View Full Version
Senin, 05 Jan 2015

Kemerdekaan Palestina dan Kelicikan Politik Barat

Sahabat VOA-Islam...

Dari Abu Hurairah ra dari Nabi SAW:

Tidak akan terjadi kiamat hingga kaum muslim memerangi Yahudi, kemudian kaum muslimin memerangi mereka sampai akhirnya orang-orang Yahudi (berlarian) berlindung di balik batu dan pepohonan. Lalu batu dan pepohonan itu berkata, “Wahai muslim…wahai hamba Allah…Ini, ada orang Yahudi bersembunyi di belakangku, kemari, dan bunuhlah dia.” [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Berbondong-bondong negara-negara Uni Eropa memberikan pengakuan Palestina sebagai entitas negara merdeka. Langkah itu muncul setelah keputusan resmi pemerintah Swedia mengakui negara Palestina pada bulan Oktober lalu. Disusul parlemen Inggris, Perancis, Irlandia, Spanyol, dalam resolusi tidak mengikat yang menyerukan pemerintah mereka untuk mengakui Palestina. Tampaknya langkah ini akan mendapat hambatan setelah Partai Rakyat Eropa yang merupakan blok terbesar di Parlemen Eropa dengan koalisinya dari Aliansi Liberal dan Demokrat, menyatakan bahwa pengakuan harus menjadi bagian dari kesepakatan antara Palestina dan Israel yang dicapai melalui negosiasi.

Jauh-jauh hari sebelumnya Sidang Majelis Umum PBB di New York (29/11/2012) memberikan sinyal hijau mengakui peningkatan status Palestina sebagai negara pemantau non-anggota dari status sebelumnya sebagai entitas pemantau yang diwakili PLO. Berdasarkan hasil voting yang dilakukan, Palestina mendapat dukungan mayoritas, yakni 138 anggota majelis umum PBB. Sementara hanya 9 anggota yang menolak dan sisanya 41 anggota abstain. Dengan status negara pemantau non-anggota, Palestina bisa bergabung ke dalam organisasi-organisasi PBB serta terlibat dalam perjanjian-perjanjian internasional. Hal ini merupakan langkah maju bagi Palestina dalam upaya diplomasinya memperoleh kemerdekaan.

Sebagian warga palestina kemudian bersuka cita atas peningkatan status palestina, beberapa negara barat dan negeri muslim pun mendukung hal itu. Mereka berharap agar hal tersebut dapat meredakan dan mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina yang terjadi sejak puluhan tahun silam. Sebelumnya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dalam pidato menjelang voting digelar, menyebut pengakuan PBB bagi peningkatan status Palestina itu merupakan "napas baru" menuju negosiasi damai dengan Israel.

"Upaya kami bukan untuk mengakhiri proses negosiasi, yang telah kehilangan tujuan dan kepercayaan, melainkan bertujuan untuk mencoba napas baru untuk perundingan dan meletakkan fondasi yang kuat sesuai kerangka acuan resolusi internasional yang relevan agar negosiasi berhasil," ujar Abbas.

Israel dibentuk oleh berdasarkan kepentingan Inggris untuk menanamkan sebuah organ asing di dunia Islam. Akan tetapi melemahnya Inggris setelah Perang Dunia II membuat AS mengambil alih kendali atas kawasan tersebut. AS menolak gagasan pergantian pengaruh Eropa, dan AS pun menolak gagasan pembagian kekuasaan dengan negara lainnya. AS melindungi Israel, menjamin keamanannya, dan mengamankan standar hidup bangsa Yahudi yang hidup di sana.

Israel telah menjadi sebuah negara dan memobilisasi segala sumber daya untuk pencapaian jangka panjang. Akan tetapi tanpa dukungan Barat dan para penguasa boneka yang ditanamkan di dunia Islam, tidak akan mampu mencapai posisi mereka saat ini. Pengkhianatan nyata telah dilakukan oleh penguasa-penguasa di negara-negara Timur Tengah. Para penguasa hipokrit yang telah berkolaborasi dan membantu membangun mitos-mitos superioritas Israel, seraya memelihara dan menjaga entitasnya. Berbagai bantuan mereka, apakah itu bentuk perang terhadap Israel pada masa lalu, maupun negosiasi-negosiasi, hanya untuk tujuan jangka pendek saja. Mereka tidak pernah serius memerangi Israel demi kemerdekaan Palestina.

