View Full Version
Selasa, 10 Jun 2014

Pandangan Seorang Jurnalis Tentang Capres Dan Cawapres 2014

JELANG PILPRES 2014, bagaimana Sosok Capres dan Cawapres 2014 dari kacamata jurnalis dengan pendekatan DISC

Mengenal sosok tokoh capres dan cawapres 2014 lebih dekat dari orang pada umumnya, menjadi alasan keberanian saya menulis artikel ini. Secara langsung, saya memang pernah mewawancarai ke empat figur tersebut.

Dua tahun terakhir, sejak 2012 dan 2013, saya merupakan wartawan istana kepresidenan. Setiap hari diberikan kesempatan meliput agenda Presiden SBY dan kegiatan para menteri khususnya yang berhubungan dengan presiden. Sehingga sosok Hatta Radjasa, Menteri Koordinator Perekonomian yang saat ini sudah melepas jabatannya, secara keseharian tak asing bagi saya.

Apalagi kita ketahui Hatta Radjasa merupakan besan dari Presiden SBY, sehingga tak hanya dalam acara agenda kepresidenan memiliki kesempatan bertemu dengan beliau, namun dalam beberapa acara keluarga presiden saya pun berkesempatan mengenal sosok Hatta Radjasa secara off the record.

Hatta Rajasa

Julukan “the family man” dari media, menurut saya adalah julukan yang tepat bagi seorang Hatta Radjasa. Baik di depan maupun di belakang kamera, suasana akrab dan hangat antara Hatta dan keluarganya begitu terasa. Pada saat meliput acara pernikahan Ibas dan Alya Radjasa 2011, baik di kediaman Hatta di Fatmawati maupun di tempat resepsi di istana Cipanas, saya melihat sosok ayah yang begitu dekat dengan anak perempuannya.

Kalau pun anda mengikuti instagram Aliya Radjasa anda bisa melihat bagaimana sosok ayah yang meski terlihat begitu sibuk dengan urusan pemerintahan, namun tak ada kecanggungan saat berurusan dengan keluarganya.

Tak heran saat anaknya yang bungsu Rasyid Radjasa mengalami musibah, Hatta berani pasang badan meski hal ini kemudian menjadi bumerang dan potensi masalah dalam karir politiknya. Kalau saya bisa menilai sosok Hatta termasuk dalam kategori personality S (Steadiness), seorang yang setia dengan keluarganya sedangkan dalam karir secara umum dapat dilihat begitu loyal.

Bergabung dalam dua pemerintahan kabinet SBY selama hampir 10 tahun dan bahkan sebelumnya sudah juga menjadi menteri saat kabinet pemerintahan presiden Megawati tahun 2001. Karir birokrat yang stabil menanjak, hingga akhirnya menjadi cawapres tahun 2014 ini, memang menjadi kekuatan tipe kepribadian S.

Selain itu tipe S juga merupakan pendengar yang baik, tak heran Hatta selalu menjadi utusan presiden SBY baik soal pemerintahan maupun politik. Apalagi tentunya sejak menjabat sebagai Menteri sekretaris negara tahun 2007, dimana posisi tersebut sangat strategis, mengetahui aktivitas presiden lebih dari menteri pada umumnya.

Tipe S ini memang cukup cocok dengan tipe C (Compliance) atau perfectionist yang dimiliki presiden SBY. Sayangnya kelemahan tipe S adalah cukup lamban dan pasif. Jika anda mengikuti pemberitaan saat Hatta mundur dari jabatannya selaku menkoperekonomian, anda bisa melihat beberapa pengamat menyatakan kinerja Hatta masih memiliki banyak raport merah.

Hatta begitu tergantung pada team work, namun tak memiliki sikap yang cukup tegas untuk saling mensinkronkan antara satu kementerian dengan kementerian yang lain di bawah kepemimpinannya.

Dan sikap terlalu kompromi bisa jadi kelemahan yang cukup fatal. Dalam hal kekuatan keluarga, bisa jadi ini pun yang kemudian akan menjadi titik lemahnya. Ketika kasus kecelakaan yang diakibatkan anaknya tidak benar-benar diselesaikan secara hukum yang adil, ini menjadi bumerang Hatta Radjasa yang terlihat kompromi dengan penegakan hukum.

