View Full Version
Sabtu, 22 Nov 2014

Kondisi Peralatan Angkatan Bersenjata RI Dalam Bahaya

Oleh: Hendrajit, dan Tim Riset Global Future Institute

Sekadar gambaran ekstrim, mari kita paparkan perbandingan anggaran belanja militer Republik Rakyat Cina dan Indonesia. Anggaran belanja yang dialokasikan kepada TNI hanya nol koma sekian persen atau 37 triliun rupiah.

Sekadar gambaran ekstrim, mari kita paparkan perbandingan anggaran belanja militer Republik Rakyat Cina dan Indonesia. Anggaran belanja yang dialokasikan kepada TNI hanya nol koma sekian persen atau 37 triliun rupiah. Cina, anggaran militernya pada 2009 ini menurut sumber informasi yang cukup valid, telah mencapai 755 triliun rupiah atau US$ 70,2 miliar. Berarti pada 2009 anggaran militer Cina mencapai 14,9 persen dari jumlah total anggaran belanja Cina.

Dari fakta ini saja sudah sepantasnya para pemegang kewenangan pertahanan dan keamanan Indonesia merasa khawatir. Bahkan dengan anggaran yang sebegitu kecil itupun, Departemen Pertahanan ternyata belum melunasi pembayaran uang muka pemesanan 134 unit panser kepada PT Pindad.

Menurut kontrak yang telah disepakati, uang muka sekitar Rp 190 miliar seharusnya dilunasi pada 2009. Namun keterbatasan anggaran menyebabkan pembayaran tertunda hingga 2010.

Ini hanya sekadar ilustrasi kecil betapa rapuhnya pengelolaan manajemen pertahanan maupun pembinaan serta pengembangan angkatan bersenjata Republik Indonesia.

Berkaitan dengan hal itu, berikut beberapa isu bidang pertahanan yang hendaknya menjadi perhatian para calon presiden yang akan berlaga pada pemilihan presiden 8 Juli mendatang.

Anggaran Pertahanan

Anggaran pertahanan Indonesia masih di bawah 1% dari PDB. Ini jelas sangat kecil dibandingkan Malaysia dan Singapore yang anggaran pertahanannya di atas 1%. Pada tahun 2009, Anggaran Pertahanan Indonesia malah hanya Rp 35 triliun dari sebelumnya yang sekitar Rp 36,39 triliun. Padahal menurut Menteri Pertahana Juwono Sudarsono, kebutuhan minimal Departemen Pertahanan dan TNI seharusnya Rp 100,53 triliun.

Saat ini, kalau sekadar soal anggaran, apa yang diharapkan mantan Menhan Sudarsono sudah terwujud. Anggaran pertahanan kita saat ini sudah mencapai lebih dari Rp 100 Triliun. Namun apakah ini seiring dengan peningkatan dan pengembangan modernisasi TNI berikut Alutsista-nya? Tidak juga.

Skandal terbesar dari isu anggaran pertahanan RI yaitu fakta bahwa Angkatan Darat masih mendapatkan porsi anggaran yang terbesar yakni Rp 16,1 triliun. Padahal menurut berbagai penelitian, justru angkatan darat saat ini yang paling tidak produktif. Sehingga anggaran terbesar yang diserap angkatan darat sebenarnya hanya untuk anggaran rutin, dan bukan anggaran untuk pengembangan angkatan bersenjata sesuai dengan pola ancaman yang dihadapi.

Sedangkan angkatan laut, yang sebenarnya saat ini seharusnya menjadi primadona mengingat ancaman terhadap kedaulatan negara datang dari laut anggarannya ustru hanya dialokasikan sebesar Rp 5,5 triliun. Sedangkan angkatan udara menerima alokasi anggaran Rp 3,98 triliun.

Tak heran jika angkatan laut dan udara seringkali mengalami kecelaakan laut dan udara akibat rapuhnya peralatan yang dimiliki kedua angkatan. Jatuhnya Herkules TNI AU C-130/A-1325 merupakan bukti nyata betapa tidak handalnya peralatan militer angkata udara kita.