Siapapun yang mengkaji secara mendalam persoalan Palestina, akan mendapatkan bahwa persoalan Palestina adalah persoalan tanah Islam yang telah dirampas. Ia juga akan memahami, bahwa persoalan Palestina adalah persoalan penting bagi seluruh kaum muslimin, bukan hanya milik orang-orang Arab atau Palestina saja. Persoalan Palestina bukanlah sekedar persoalan bangsa terusir yang harus kembali ke negerinya, diganti, atau ditempatkan (di wilayah lain), atau sekedar masalah pembagian wilayah itu bagi dua belah pihak yang bersengketa. Begitu pula persoalan Palestina bukan persoalan pertarungan kelas untuk survive, layaknya kelas buruh yang didominasi oleh penguasa. Tmbahan lagi dipandang seperti pertarungan tersembunyi yang menempatkan buruh-buruh Palestina dan Yahudi di bawah hegemoni negara Sosialis internasional, setelah berhasil mengalahkan kaum borjuis Arab atau Yahudi.

Memang benar, persoalan Palestina adalah persoalan tanah Islam yang telah dirampas. Faktanya tidak berbeda jauh dengan persoalan Andalusia, Macedonia, Yugoslavia, Tashkent, Afghanistan, Kashmir, Ethiopia, Cyprus, Sicilia, India, Libanon, atau Albania. Wilayah-wilayah itu seluruhnya adalah tanah Islam, yang dirampas oleh kaum Salibis, Sosialis, Budhis, Romawi, atau Yahudi.   Oleh karena itu, jika sebagian publik menolak penyamaan persoalan Palestina dengan persoalan Andalus, dengan alasan sudah kadaluwarsa. Juga adanya anggapan bahwa Andalus asalnya bukan milik kaum muslim, tetapi wilayah ini ditaklukkan oleh kaum muslimin melalui futuhat. Kelompok ini kelak akan melupakan persoalan Palestina seiring dengan berlalunya zaman, atau karena Palestina asalnya adalah bumi asing, yang ditaklukkan melalui futuhat pada masa khalifah ‘Umar bin Khaththab.

Pembicaraan tentang persoalan Palestina, mengharuskan kita untuk menelaah bagaimana kemunculan, perkembangan-perkembangan masalah Palestina, serta solusi-solusi yang telah diberikan terhadap persoalan Palestina, dan pandangan (hukum) Islam untuk memecahkan masalah tersebut.

Adapun bagaimana munculnya persoalan Palestina, maka orang yang mencermati sejarah akan melihat beberapa bagian sejarah yang tidak bisa diabaikan, atau dilupakan.

Pertama, adalah kenyataan sejarah mengenai perseteruan antara Islam dan kafir, sebagai perseteruan abadi, dari dahulu hingga sekarang. Perseteruan itu terjadi di kota Mekah, kemudian Medinah, lalu terus berlanjut dalam lintasan sejarah, dan akan terus berlanjut hingga hari Kiamat.

Kedua,adalah kenyataan sejarah bahwa wilayah Syam berhasil ditembus oleh kekuatan kafir. Ini adalah hakekat sejarah, bukan dongengan masa lalu. Adanya serangan dari bangsa Mongol dan Tartar, kemudian perang Salib, lalu dilanjutkan dengan imperialisme Eropa, kemudian diikuti dengan pencaplokan wilayah Palestina dan Libanon oleh Yahudi dan kaum Nasrani.

