View Full Version
Ahad, 11 Jan 2015

Waspada Bahaya Komunisme Gaya Baru

Oleh: Syarif Hidayat, M.Pdi

(Ketua Pengurus Wilayah Pemuda Persis Jawa Barat dan Mahasiswa S3 UIKA Bogor)

Sahabat VOA-Islam...

Dulu, sebelum era reformasi, komunisme dianggap bahaya laten, yaitu bahaya yang baru berbentuk potensi, belum berwujud ke permukaan. Namun hari ini bahaya itu sudah tidak ghaib lagi, melainkan telah tampak ke permukaan. Betapa tidak! Seorang Budiman Sujatmiko – pendiri PRD – dengan terang-terangan mengkampanyekan aliran kiri di berbagai media sejak angin reformasi berhembus. Dengan demikian, kesamaran bahaya laten tidak bias lagi.

Sayang, memori masyarakat kita terlalu pendek, mereka seakan-akan mudah untuk melupakan peristiwa keji yang dilakukan PKI di masa lalu saat mereka melakukan makar terhadap negeri ini. Padahal, sudah tiga kali mereka mencoba melakukan kudeta namun alhamdulillah qadarullah tidak satupun usaha mereka menuai hasil, melainkan mereka justeru menjadi korban bulan-bulanan rezim penguasa tempo itu. Hak politik mereka dicabut, malah para pentolan pimpinan teras mereka dipidana hukuman mati.

Namun demikian, matinya para pengurus PKI lalu tidak sertamerta aqidah atheis mereka hilang dari bumi pertiwi ini. Justeru sebaliknya, ketika kran demokrasi dibuka tanpa batas, malah cenderung keblablasan, kebangkitan PKI mulai menemui momentum paling tepat untuk bangkit kembali. Dimulai dengan gerakan-gerakan demontrasi buruh dan advokasi terhadap korban-korban kekejaman para pemilik modal atau kekurangajaran majikan, maka gerakan mereka menuai simpati masyarakat yang cukup signifikan.

Sehingga, tidak heran bila kampanye mereka dengan berbagai media, baik yang terang-terangan seperti buku “Aku Bangga Menjadi Anak PKI” maupun yang terselubung seperti penetrasi aktivitas mereka di bawah partai-partai politik, kian hari semakin menuai hasil yang cukup memuaskan mereka. Tidak sedikit kader-kader mereka hari ini menjabat wakil-wakil rakyat di DPR RI ataupun beberapa DPRD tingkat I dan II di pelbagai provinsi dan kota/ kabupaten.

Padahal, sebagaimana dikemukakan Taufik Ismail, sang pujangga Indonesia hari ini, bahwa ideologi ini (PKI) hakikatnya ideologi yang haus darah, yang pada 1926, 1948, dan 1965 telah mencoba merebut kekuasaan dan gagal, maka sejak 1966 partai ini dilarang di Indonesia. Tetapi ideologi ini, diam-diam bergerak terus atas dasar dendam. Padahal, di seluruh dunia ideologi ini sudah gagal total, tidak laku lagi dijual, karena ideologi ini haus darah dan memandang enteng (murah) nyawa manusia, anti Tuhan, immoral, anti perdamaian, dan pura-pura pro demokrasi.

Selanjutnya, Taufik Ismail mengutip pendapat Chang dan Halliday (2006), Courtois (2000), Nihan (1991), Ratanachaya (1996), dan Rummel (1993), yang memaparkan fakta mencengangkan bahwa secara statistik matematimatis korban kekejaman ideologi komunis sudah diluar perikemanusiaan dan begitu biadab. Diantaranya, sepanjang 1917-1991 komunisme telah membantai 120 juta manusia, yang jika dirata-ratakan berarti tidak kurang dari 1.621.621 orang pertahun, dan berarti 4.504 sehari, 3 orang permenit, yang berarti pula 20 menit perorang. Yang mereka lakukan selama 74 tahun di 75 negara.

Komunisme telah melancarkan kudeta di tujuh puluh lima negara, meliputi negara bagian, pulau dan kota selama enam puluh sembilan tahun sepanjang 1918-1987 dan sepanjang abad kedua puluh yang lalu berhasil mendirikan dua puluh delapan negara komunis di dunia.

Namun berbarengan dengan semua itu, kita dapat saksikan betapa upaya kudeta dan berdirinya negara mereka tidak terlepas dari mengalirnya darah rakyat mereka sendiri dalam jumlah diluar nalar. Umpamanya, rezim Uni Soviet membantai habis-habisan rakyatnya hingga mencapai angka 61 juta jiwa. Dari sejumlah itu Stalin, penguasa Uni Soviet saat itu sekaligus guru besar komunisme di dunia, bertanggungjawab terhadap 43 juta jiwa yang diperkirakan sekitar 39 juta mati di kamp kerja paksa.