Hatta sendiri memiliki 4 orang anak yang umurnya masih terbilang muda. Sehingga dalam hal karir pun terlihat cukup tergantung dengan figur sang ayah. Secara emosional, saya mengenal beliau begitu akrab dengan kami para wartawan istana maupun para jurnalis umumnya.

Pribadi yang cukup luwes, ketika di door stop oleh wartawan beliau begitu sabar menjelaskan secara runut suatu isu ekonomi di bawah naungan kementeriannya, yang tentunya sedang menjadi pemberitaan saat itu. Pengalaman pribadi saya dengan pak Hatta pun, seringkali ketika di wawancara dan terkadang off side dari isu, karena terkadang merupakan tuntutan untuk mengkaitkan isu ekonomi dengan politik, tetapi tetap saja Pak Hatta mau menanggapi dan menjawab pertanyaan saya, meski dengan jawaban normatif.

Intinya memang tidak susah bagi media untuk menjangkau seorang Hatta Radjasa, baik untuk di wawancarai atau sekedar bertegur sapa.

Jusuf Kalla

Mengenal sosok Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden RI, justru bagi saya lebih memiliki pengalaman mengenal beliau, pribadi JK dari rumahnya dibanding dari kantornya. Karena saat saya menjadi wartawan JK sendiri sudah tidak menjabat di pemerintahan.

Dalam dua kesempatan yang berbeda saya berkesempatan mewawancarai Jusuf Kalla secara one to one dalam dua isu yang cukup penting. Yang terakhir belum lama ini, saat sidang Wakil Presiden Boediono sebagai saksi dalam sidang Budi Mulya terdakwa kasus Bank Century, saya diberi kesempatan mewawacarai JK di kediamannya yang disiarkan secara langsung di tvOne selama 30 menit dalam program Breaking News.

Kalau saya bisa menilai, sosok JK memiliki personality I (Influence) namun juga faktor D (Dominance) dalam kepribadian JK cukup tinggi. Sebagai seorang yang berusia 72 tahun memang dapat dikategorikan tipe orang yang sangat dewasa dalam memaintain karakteristik kepribadiannya.

Bukan rahasia lagi saat JK menjadi wakil presiden tahun 2004-2009, sosoknya dikenal sebagai pemimpin yang cepat mengambil keputusan bahkan akibat kiprahnya ini saat maju menjadi capres dalam pemilu 2009, slogan kampanye JK adalah “lebih cepat, lebih baik”. Seorang pengusaha yang beralih profesi menjadi politisi dengan menjadi menteri sejak kabinet pemerintahan Gus Dur tahun 1999 ini, memang memiliki kepribadian yang result oriented. Terbukti berbagai prestasi diraihnya tak hanya di bisnis, namun hingga ke bidang sosial dan pemerintahan.

Dikenal dengan julukan juru damai ketika berhasil membawa misi perdamaian di Aceh dan daerah-daerah konflik seperti di Poso dan Ambon, kemudian dikenal menjadi negarawan setelah menjadi ketua PMI (Palang Merah Indonesia). Pengalaman politik JK terbilang cukup signifikan, meski intrik up and down sangat terasa.

Tiga kali tergabung dalam pemerintahan 3 presiden yang berbeda dengan memegang jabatan yang cukup strategis, dari Menteri Perdagangan, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan hingga Wakil Presiden. Namun sayang saat mencoba menjadi calon presiden 2009 JK yang dipasangkan dengan Wiranto gagal, hingga tahun ini dalam pemilu 2014 JK harus maju kembali dengan posisi calon wakil presiden yang dipasangkan dengan Joko Widodo.

Personality I dan D ini memang dikenal sebagai sosok yang memiliki kepribadian optimis dan berkeinginan kuat. Namun kepribadian ini pun memiliki kelemahan kecenderungan self oriented dan cukup agresif, sehingga kepentingan pribadi menjadi titik lemah dari figur JK.

Duet SBY-JK memang hanya mampu bertahan satu periode pemerintahan mungkin salah satunya karena faktor kepribadian ini. Ketika JK dengan kepribadian I yang memiliki kecenderungan ingin menjadi fokus perhatian, menjadi ancaman berarti bagi SBY saat itu. Namun saat pemilu 2009 pesona JK yang dikabarkan melebihi SBY, anehnya memperlihatkan hasil yang berbeda.

