View Full Version
Jum'at, 14 Feb 2014

PSK = Pahlawan Sejahterakan Keluarga?

Belum lama ini, muncul berita Bupati Jawa Tengah, Widya Kandi Susanti, yang menyebut Pekerja Seks Komersial atau PSK sebagai pahlawan keluarga. Alasannya karena para PSK tersebut bekerja untuk menghidupi keluarganya. Pernyataan ini tentu sangat berbahaya, karena terucap dari pejabat publik. Pernyataan ini bisa digunakan sebagai legalisasi/kebolehan atas praktik prostitusi yang sudah jelas keharamannya.

Ia juga berpendapat soal penyelesaian masalah prostitusi ini dengan mengatakan “Selain tidak manusiawi, dengan ditutupnya lokalisasi akan menimbulkan persoalan baru, yaitu menambah kemiskinan dan merebaknya penyakit kelamin. Pasalnya, kemungkinan para PSK itu akan mangkal di jalan-jalan bila lokalisasi ditutup,” (Kompas.com, 23/1/2014). Bahkan ia berencana akan mengganti slogan "Kendal Beribadat" menjadi "Kendal Hebat". Slogan "Kendal Beribadat" sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Kendal.

Pertanyaannya, Layakkah gelar pahlawan disematkan kepada mereka? Benarkah dengan ditutupnya akan menambah kemiskinan dan penyakit kelamin? Apakah sesungghnya penyebab semakin meningkatnya angka pelacuran? Dan Seperti apakah seharusnya solusi untuk menyelesaikan permasalahan ini?

Permasalahan pelacuran dan seks bebas di indonesia ini memang sudah sangat memprihatinkan. Jika diibaratkan sebuah penyakit kanker, maka tahapnya sudah stadium akhir. Tak hanya itu, ia pun sudah mewabah. Betapa tidak, bisnis haram dan pelaku seks bebas ini kini menjangkit semua pihak. Tak lagi melihat usia atau profesi, dari usia remaja bahkan SMP sampai profesi pejabat, semua sudah terjangkit.

Pada tahun 2008, menurut Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA), sekurangnya 150.000 anak Indonesia menjadi korban pelacuran anak dan pornografi tiap tahun. Angka itu meningkat 100 persen lebih dari statistik badan PBB, Unicef tahun 1998 yang mencatat sekitar 70.000 anak Indonesia menjadi korban pelacuran dan pornografi (kompas.com, 14/10/2008). Belum lama ini kita mendengar pula, bahwa anak smp tidak lagi hanya korban pelacuran, melainkan sebagai mucikarinya. Dan sudah Sudah jadi rahasia umum pula, jika tak sedikit pejabat yang mendapat gratifikasi seksual berupa layanan pelacur.

Padahal, perbuatan haram ini sudah jelas menjadi penyebab bobroknya keutuhan rumah tangga, merusak moral masyarakat dan pejabat, dan beresiko menularkan penyakit kelamin. Menurut data Kemenkes, diperkirakan ada 1,9 juta perempuan menikah dengan laki-laki pembeli seks yang terinfeksi HIV. Para istri rawan tertular. Penularan bisa berlanjut kepada anak yang dilahirkan. Hingga Juni 2012 tercatat ada 3.368 kasus AIDS pada ibu rumah tangga dan 775 kasus pada balita (kompas.com, 3/12/2012).

Fakta diatas sungguh menunjukan betapa bobroknya moral negeri ini. Sungguh ironis jika mengingat bahwa negeri ini mayoritas umat muslim.

Penyebab semakin maraknya bisnis haram pelacuran dan seks bebas setidaknya ada tiga hal, yakni:

Pertama, merosotnya pemahaman agama sehingga keimanan masyarakat menjadi rapuh. Pondasi iman yang seharunya menjadi penangkal kemaksiatan tidak lagi berfungsi dengan seharusnya. Halal dan haram pun tak lagi menjadi standar perbuatannya. Bahkan terkena resiko penyakit HIV/AIDS dan kelamin pun diacuhkan.

Padahal keimananlah yang bisa menjadi rem penahan seorang muslim dari berbagai kemaksiatan termasuk perzinaan. Nabi saw. bersabda:

لاَيَزْنِى الزَّانِى حِينَ يَزْنِى وَهْوَمُؤْمِنٌ، وَلاَيَشْرَبُ الْخَمْرَحِينَ يَشْرَبُ وَهْوَمُؤْمِنٌ، وَلاَيَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهْوَمُؤْمِنٌ

“Tidaklah berzina orang yang berzina ketika dia berzina sementara dia beriman, tidak seseorang meminum khamr ketika dia meminum sedangkan dia beriman, tidaklah seseorang mencuri ketika mencuri sedangkan dia beriman…” (HR. Bukhari)

Kondisi ini semakin diperparah dengan disuguhkannya tayangan pornogafi dan pornoaksi kepada masyarakat melalui media. semakin banyak acara yang mempertontonkan aurat, aktivitas pacaran, goyangan –goyangan erotis yang tentu menjadi stimulan/rangsangan bagi penonton. Atau setidaknya menjadi hal yang lumrah jika hal itu terjadi disekeliling mereka. Belum lagi, penyebaran CD/Video porno yang bebas sehingga bisa diakses oleh siapapun.

. . . keimananlah yang bisa menjadi rem penahan seorang muslim dari berbagai kemaksiatan termasuk perzinaan. . .