Begitupun yang terjadi di Kamboja, boleh dikatakan bahwa pembataian raksasa dan paling garang dalam sejarah dunia adalah Kamboja di bawah partai Khmer Rouge pimpinan Polpot yang dalam interval April 1975 sampai Desember 1978 telah membantai tidak kurang dari dua juta yang berarti sekitar 28,57 % dari seluruh penduduknya yang hanya berjumlah tujuh juta saja. Pembantaian yang mereka lakukan selama 44 bulan itu bila dirasiokan berarti 45.454 jiwa perbulan, atau 1.515 perhari dan 63 orang perjam, yang berarti pula satu nyawa lenyap permenit. Luar biasa hanya selama tiga tahun setengah dua juta rakyat yang tak berdosa menjadi tumbal komunisme di negerinya sendiri.

Sedangkan negeri tirai bambu, Cina, dalam catatan sejarah rezim komunis mereka sepanjang 1949 sampai 1987 yang sering disebut Revolusi Kebudayaan, telah membunuh rakyatnya sendiri lebih dari satu juta jiwa.

Oleh karena itu, jika kita telusuri korban komunisme dari 1917 sampai 1991yang telah membantai 120.000.000 jiwa, maka korban tersebut menjadi rekor pembantai di muka bumi ini. Padahal total korban seluruh perang dunia dan perang lokal pada abad kedua puluh saja hanya 38.000.000 jiwa. Dengan demikian, sepertiga orang yang meninggal itu sepertiganya adalah korban komunisme. Sehingga bisa dikatakan, korban nyawa akibat keganasan komunisme tiga kali lipat lebih banyak dari korban seluruh perang di dunia sejak perang dunia pertama, perang dunia kedua, perang Korea, Vietnam, Iraq, Afghanistan, Palestina, Libanon walau digabung menjadi satu.

Di samping korban jiwa, penduduk 28 negara komunis pun melarikan diri dari negara mereka sebagai pengungsi sebanyak 35 juta orang, karena kemelaratan dan tak tahan ditindas pada paruh 1917-1971.

Karena itu, empat algojo raksasa komunis adalah Lenin pada 1917-1923 yang telah membantai 500.000 jiwa, selanjutnya Stalin pada 1925-1953 yang telah membunuh 43 juta jiwa, kemudian Mao Tse-Tung pada 1947-1976 yang telah membinasakan tidak kurang dari 70 juta, dan Pol-Pot yang membantai rakyatnya pada 1975-1979 sebanyak dua juta jiwa. Sebagian mereka yang meninggal ada juga yang dikarenakan kelaparan, kegagalan panen dan ekonomi. Namun, semuanya bermuara pada ideologi negaranya yang berpaham komunisme.

Mungkin juga tak jarang orang tidak mengetahui bahwa Adolf Hitler, penguasa Nazi Jerman, sejatinya pengagum Josef Stalin dan iapun mengaku berguru dari Stalin, sehingga pantas jika Hitler pun membantai 25.600.000 jiwa pada Perang I dan II yang lalu.

Kekejaman demi kekejaman yang dilakukan rezim komunisme umumnya tidak lepas dari karya dua anak muda Jerman, yaitu Karl Marx (30 tahun) dan Friedrich Engels (28 tahun) yang menerbitkan buku Manifesto Komunis pada 1848. Mereka menulis dengan terang-terangan bahwa tujuan ideologi mereka adalah merebut kekuasaan dengan kekerasan. Tetapi partai komunisme di seluruh dunia menutupi hal ini, berdusta, dan menggantinya dengan istilah muluk-muluk.

Namun alhamdulillah, menurut Taufik Ismail, akhirnya 24 negara sosialis-komunis itu pada tahun 1991 bubar berantakan. Republik Rakyat Cina (RRC) dan Vietnam berkhianat secara ideologis, karena mengambil jalan kapitalisme dan kini menjadi makmur. Sedangkan Korea Utara dan Cuba bertahan secara ideologis dan rakyatnya tetap melarat sengsara sampai sekarang.

Untuk itu, ajak beliau, mari kita bersama membasmi kebodohan, memberantas kemiskinan, menghabisi korupsi, meredam kekerasan dan anarki, menegakkan hukum dan keadilan di negeri kita. Karena umumnya kaum komunis selalu mengusung ide diatas, seolah-olah mereka paling vokal dalam membela wong cilik dengan agenda membasmi korupsi dan meniadakan kelas borjuis di suatu negeri, tetapi ketika mereka berkuasa sejatinya mereka sendiri yang berlaku amoral dan jauh dari perikemanusiaan. Kebiadaban mereka terhadap orang-orang yang melawan dan berseberangan sudah menjadi rahasia umum. Mereka tersenyum, berbaik budi, ketika mereka sedikit dan lemah, namun sekali saja mereka diberi kesempatan berkuasa niscaya senyum itupun seketika hilang berganti dengan tindakan keji dan kejam.

Oleh karena itu, orang-orang mulhid (atheis-komunis) bakal ditimpa kehinaan dan kesesatan di dunia, terlebih lagi di akhirat kelak, sebagaimana firman Allah:

{أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (23) وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ } [الجاثية: 23، 24]

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Dan mereka berkata, ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa’, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (Q.S. al-Jatsiyah, ayat 23-24)

Dan firman-Nya:

{وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ} [الأعراف: 179]

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.(Q.S. al-A’raf, ayat 179)

Akhirnya, kita berdoa, semoga kita diselematkan dari makar keempat kalinya PKI di negeri yang kita cintai yang semakin terasa akhir-akhir ini. Amin! [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version