Perolehan suara JK jauh dibawah prediksi lembaga-lembaga survey, bahkan masih dibawah perolehan suara Mega-Prabowo. Pemberitaan media dan isu yang berkembang saat itu pun alasan kegagalan JK-Wiranto adalah memang ditakutkan jika seorang yang memiliki background pengusaha menjadi penguasa, maka kepentingan pribadi menjadi segala-galanya.

Di era pemerintahan Gus Dur sendiri, JK juga pernah diduga terlibat praktek KKN(Korupsi, Kolusi, Nepotisme) sehingga harus dipecat dari jabatannya selaku menteri perdagangan saat itu, meski hingga kini tak secara jelas dibuka ke publik dalam kasus apa. Dilihat dari silsilah keluarga, JK pun memiliki keluarga besar, 17 kakak beradik yang sebagian besar berkiprah dalam dunia bisnis.

Meski kalau dilihat dari ke 5 anak-anaknya saat ini terbilang sudah cukup mapan. Secara emosional, saya mengenal pak Jusuf Kalla dalam berbagai kesempatan wawancara door stop dan one to one.

Pengalaman makan siang di rumahnya menjadi pengalaman yang menunjukan kepada diri saya sendiri bagaimana sosok JK sebenarnya. Di depan dan belakang layar, pak Jusuf Kalla memang tipe orang yang ceplas-ceplos dan apa adanya. Mungkin juga karena bukan berlatar belakang militer, makanya ketika berbicara dengan beliau tak ada perasaan sungkan ataupun rasa takut salah bicara.

Kalau anda membayangkan ketika sudah pernah menjabat sebagai orang kedua terpenting di negeri ini maka perlakuanya jauh berbeda, anda salah besar. Karena yang saya rasakan pribadi, pak JK itu sangat down to earth, walaupun terlahir dari keluarga berada.

Menu masakan istri pak JK sama dengan masakan rumah umumnya, ikan teri dan lalapan. Namun yang paling menyentuh hati saya secara pribadi adalah pak JK tak segan mempersilahkan tempat makan dirinya dan keluarganya bagi saya dan cameramen dan driver saya saat itu. Mungkin benar peribahasa yang beredar “kalau SBY bertanya: sudah makan?, kalau pak JK berkata: mari makan!”.

Prabowo Subianto

Sosok Prabowo Subianto menjadi topik perbincangan yang cukup hangat apalagi dalam beberapa bulan terakhir ini. Semenjak dipastikan menjadi calon presiden 2014, rasanya hampir setiap hari setiap saya melewati sekumpulan orang, baik itu sekedar di kedai kopi ataupun terlebih di kantor saya, saya harus mendengar perbincangan tentang dukungan mereka kepada Prabowo atau justru cercaan tentang masa lalu nya.

Lima bulan terakhir ini saya memang lebih banyak diberi kesempatan menjadi FP (Field Producer) yang menangani tim SNG(Satelite News Gathering) untuk siaran langsung atau live. Dalam beberapa kesempatan saya bertanggung jawab dalam peliputan kegiatan Prabowo. Secara langsung melihat beliau, tak ada yang jauh berbeda dengan sosok yang saya jumpai sekitar 2 tahun lalu.
Secara pribadi saya mewawancarai beliau, saat kemenangan Jokowi-Ahok dalam pilkada DKI putaran kedua. Malam itu, saya mewawancarai Prabowo di dalam ruangan, dimana Jokowi dan Ahok berada di luar mendeklarasikan diri kemenangan mereka. Hampir seluruh orang sudah tahu bagaimana sosok Prabowo, dan memang demikian adanya karena latar belakang militernya membuat Prabowo menjadi pribadi yang tegas dan cukup birokratis saat berusaha mewawancarai beliau.

Harus loby ajudan terlebih dahulu, harus lewat pengawalan yang ketat, dan ketika bertemu beliau pertanyaannya harus jelas. Berhubung saat itu topiknya cukup menyenangkan, karena terkait dukungan Prabowo yang memenangkan Jokowi-Ahok, jadi perasaan takut salah bicara sedikit hilang dari benak saya saat itu.

Secara umum kalau saya dapat gambarkan sosok Prabowo memang memiliki kepribadian yang sangat D (Dominance). Bukan rahasia lagi ciri-ciri kepribadian Prabowo yang sangat aktif dan agresif, kompetitif, menyukai tantangan dan senang memerintah sekaligus mendominasi. Hal-hal ini adalah sangat wajar dan bahkan mengalir dalam darah seorang dengan personality D.

