View Full Version
Senin, 08 Dec 2014

Miras Semestinya Diperlakukan Lebih dari Rokok

OPINI:
 
Masalah minuman keras (miras), disadari ataupun tidak, diakui ataupun tidak, kenyataanya sudah mengakar di masyarakat. Apakah  kita pernah mendengar, melihat, ataupun membaca iklan sosialisasi tentang bahaya miras, yang merusak secara fisik dan moral, menyebabkan kerusakan parah organ dalam tubuh, putusnya syaraf otak, juga menjadi pemicu timbulnya aksi kejahatan, pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, serta sederet masalah sosial lainnya?
 
Faktanya, minuman keras ini jarang disinggung oleh banyak pihak memiliki dampak merusak pada kesehatan, terlebih menyebabkan kematian seketika.    Hal ini berbeda jauh dengan kampanye rokok yang massif.  Kita dengan fasih bisa menyebut dampak rokok yang mengganggu kesehatan, menyebabkan kanker, mengganggu pertumbuhan janin, impotensi, dan kini disertai ilustrasi gambar-gambar seram.  
 
Padahal efek negatif akibat pengaruh minuman beralkohol itu langsung terasa, persis seperti narkoba, yang mampu membuat orang hilang akal sehatnya.   Betapa sering kita dengar supir angkutan umum yang mabuk alkohol menyupir dengan ugal-ugalan, membahayakan nyawa penumpangnya dan kendaraan lain.  Atau masih segar di ingatan kasus Afriyani, penabrak sembilan nyawa pejalan kaki di Tugu Tani, yang belakangan diketahui usai pesta miras dan ekstasi malam sebelumnya.
 
Miras, yang sama-sama dikenakan cukai seperti rokok, kenyataannya lebih ‘longgar’ peredarannya dibanding rokok.  Kendati razia miras oleh polisi kerap dilakukan, namun dapat kita lihat, yang diberangus hanya miras tanpa merek, atau tanpa cukai.  Seakan miras lainnya yang bermerek dan ‘resmi’ tidak memiliki dampak merusak. 
 
Negara yang berkewajiban memberi rasa aman dan nyaman di masyarakat, serta menyelesaikan berbagai masalah sosial dan kesehatan warganya, seakan menutup mata terhadap bahaya miras ini.   Peredaran miras seharusnya benar-benar dibatasi.  Tidak seperti saat ini, dimana beragam supermarket, swalayan, hingga warung pinggir jalan, bebas menjajakan minuman beralkohol berdampingan dengan minuman ringan lainnya.   Akibatnya tidak ada filter bagi pembeli, semua kalangan usia bisa dengan mudah mendapatkannya.
 
Kebiasaan segelintir warga atas nama hak asasi untuk mengkonsumsi miras, seharusnya tidak lantas menggeneralisir perizinan dan peredaran miras secara bebas.   Terlebih, bagi kalangan muslim yang mayoritas di negeri ini atau bagi anak-anak, miras termasuk barang yang haram dikonsumsi.
 
Padahal, kasus pelanggaran miras lebih berat dari sekedar mengemplang cukai. Pasal 358 KUHP mengancam pidana kurungan maksimal tiga minggu bagi penjual atau wakilnya yang menjual miras pada anak di bawah umur (16 tahun).   Namun, Permendag nomor 20/M-DAG/PER/4/2014, pasal (15) memberi ketentuan lain untuk batasan usia, dimana melarang setiap orang menjual miras pada pembeli di bawah umur 21 tahun, dengan menunjukkan bukti KTP.
 
Permendag tersebut juga malah mereduksi ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 3 tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol.  Dalam Keppres tersebut, Pasal 5 ayat (2) menyebutkan Miras dilarang dijual/diedarkan berdekatan dengan tempat peribadatan, sekolah, rumah sakit, dan tempat lainnya sesuai keputusan kepala daerah.   Sedangkan Permendag 20/2014 malah ‘memperluas’ peredaran miras hingga ke minimarket, supermarket, hypermarket, atau toko pengecer lainnya (pasal 14).
 
Terbitnya perangkat hukum yang  mempermudah peredaran miras di berbagai tempat umum, mendorong konsumsi miras yang mengkhawatirkan, bak jamur di musim hujan.  Maka, kini kita sama-sama menyaksikan tumbangnya anak bangsa di ujung botol miras oplosan.  Miras bermerek Cherry Bell itu merenggut sedikitnya tiga nyawa dan ratusan lainnya terkapar di Kabupaten Sumedang. 
 
Tanpa mengesampingkan bahayanya rokok bagi kesehatan, sudah tentu miras, dengan segala ‘kelebihan’ dampak negatif yang ditimbulkannya, harus ‘diperlakukan’ lebih dari rokok.
 
 
 A.   Fikri Faqih
        Anggota DPR RI, Komisi VIII, Fraksi PKS
        Pendidik, pemerhati sosial, dan pelayan masyarakat

latestnews

View Full Version