Modernisasi Peralatan Tempur TNI Angkatan Laut

Sebagian peralatan tempur sudah tua dan tidak layak pakai. Anggaran pertahanan yang terbatas adalah penyebab utama TNI tidak dapat memodernisasikan peralatan tempurnya.

TNI AL saat ini, hanya 40 persen peralatan tempurnya yang layak pakai. Yaitu meliputi 126 unit KRI dengan kondisi siap operasi hanya 61 unit. Berarti hanya 48,4 persen dari 126 unit KRI yang bisa digunakan. Sedangkan dari 209 unit KAL, hanya 76 yang siap operasi(36%).

Dari 435 unit kendaraan tempur marinir, hanya 157 yang siap operasi(36,1%). Sedangkan dari 66 unit pesawat udara, yang siap operasi hanya 32 unit (48%).

Bisa dibayangkan betapa mudahnya pertahanan laut di perairan Indonesia ditembus oleh angkatan laut negara-negara asing. Apalagi ketika kondisi peratalan pertahanan kita rata-rata tidak sesuai dengan perkembangan tekonologi. Bahkan saat ini marinir kita masih menggunakan kendaraan kendaraan tempur produksi 1960-an.

Pada umumnya usia pakai kapal selam, kapal perusak kawal rudal, dan kapal cepat roket telah melebihi 22 tahun. Bahkan kondisi 79 buah KRI, kapal patroli, dan kapal pendukung yang layak pakai, usianya sudah mencapai 20 sampai 40 tahun. Usia yang sudah sangat tua dan renta untuk ukuran keampuhan peralatan tempur.

Modernisasi TNI Angkatan Udara

Menelisik kondisi tempur TNI angkatan udara kita, saat pesawat tempur milik TNI AU sebanyak 90 unit, terdiri dari F-16 Fighting Falcon, F-5 Tiger, A-4 Sky Hawk, Hawk 100/200, MK-53, OV-10 Bronco, dan Sukhoi. Sedangkan 140 pesawat lainnya merupakan armada pendukung, seperti pesawat latih, pesawat intai, pesawat angkut, pesawat VIP dan helikopter.

Namun, tragisnya, seperti juga yang dialami TNI AL, dari keseluruhan pesawat milik TNI AU hanya 57 persen yang dalam keadaan siap operasi. Disamping itu kondisinya pun berada di bawah standar. Inilah yang dialami oleh jenis OV-1 Bronco yang dibuat tahun 1976 dan digunakan TNI AU sejak 1979. Itupun hanya 4 yang dinyatakan siap.

Sedangkan pesawat tempur F-5 Tiger buatan 1978, dari 12 yang dimiliki hanya dua yang dinyatakan siap. Pesawat Hawk MK-53 buatan 1977, dari 8 unit yang ada, hanya dua yang dinyatakan siap atau layak operasi.

Selain itu, sejumlah pesawat angkut Fokker 27 buatan 1975, dari 7 yang ada, hanya 4 yang masih siap terbang.

Bandingkan dengan angkatan udara India yang jumlah pesawatnya saja mencapi 1007 unit dan helikopter sekitar 240 unit. Semuanya dalam keadaan siap operasi.

Kunci untuk keluar dari keterpurukan ini sebenarnya cukup sederhana. Presiden terpilih 2014 mendatang harus mengagendakan terbentuknya sebuah badan yang memayungi seluruh pemangku kepentingan (Stakeholders) dari pertahanan dan keamanan. Presiden harus membentuk Dewan Keamanan Nasional yang memayungi sektor pertahanan, intelijen, kepolisian, untuk bersama-sama merumuskan apa yang menjadi ancaman nasional.

Dan segera menyusun strategi, dan menentukan strategi dalam rangka menentukan sarana yang didayagunakaqn untuk mennghadapi pola ancaman yang dihadapi bangsa dan negara Republik Indonesia.


latestnews

View Full Version