Yang menjadi kekhawatiran adalah ketika seorang dengan personality D ini kemudian misalnya memerintah dengan mengintimidasi, atau memaksa dengan ancaman serta mendominasi dengan menyalahgunakan kekuasaan.

Inilah kemudian area karakter yang harus diubah atau dihindari. Saya sendiri merupakan tipe personality D ini, sehingga dari faktor emosional saya sedikit mengetahui kekuatan dan kelemahan orang lain dengan tipe yang sama. Melihat lebih dekat Prabowo, image garang dan kasar sebenarnya sangat jauh dari apa yang diperguncingkan media.

Setiap manusia pastinya memiliki karakter baik dan buruk, namun apa yang saya saksikan apalagi dalam beberapa bulan terakhir bagaimana media memperbesar pemberitaan sisi negatif dari seorang Prabowo Subianto.

Kalau anda melihat dari sepak terjangnya dalam karir memang benar Prabowo tak pernah memegang pemerintahan. Prestasi yang diraih adalah seputar karir militer, cukup berbeda dengan Presiden SBY, dimana meski berlatar belakang sama dari militer, namun sebelum menjadi Presiden, SBY pernah menjabat posisi strategis dalam pemerintahan Presiden Megawati, yaitu sebagai menteri ESDM dan Menteri Koordinator Politik Hukum Keamanan.
Namun secara umum prestasi Prabowo dalam militer terlihat membanggakan walaupun saya sendiri hanya mengetahui lewat wikipedia atau artikel-artikel lainnya, sebut saja seperti Operasi Timor Timur, Kopassus, penyelamatan Mapenduma para peneliti yang disekap OPM.

Menurut saya pribadi yang menarik adalah ketika isu pelanggaran HAM saat kerusuhan 1998 dan isu kudeta yang ditudingkan ke Prabowo justru menjadi nilai jual dari Prabowo sendiri. Karena logika saja, saat itu Prabowo bertindak sebagai Panglima Kostrad dimana masih memiliki atasan Panglima ABRI yang tak lain adalah Wiranto.

Secara sederhana, ketika ada isu kudeta masakan atasan sendiri tak mengetahui, tapi dari situlah terlihat jiwa kepemimpinan Prabowo Subianto yang mengambil tanggung jawab atas tudingan tersebut. Saya pribadi berpendapat sebenarnya isu masa lalu Prabowo bukanlah menjadi isu utama yang bisa mengalahkan Prabowo dalam pilpres 2014 ini, seperti yang dikatakan beberapa pengamat yang justru harus dikhawatirkan adalah bagaimana meredam isu ibu negara.

Meski tak ada aturan akan peran ibu negara dalam pemerintahan, namun budaya ketimuran Indonesia masih kental dengan adat aturan yang sudah baku. Tidak secara jelas Prabowo berencana apa ketika terpilih, apakah seperti yang diberitakan media akan kembali rujuk dengan Titik Soeharto atau justru membuat pemerintahan dengan sistem yang berbeda dengan pemerintahan sebelumnya dimana mungkin peran istri dari wakilnya yang akan mengambil alih semua peran ibu negara nantinya atau seperti apa.

Yang jelas wakil ketum Gerindra Fadli Zon pernah berkata tidak menjadi masalah sekalipun nanti tak ada ibu negara, artinya sudah ada skenario yang dipersiapkan. Dan jika dibandingkan dengan negara lain, negara Bolivia dengan Presiden Evo Morales pun bisa sukses tanpa kehadiran ibu negara. Namun sebenarnya titik lemah Prabowo ini pun sebenarnya bisa menjadi kekuatannya.

Ketika isu KKN rentan dengan kepentingan pribadi dan keluarga, secara umum sosok Prabowo tak memiliki kepentingan untuk memperkaya diri dan keluarganya. Apalagi kepribadiannya sangat self independen, meski terkesan egois namun ini justru jadi kekuatan Prabowo untuk menujukan idealisme dirinya sebagai seorang negarawan yang mengutamakan kepentingan bangsa di atas segalanya.

