Sahabat Voa Islam,
Air mataku tak bisa lagi aku bendung ketika melihat rudal-rudal Israel memporak-porandakan pemukiman warga yang tak berdosa. Para wanita pun tunggang-langgang dibuatnya, berhamburan keluar rumah menyelamatkan anak-anak mereka. Deru langkah ketakutan saling berpacu ke segala arah. Tapi apa daya, ratusan roket Benjamin Netanyahu berlari lebih cepat. Membuntuti mereka dari segala penjuru mata angin. Mereka hanya bisa menyerah pada kematian, yang hanya berjarak satu jengkal dari urat nadi mereka. Tangan dan kaki mereka hancur, bola mata mereka keluar, isi perutpun terurai. Mereka diluluh lantahkan oleh peluru. Tubuh mereka menyatu bersama panasnya mesiu. Ratusan roket, yang “mewarnai” awan Palestina, mendarat tepat dipemukiman warga. Sontak nyawa para penghuni Gaza “ditampung” dalam dekapan erat malaikat Izrail.
Jika kita memang seorang muslim, tolong tanya sanubari kita yang paling dalam. Adakah getaran di dalam hati kita ketika melihat saudara kita dibantai secara bengis?. Jika anda bukan muslim, katakanlah anda sebagai seorang manusia biasa yang tanpa agama, bagaimana perasaan anda ketika ribuan orang menjadi tawanan di negeri sendiri? Yang menawan adalah tamu mereka. Karena jika tamu tersebut tidak diberikan tumpangan pada waktu itu, mereka akan mati mengenaskan dan musnah di daratan eropa. Dahulu diberi tumpangan dan pertolongan, kini merampok tanah dan menghabisi nyawa orang-orang yang telah menolong mereka.
Hatiku merasa tersayat ketika melihat puluhan nyawa warga Palestina ditelan oleh roket zionis, dan sementara dua kubu (Prabowo dan Jokowi) asyik ber-euforia mendeklarasikan kemenangan masing-masing sebagai presiden di pemilu 2014. Demi sebuah kekuasaan RI 1.
Hatiku merasa tersayat ketika melihat puluhan nyawa warga Palestina ditelan oleh roket zionis, dan sementara dua kubu (Prabowo dan Jokowi) asyik ber-euforia mendeklarasikan kemenangan masing-masing sebagai presiden di pemilu 2014. Demi sebuah kekuasaan RI 1.
Jika bapak prabowo ingin menjadi presiden Indonesia, maka tunjukannlah bahwa anda memang seorang pemimpin umat islam di negeri ini. Lakukan sesuatu hal yang konkrit atas nama diri anda sendiri dahulu terhadap Palestina. Anda mantan prajurit terbaik di negeri ini, maka tunjukanlah kembali jiwa itu untuk melenyapkan penjajahan terhadap warga Palestina. Saya yakin anda terbiasa dengan bau mesiu, bau amis darah, peluru, bom, dan alat-alat militer lainnya. Tapi apakah diri anda terbiasa melihat darah umat muslim ini terus mengucur tanpa memberikan perlawanan? Kami ingin melihat jiwa ksatria anda untuk menolong kaum muslimin Palestina. Jika jiwa ksatria tak pernah diasah maka ia akan berubah menjadi jiwa yang tak berdaya. Ketika anda ingin menjadi pemimpin di Indonesia, hal itu bermakna bahwa anda bukan saja membela umat Islam Indonesia tetapi juga umat Islam di seluruh dunia, termasuk Palestina. Karena umat islam yang satu dan lainnya seperti sebuah tubuh. Jika yang satu sakit, maka yang lain pun juga akan merasakan sakit. Jika satu muslim darahnya tertumpah di Palestina, muslim di belahan dunia lainpun juga ikut merasakan tumpahan darahnya.
Begitupun juga untuk tuan Jokowi, stop dan hentikan segala macam pencitraan tuan. Mungkin sudah ratusan blusukan anda lakukan ke berbagai lembah-lembah kumuh. Tapi untuk kali ini, lakukanlah blusukan ke dalam hati kecil anda. Sekumuh apapun tempat yang pernah anda singgahi, ketahuilah wahai tuan Jokowi, hal terkumuh di dunia ini adalah hati kita sendiri. Karena hati itu merekam segala niat dan perilaku kita setiap detiknya. Jika anda berambisi menjadi pemimpin di negeri ini (yang mayoritas muslim), maka tunjukan keberpihakan anda kepada Palestina karena mereka juga muslim. Bukan hanya sekedar konferensi pers, tapi langkah nyata anda sebagai seorang muslim, tuan. Jika hal itu masih sulit untuk anda, lakukanlah langkah konkrit dari anda sebagai seorang manusia. Iya, seorang manusia yang juga merasa kecut ketika mendengar desingan peluru dan dentuman roket jika mendarat di atap rumah anda.
Indonesia perlu memberikan bantuan militer terhadap kaum Palestina. Sudah menjadi barang tentu bahwa amerika dan antek-anteknya mendukung Israel. Amerika tak berdaya ketika perekonomiannya dipegang oleh orang-orang yahudi amerika yang pro-zionis. Mengapa negara-negara barat hanya diam dan mengadakan diplomasi-diplomasi politik munafik dan murahan kepada Israel tanpa memberikan gempuran militer terhadap Israel? Tapi jika negara-negara muslim lain yang tengah dilanda pertikaian saudara, negara-negara barat dengan serta merta mengirimkan pasukannya kepada negara tersebut, yang biasanya hanya memperkeruh suasana disana. Melakukan diplomasi hanyalah memperpanjang waktu untuk melihat semakin banyak warga Palestina yang bergelimpangan menjadi mayat di jalan-jalan. Bersatunya negara-negara muslim untuk memberikan agresi militer kepada Israel merupakan sebuah cara yang pastinya ditakuti oleh kaum zionis. Karena kekuatannya tak mungkin menandingi kekuatan negara-negara muslim jika saja mereka bersatu.
Desingan peluru, dentuman roket, darah yang memuncah dari warga Palestina, hanya menjadi tontonan umat manusia di seluruh dunia. Masihkah kita tak tergerak ketika melihat hal itu melalui layar kaca TV kita dan hanya duduk manis di atas sofa yang empuk ? Bagaimana andaikata kondisi itu menimpa negeri ini dan negara-negara lain hanya menonton kita menjemput maut diujung rudal ?
Jika ratusan mayat Palestina yang bergelimpangan tak mampu lagi mendorong kita untuk memberikan pertolongan, mungkin hati kita telah mati karena sibuk mencari kekuasaan. Atau mungkin kecintaan kita kepada dunia yang membuat kita lupa akan sesama, hingga kita tak mampu lagi menghargai nyawa manusia. Sepertinya, euforia di Indonesia telah mematikan sanubari kita, hingga Gaza tetap terus mengalirkan darah segar warga Palestina yang tak berdosa.
Ihshan Gumilar
Peneliti dan Dosen Psikologi Neuropsychology BINUS