Kedua, tidak ada lagi kontrol masyarakat yang mencegah/menghentikan kemaksiatan. Amar makruf nahi munkar tidak lagi menjadi aktivitas yang dijalankan. Masyarakat semakin individualis dan EGP (emang gue pikirin) dengan kondisi sekitarnya, walaupun disekitarnya nampak jelas kemaksiatan. padahal, meski perzinahan ini dilakukan oleh individu, dampak yang diakibatkan oleh praktik perzinahan ini akan merusak tatanan sosial dan mengundang kemurkaan Allah SWT kepada seluruh penduduk.

إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ عذابا لله

“Jika telah nampak zina dan riba di satu negeri, maka sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab Allah.” (HR. Hakim).

. . . dampak yang diakibatkan oleh praktik perzinahan ini akan merusak tatanan sosial dan mengundang kemurkaan Allah SWT kepada seluruh penduduk. . .

Ketiga, gagalnya pemerintah dalam menjaga aqidah dan menyejahterakan rakyatnya. Pemerintah sebagai pengatur urusan umat, telah gagal menjaga aqidah rakyatnya dengan membiarkan berbagai media merusak aqidah umat serta tidak menindak tegas para pelaku kemaksiatan. ironis, sampai sekarang tidak ada undang-undang yang dapat menjerat para pelaku perzinahan.

Kegagalan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya menjadi alibi bagi para pelaku kemaksiatan, terutama para PSK. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemiskinan dan himpitan ekonomi menjadi alasan para perempuan menjadi PSK. Meski begitu, tetap tidak bisa menjadi alasan bagi seorang perempuan melakukan hal yang sudah jelas keharamannya. Maka, penyebutan gelar pahlawan keluarga sungguh tak laya, karena mereka justru mencari nafkah dengan cara yang haram.

Diatas semua itu, penyebab utama kondisi ini adalah bercokolnya sistem sekularisme yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, hukum agama dikebiri hanya digunakan dalam tataran ibadah mahdoh saja, sementara urusan kehidupan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, hukum, politik tidak lagi menggunakan hukum agama.

Adapun jika ada solusi-solusi atas permasalahan, akan muncul solusi yang pragmatis. Seperti halnya permasalahan prostitusi dan PSK ini. Solusi lokalisasi muncul, dengan alasan mencegah penyebaran seks bebas dan penyakit kelamin yang lebih luas. Padahal, adanya lokalisasi menandakan pelegalan perbuatan zina yang jelas haram. Lagipula, dengan adanya lokalisasi, tindakan seks bebas bukannya berkurang melainkan semakin meningkat.

Lalu, bagaimana dengan alasan kemiskinan? Alasan ini pun tidak dapat dibenarkan. Seharusnya pemerintah memberikan penghidupan yang layak bagi mereka, sehingga mereka berhenti total dari pekerjaan tersebut dan bertaubat. Lagipula, banyak juga para pelaku zina yang melakukan zina karena alasan gaya hidup dan konsumtif. Maka, bukan hanya alasan ekonomis saja yang harus diselesaikan namun kembali kepada standar hidup yang diberlakukan.

Menyelesaikan masalah prostitusi dalam satu aspek saja, tidak akan menyelesaikannya. Karena ini bersifat sistemik. Prostitusi hanya secuil masalah yang ditumbuhsuburkan dalam sistem sekuler ini. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang mendasar dan total untuk menyelesaikannya.

Syariat islam yang diturunkan oleh Allah SWT akan mampu menyelesaikan masalah prostitusi ini.

Lima solusi islam diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, penegakan hukum yang tegas dan adil bagi para pelaku zina, yakni dirajam bagi pezina muhson, dan cambuk 100xbagi pezina ghaira muhson. Sanksi dalam islam bersifat pencegah dan penebus. Akan mencegah seseorang seseorang untuk melakukan kemaksiatan, serta penebus dosa bagi para pelakunya, sehingga diakhirat tidak akan dihisab atas perbuatannya. Sehingga, lokalisasi tentu tidak akan dibenarkan.

Kedua, penyediaan lapangan kerja bagi rakyat, terutama laki-laki. Sehingga, kehidupan ekonomi menjadi sejahtera, perempuan tidak perlu dibebani harus mencari nafkah, apalagi harus mencari naffkah dengan berbuat maksiat. Perempuan pun bisa melaksanakan kewajiban utamanya menjadi ibu dan pengatur rumah tangga.

Ketiga, penguatan aqidah dengan pendidikan dan pembinaan islami. kepada individu maupun keluarga. Dengan keluarga yang harmonis dan islami, peran keluarga sebagai benteng pencegah perzinahan akan berfungsi.

Keempat, meniadakan segala sarana dan prasarana yang menghantarkan kepada perzinahan, Seperti menghentikan tontonan yang mengumbar aurat, pornografi, dan pornoaksi.

Kelima, kemauan kebijakan politik dari pemerintah untuk menghentikan segala kemaksiatan, terutama perzinahan. Empat poin diatas bisa dilaksanakan jika ada kemauan pemerintah untuk menerapkannya. Namun, suatu hal yang mustahil aturan tersebut diterapkan dalam sistem sekuler saat ini. Aturan islam tersebut hanya bisa diterapkan dalam sistem negara islam, yakni Khilafah Islamiyah. [PurWD/voa-islam.com]

*Penulis: Idea Suciati (Mahasisiswa Jurusan Kebijakan Publik, Universitas Padjadjaran)

latestnews

View Full Version