Kaum muslimin harus memahami, bahwa menjalani solusi yang Islami, mengharuskan umat untuk menanamkan benih tauhid yang suci, dan bebas dari segala jenis kotoran di dalam jiwanya, agar benih ini mampu menghasilkan buah, yang dahulu pernah dipetik hasilnya. Demikianlah, sekedar memahami, dan berkonsentrasi pada thal yang telah disebutkan di atas tidak akan mungkin bisa dilaksanakan, kecuali jika ada benih tauhid yang tertanam di dalam jiwa. Aqidah Islamlah yang akan mencegah sikap lemah dan mudah menyerah. Mencegah dari sikap kompromistis, dan moderat. Aqidah Islam juga yang akan mendorong kaum muslimin tetap teguh dengan Islam, tidak menyerah pada fakta (yang bertentangan dengan Islam). Aqidah Islam pula yang akan menjaga umat dari belenggu hawa nafsu.

Jika Aqidah Islam sudah terhunjam di dalam jiwa kaum muslimin saat ini, maka ia akan membuahkan hasil, sebagaimana kaum muslimin dahulu. Abubakar Shiddiq ra tanpa pandang bulu segera memerangi orang-orang murtad, dan orang-orang yang menolak membayar zakat. Pada saat yang bersamaan beliau juga mengirimkan pasukan untuk menyebarluaskan dakwah Islam. Semua ini dilakukan karena adanya dorongan aqidah yang terhunjam dalam jiwa Abubakar Shiddiq ra. Aqidah Islam pula yang telah mempengaruhi jiwa Shalahuddin Al-Ayyubi untuk tidak mudah menyerah. Aqidah Islam telah mendorong Shalahuddin –yang orang Kurdi itu— untuk membebaskan al-Aqsha. Aqidah Islam pula yang telah mencegah Sultan Abdul Hamid menggadaikan tanah Palestina dengan emas perak yang melimpah ruah. Aqidah Islam juga yang berhasil mendorong kaum muslimin di negeri Yaman dan negeri-negeri lainnya untuk menyongsong jihad, dan mati syahid dalam rangka membebaskan tanah Palestina.

Siapapun pasti mengetahui bahwa besi tidak bisa dihadapi kecuali dengan besi lagi. Pasukan tidak bisa dihadapi kecuali dengan pasukan lagi. Pendudukan tidak bisa dihentikan kecuali dengan kekuatan. Karena itu, yang harus dilakukan oleh para pemimpin Arab adalah mengerahkan pasukan mereka untuk mengusir Israel. Permasalahan Palestina tidak akan bisa diselesaikan kecuali oleh kaum Muslim sendiri. Upaya menyerahkan permasalahan Palestina kepada dunia internasional sama saja dengan membuka jalan bagi penjajahan kaum kafir dan semakin mengokohkan eksistensi Israel.

Barat, selain berhasil memalingkan kaum muslimin dengan upaya-upaya tersebut di atas, setiap hari secara terus-menerus menghujani kaum muslimin dengan persoalan-persoalan baru. Kaum muslimin di Timur disibukkan dengan persoalan Palestina, sementara kaum muslimin India disibukkan dengan masalah pemisahan India, dan berdirinya negara Pakistan. Kaum muslimin terus dijejali dengan persoalan-persoalan baru, seolah-olah kaum muslimin tidak pernah bisa keluar dari persoalan. Demikianlah, kaum muslimin terus pontang-panting menyelesaikan persoalan yang datang silih berganti. Lalu, apa yang didapatkan? Umat Islam, sejak runtuhnya Khilafah Rosyidah tahun 1924 hingga saat ini, tidak pernah berhasil menyelesaikan satu persoalanpun. Sebab, umat telah melupakan persoalan utamanya dan disibukkan dengan persoalan-persoalan cabang.

 

Waspada Kelicikan Barat

Euforia pengakuan entitas Palestina oleh Barat perlu diwaspadai. Meski Palestina diakui kemerdekaannya, namun Israel masih bercokol di sana. Sama saja membiarkan pertikaian terus menerus. Solusi dua negara inilah yang sering ditawaekan oleh Barat, AS, dan otoritas internasional. AS memang berada pada dua sikap. Satu sisi dalam pernyataan dan sikap seolah menentang Israel. Di sisi lain secara gamblang AS dan Israel mempunyai hubungan mesra dalam politik dan kemiliteran. Posisi tawar AS sebagai juru damai hanya isapan jempol. Tak ingin pengaruhnya di Timur Tengah hilang. Demi mengalihkan isu Palestina AS dan sekutu coba menyerang ISIS. AS seolah ingin mengalihkan pandangan dunia, bahwa ada entitas negera yang lebih berbahaya dibandingkan Israel.

