View Full Version
Rabu, 24 Dec 2014

Perzinahan dan Kondomisasi Penyebab Meluasnya Penyebaran Virus HIV/AIDS

Oleh: Abdul Halim       

Sahabat VOA-Islam...

Mantan Menteri Kesehatan di era Presiden SBY, si murtadin Nafsiah Mboi, selama ini dikenal sebagai tokoh utama kondomisasi di Indonesia dengan dalih ingin mencegah penyebaran virus HIV/AIDS. Maka tidaklah mengherankan meski menjabat Menkes hanya 2 tahun, namun selama itu penyebaran kondom sangat luar biasa di Indonesia, bahkan telah masuk ke berbagai lembaga pendidikan termasuk berbagai kampus universitas di Indonesia. Bahkan di era kepemimpinannya sebagai Menkes, mulai dimunculkan ATM Kondom di berbagai kota besar di Indonesia.

Sementara itu setiap tanggal 1 Desember selalu diperingati sebagai Hari AIDS se Dunia. Sejak virus HIV/AIDS pertamakali ditemukan di kalangan kaum homoseksual di kota San Fransisco, California, AS tahun 1980 lalu, hingga sekarang sudah lebih dari 40 juta orang meninggal dunia dan puluhan juta lainnya terinfeksi virus HIV/AIDS dan telah menjadi global effect dengan tingkat kecepatan penularan setiap 1 menit 5 orang terinfeksi. HIV merupakan kepanjangan dari Human Immudodeficiency  Virus, sedangkan AIDS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome, yang merupakan penyakit kelamin. Jadi HIV merupakan virus yang menyebabkan penyakit AIDS, sehingga disebut penyakit HIV/AIDS. 

Kalau semula penyebaran virus HIV/AIDS hanya dikalangan kaum homoseksual di AS sedangkan di Indonesia pertama kali ditemukan pada seorang turis homoseks Belanda di Bali (1987), saat ini telah menyebar ke seluruh dunia melalui praktek perzinahan atau pelacuran. Bahkan di Asia, diperkirakan terdapat 75 juta laki-laki yang menjadi pengemar seks bebas atau suka jajan dengan para wanita pekerja seks, sementara di Indonesia terdapat 3,3 juta laki-laki suka jajan seks sehingga omset bisnis pelacuran mencapai Rp 11 triliun per tahun, (Khofifah, 1999). Sedangkan sekarang omset bisnis pelacuran di Indonesia diperkirakan mencapai puluhan triliun rupiah per tahun.

Kasus ditangkapnya seorang ratu mucikari kelas tinggi di Surabaya yang memiliki ribuan PSK kelas elite, menunjukkan praktek pelacuran di Indonesia sudah sangat meluas termasuk kalangan the have. Maka tidaklah mengherankan jika industri seks di Indonesia seperti rumah bordil dan lokalisasi tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Disisi lain penyebaran penyakit mematikan HIV/AIDS semakin menggila seiring dengan kampanye kondomisasi termasuk di kalangan remaja dan mahasiswa melalui ATM kondom, dengan dalih pemakaian kondom di Indonesia masih termasuk rendah yakni 1,3 persen. Padahal sudah terbukti secara ilmiah, kondom tidak mampu mencegah penyebaran virus mematikan tersebut.  

Pada Konferensi AIDS se Dunia di Chiangmai, Thailand tahun 1995 lalu yang diikuti para pakar AIDS Internasional, diumumkan hasil penelitian ilmiah, ternyata kondom sama sekali tidak dapat mencegah penularan penyakit AIDS bahkan sebaliknya. Sebab ukuran pori-pori kondom jauh lebih besar dari virus HIV, dimana ukuran pori-pori kondom sebesar 1/60 mikron dalam keadaan normal dan menjadi 1/6 mikron atau membesar ketika dipakai ereksi. Padahal ukuran virus HIV hanya 1/250 mikron. Dengan demikian, ketika terjadi hubungan seks antara penderita HIV/AIDS dengan bukan penderita, maka virus HIV/AIDS dapat bebas berenang dalam sperma keluar masuk melalui pori-pori kondom. Sebenarnya fungsi kondom dirancang hanya untuk alat kontrasepsi, bukan sebagai alat untuk mencegah penularan virus HIV/AIDS. Sehingga kalau dikatakan kondomisasi dapat mencegah penularan virus HIV/AIDS adalah menyesatkan sekaligus membodohi masyarakat.  