Secara emosional, saya pribadi mengapresiasi sikap legowo pak Prabowo ketika “anak didiknya” menjadi lawan tarungnya dalam pilpres 2014 ini. Sejak malam kemenangan Jokowi-Ahok sebenarnya isu skenario Prabowo-Jokowi 2014 sudah merebak luas. Jokowi hanya akan menjabat selama 2 tahun dan Ahok yang akan menggantikan jadi gubernur DKI.

Namun skenario saat itu Jokowi hanya akan menjadi cawapres, tak disangka akhirnya Prabowo pun harus berlapang dada orang yang dibesarkannya saat itu, dimana dana pemenangan Jokowi-Ahok kebanyakan berasal dari Prabowo, akhirnya menjadi satu-satunya lawan politik dalam pemilu 2014 ini.

Joko Widodo

Di antara para tokoh capres dan cawapres, sosok Joko Widodo merupakan sosok yang saya lebih ketahui dari media dan teman-teman wartawan saja. Beberapa pengalaman pribadi saya mewancarai Jokowi hanya lewat kesempatan door stop, karena saya memang bukan wartawan DKI1.

Walaupun saya sangat mengikuti sepak terjang beliau yang awalnya dikejar media saat awal isu mobil esemka. Namun sayang proyek mobil esemka yang menaikan popularitas Jokowi menjadi figur nasionalis yang mencintai produk dan karya anak dalam negeri, hingga kini tak terdengar keberadaannya.

Semua hanya demi pencitraan dan masyarakat termakan dengan isu-isu seperti ini. Tapi memang justru ini adalah bagian kekuatan dari pribadi Jokowi, yang menurut saya memiliki personality I (Influencer).

Tipe I ini memang sangat disukai banyak orang di hampir semua komunitas. Karena pembawaannya yang sangat expresif, memiliki selera humor yang tinggi, spontan dan kreatif. Kebanyakan artis memiliki kepribadian ini, inilah juga yang dimilliki Jokowi, bagaimana sejak awal Jokowi sangat bisa memainkan peran media.

Secara prestasi dalam pemerintahan Jokowi memang terbilang memiliki pengalaman yang cukup mumpuni atas pengalaman hampir 10 tahun di bidang eksekutiv, sejak menjabat Walikota Solo hingga Gubernur DKI Jakarta.

Tapi seperti kebanyakan pengamat menilai bagaimana pengalaman ini belum cukup membuktikan kemampuan Jokowi untuk memimpin Indonesia yang memiliki masalah yang kompleks. Secara emosional, saya mengenal sosok Jokowi sangat santun seperti orang Solo pada umumnya.

Gaya bicaranya saat diwawancarai pun ceplas-ceplos dan hangat. Bahkan kalau kami bertanya suatu hal yang dirinya tak tahu, Jokowi pun tak segan menyatakan tak tahu tanpa harus berpura-pura tahu atau mencari jawaban normatif.

Terkadang ini dilihat sebagai kekuatan, namun ini kemudian yang menurut saya pribadi menjadi kelemahan dari sosok Joko Widodo. Karena menurut saya, meski menjaga image itu terlihat seperti kepura-puraan, namun dari situlah kemampuan politik anda terlihat.

Terkadang memang tanpa memperlihatkan kebodohan, efek drama melankolis perlu diperlihatkan untuk menarik simpatik. Tapi justru inilah kepintaran Jokowi, pendekatan yang diambil sangat cerdas untuk menarik hati orang pada umumnya.

Tak hanya masyarakat, namun kami pun para wartawan merasakan kehangatan yang terkadang menjadi pemicu hilangnya cara berpikir kritis seorang jurnalis. Kelemahan dari tipe I juga sebenarnya adalah mengucapkan janji yang berlebihan serta selalu berusaha menyenangkan orang lain.

Bukan rahasia lagi dibalik kemunculan capres Jokowi, ada mantan Presiden Megawati yang jika saya bisa menilai memiliki karakter yang cukup dominance. Akan tidak menjadi masalah jika Jokowi sudah belajar banyak tentang politik, dimana tahu kapan memainkan kepentingan di atas segalanya.

Kapan harus loyal dan kapan harus independen, namun jika yang dimunculkan karakter baik dari seorang Jokowi, maka ini pun akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Maka kekhawatiran banyak pihak dimana segala kebijakan Jokowi merupakan perpanjangan tangan Megawati dipastikan akan menjadi kenyataan.

Kebijakan transaksional dan politik dinasti seakan tak akan pernah habisnya.

[0yen85/rioC/abdulllah/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version