Makar Barat dan AS ini akan senantiasa muncul dalam percaturan politik internasional. Manuver yang cepat dan sulit ditebak oleh siapa pun. Hal yang harus dimiliki oleh umat Islam yang peduli pada isu Palestina adalah kesadaran politik. Aktivitas kepedulian Palestina tak cukup dengan kepedulian sosial dan material. Lebih dari itu mereka pun harus mampu membaca kepentingan Barat dan AS. Kelicikan dan keculasan politik mereka layaknya kancil cerdik yang memperdaya buaya yang akan memangsanya. Barat dan AS tak akan pernah sungguh-sungguh menyelesaikan konflik Palestina. Justru mereka mengail di air keruh yang kotor. Sementara Palestina dibiarkan merana dan tanpa punya masa depan cerah. Ironis!

 

Solusi Hakiki

Solusi ini wajib diketahui oleh umat Islam, sebelum menjalani pemecahan Islam. Lalu, apa solusi itu? solusi Islami itu adalah “Membebaskan Seluruh Bumi Palestina”, mulai sungai hingga lautnya, mengikis habis mereka sampai tidak menyisakan lagi kekuatan Yahudi di bumi Palestina, selemah apapun kekuatan mereka. Pemecahan semacam ini tidak mungkin ditempuh melalui jalur perundingan, atau munculnya penengah dari PBB, intervensi (campur tangan) negara-negara Eropa, atau inisiatif-inisiatif dari Amerika. Pembebasan bumi Palestina harus ditempuh dengan jihad.

Jihad harus ditopang oleh panji dan institusi Daulah Khilafah yang ditegakkan umat atas dasar aqidah Islam, yang akan mengatur barisan kaum muslimin, menyatukan seluruh potensi mereka, memobilisasi pasukan, mempersiapkan segala persiapan jihad, serta menanamkan niat yang suci kepada seluruh mujahid semata-mata untuk menegakkan kalimat Allah. Ini berarti, solusi yang benar atas persoalan Palestina membutuhkan tegaknya Daulah Islamiyah. Dan harus dipahami, bahwa mendirikan Daulah Islamiyah merupakan bagian dari perintah dan larangan Allah Swt. Dan membebaskan tanah Palestina merupakan bagian dari tugas Daulah Khilafah. Benarlah sabda Rasulullah yang mulia :

“Sesungguhnya seorang Imam (Khalifah) laksana perisai, dimana orang-orang akan berperang dibelakangnya dan menjadikannya sebagai pelindung (bagi dirinya).”

Apakah umat sadar akan hal ini, dan mau kembali kepada persoalan umat yang sebenarnya? Apakah umat mau menyadari bahwa menegakkan Islam adalah persoalan utama mereka, sedangkan Palestina, Kashmir, Afghanistan, Kurdistan, Eriteria, hanyalah cabang dari persoalan utama kaum muslimin, yaitu menegakkan Daulah Khilafah Islamiyyah? Apabila umat menyadari hal ini, dan menjadikan persoalan utama ini sebagai sudut pandang dalam amal perbuatannya, maka disatu sisi umat akan mampu menyelesaikan persoalan utamanya.

Di sisi lain, umat akan mampu menggagas persoalan Palestina dengan sudut pandang Islam, sehingga mereka mampu menyelesaikan seluruh persoalan dengan solusi yang Islami. Jika hal ini tidak dilakukan, maka Khilafah akan lenyap. Andalusia, Azerbaijan, Tashkent, Palestina, Kashmir, India, Afghanistan, dan Eriteria, akan lenyap pula, sementara kita tidak tahu hendak bersandar kepada apa dan siapa. Wallahu’alam. [syahid/voa-islam.com]

Penulis: Umar Syarifudin (Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia Kota Kediri)

Foto: republika.co.id


latestnews

View Full Version