Menurut data Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), jumlah penderita AIDS hingga 2010 mencapai 16.964 orang, padahal tahun 2005 baru 5.321 orang, sementara jumlah penderita AIDS yang tidak terdata jauh lebih banyak. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan, total kasus HIV/AIDS hingga 2010 mencapai 23.632 orang dengan angka kematian mencapai 3.492 orang dan tentunya sekarang jauh lebih banyak. Saat ini penyebaran virus HIV telah menjangkau 33 Propinsi dan 194 Kabupaten/Kota di Indonesia. Adapun propinsi yang paling banyak penderita AIDS adalah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Papua, tetapi prosentase paling tinggi di Papua. Mayoritas penularan virus HIV/AIDS melalui penggunaan napza suntik (49,1 persen) dan hubungan seks bebas (46,2 persen) baik heteroseksual, homoseksual maupun lesbian.

 

Mencegah

Setelah 34 tahun tersebar ke seluruh dunia dan menelan korban 50 juta orang, bandingkan dengan korban PD II yang mencapai 20 juta orang, hingga sekarang penyakit AIDS belum ditemukan obatnya, sehingga penderita dapat dipastikan akan mengalami kematian secara perlahan-lahan dalam jangka waktu antara 5- 10 tahun setelah pertama kali terinveksi virus HIV. Penderita HIV/AIDS tidak langsung mengetahuinya sehingga dirinya merasa masih sehat padahal telah terinveksi. Jika melakukan hubungan seks secara bebas, maka virus HIV akan tersebar kemana-mana sehingga jumlah penderitanya berlipat ganda sementara obatnya belum ditemukan. Bahkan di Rwanda, penyakit AIDS hampir memusnahkan sebuah bangsa (ethnic cleansing) termasuk para bayi yang baru lahir karena orang tuanya terinveksi, sehingga 30 persen perduduknya terinveksi virus HIV/AIDS. Bahkan membuat Rwanda yang miskin dan sering dilanda peperangan semakin collaps secara ekonomi karena biaya kesehatan untuk merawat penderita HIV/AIDS sangatlah mahal.        

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana cara mencegah penyebaran virus HIV/AIDS yang mematikan itu sedangkan obatnya belum ditemukan sampai sekarang.

Pertama, praktek dan legalisasi perzinahan dengan mengizinkan beroperasinya berbagai lokalisasi harus segera dihentikan. Para pemimpin daerah seperti Gubernur, Bupati atau Walikota seharusnya mencontoh mantan Gubernur Sutiyoso yang sukses menutup lokalisasi Kramat Tunggak di Jakarta Utara dan akhirnya dijadikan Jakarta Islamic Centre (JIC) yang megah. Pasalnya, legalisasi perzinahan atau pelacuran jelas bertentangan dengan UU dan budaya luhur bangsa Indonesia yang dikenal religius.

Kedua, kampanye kondomisasi hanya menyesatkan dan membodohi masyarakat sekaligus melegalkan perilaku seks secara bebas. Apalagi kondom sebenarnya hanya dirancang sebagai alat kontrasepsi dan itupun tingkat kegagalannya mencapai 30 persen, apalagi kalau untuk mencegah penularan penyakit AIDS bisa lebih tinggi lagi mencapai 90 persen bahkan 100 persen.

Ketiga, penyebaran pornografi dan pornoaksi melalui media massa terutama televisi harus segera dihentikan. KPI dan KPID harus tegas menindak stasiun televisi swasta nasional ataupun lokal yang sengaja menyebarkan pornografi dan pornoaksi. Sebab selain bertentangan dengan UU, juga akan berdampak pada semakin meningkatnya pergaulan bebas, perselingkuhan, pelacuran, kehamilan diluar nikah bagi remaja, aborsi, kelahiran anak diluar nikah, perkosaan, perilaku seksual menyimpang (sexual deviation) seperti homoseks, lesbian, incest dan pedofilia, serta semakin meningkatnya penyakit kelamin seperti HIV/AIDS. (Dadang Hawari, 2011).

Keempat, pendidikan agama terus digalakkan baik di sekolah maupun rumah tangga. Peran guru dan orangtua sangat penting terutama kaum ibu untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi anak sholeh dan sholihah, sehingga terhindar dari berbagai macam pergaulan bebas. Disampung itu pendidikan model pesantren yang berupa sistim boarding school juga perlu digalakkan tidak hanya di SMP, SMA ataupun SMK swasta tetapi juga negeri. Sebab ternyata model pendidikan dengan sistim boarding school sangat banyak manfaatnya untuk mengawasi pergaulan para murid, menjaga nilai akhlaq, moral dan etika serta meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya. [syahid/voa-islam.com)

Foto: dreamlandaulah.wordpress.com


latestnews

View Full Version