhadap Agama Islam dan seluk beluknya. Lha kok yang satu ini malah “nyeleneh”. Sepertinya kyai ini turunannya Gus Ndur, salah satu pejuang faham Liberalisme di Indonesia.
Terlihat bahwa liberalisme telah meracuni “darah” dari Nahdlatul Ulama’. (Sebagian) Ulama’ yang seharusnya menjadi panutan umat karena kearifannya dalam hal agama malah menjadi pahlawan untuk gagasan-gagasan asing yang tidak sejalan dengan pemikiran agama Islam. Apa yang akan dikatakan hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari seandainya sekarang masih hidup dan melihat perilaku penerus perjuangan beliau?
KH Hasyim Asy’ari di zamannya merupakan pejuang Islam yang sangat tegas dan tidak mengenal kompromi terhadap ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan agama Islam. Dalam aspek keyakinan, Kyai Hasyim telah wanti-wanti warga Nadliyyin agar menjaga basic-faith (keyakinan dasar) dengan kokoh. Pada Muktamar ke-XI pada 9 Juni 1936, Kyai Hasyim dalam pidatonya menyampaikan nasihat-nasihat penting. Seakan sudah mengetahui akan ada invasi Barat di masa-masa mendatang, dalam pidato yang disampaikan dalam bahasa Arab, beliau mengingatkan:
“Wahai kaum muslimin, di tengah-tengah kalian ada orang-orang kafir yang telah merambah ke segala penjuru negeri, maka siapkan diri kalian yang mau bangkit untuk…dan peduli membimbing umat ke jalan petunjuk.”
Dalam pidato tersebut, warga NU diingatkan untuk bersatu merapatkan diri melakukan pembelaan saat ajaran Islam dinodai. “Belalah agama Islam. Berjihadlah terhadap orang yang melecehkan Al-Qur’an dan sifat-sifat Allah Yang Maha Pengasih, juga terhadap penganut ilmu-ilmu batil dan akidah-akidah sesat,” tegas Kyai Hasyim. Untuk menghadapi tantangan tersebut, menurut Kyai Hasyim, para ulama harus meninggalkan kefanatikan pada golongan, terutama fanatik pada masalah furu’iyah. “Janganlah perbedaan itu (perbedaan furu’) kalian jadikan sebab perpecahan, pertentangan, dan permusuhan,” tandasnya.
Karakter pemikiran yang diproduk Kyai Hasyim memang terkenal berbasis pada elemen-eleman fundamental. Dalam kitab-kitab karyanya, ditemukan banyak pandangan beliau yang menjurus pada penguatan basis akidah. Dalam kitabnya Risalah Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah misalnya, Kyai kelahiran Jombang ini menulis banyak riwayat tentang kondisi pemikiran umat pada akhir zaman.
Oleh sebab itu, Kyai Hasyim mewanti-wanti agar tidak fanatik pada golongan, yang menyebabkan perpecahan dan hilangnya wibawa kaum muslim. Jika ditemukan amalan orang lain yang memiliki dalil-dalik mu’tabarah, akan tetapi berbeda dengan amalan syafi’iyyah, maka mereka tidak boleh diperlakukan keras menentangnya. Sebaliknya, orang-orang yang menyalahi aturan qath’i tidak boleh didiamkan. Semuanya harus dikembalikan kepada Al-Qur’an, hadits, dan pendapat para ulama terdahulu.
Itulah hal yang telah disampaikan oleh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) 75 tahun yang lalu. Mari kita lihat kondisi penerus-penerus beliau di zaman sekarang.
Pemikiran-pemikiran KH Hasyim Asy’ari yang tegas sekarang coba diburamkan oleh anak-anak muda NU yang notabene juga penganut paham liberal. Beberapa intelektual muda tersebut harus ditangani secara serius, jika tidak akan membahayakan aqidah umat.
KH. Hasyim Muzadi ketika masih menjabat ketua PBNU telah merasa gerah dengan munculnya wacana liberalisasi agama yang melanda kalangan muda NU. Beliau telah menyadari bahwa liberalisme telah menjadi tantangan di NU.
Sebab, liberalisasi agama jelas menyalahi tradisi NU, apalagi melawan perjuangan KH. Hasyim Asy’ari. ”Liberalisme ini mengancam akidah dan syariah secara bertahap,” ujar KH Hasyim Muzadi seperti dikutip nu-online pada 7 Februari 2009.
KH. Hasyim Asy’ari sangat menetang ide-ide pluralisme, dan memerintahkan untuk melawan terhadap orang yang melecehkan Al-Qur’an, dan menentang penggunaan ra’yu mendahului nas dalam berfatwa (lihat Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah).
Dalam Muqaddimah Al-Qanun Al-Asasi li Jam’iyati Nadlatu al-‘Ulama, Hadratussyaikh mewanti-wanti agar berhati-hati jangan jatuh pada fitnah –yakni orang yang tenggelam dalam laut fitnah, bid’ah, dan dakwah mengajak kepada Allah, padahal mengingkari-Nya.
Karena itulah, bisa kita bayangkan, seandainya KH Hasyim Asy’ari masih hidup, beliau pasti telah bersuara keras terhadap penerusnya yang melenceng dan mengikuti paham yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Sumber artikel: