Oleh: Abdul Halim*
Sahabat VOA-Islam...
Kontroversi mengenai hukuman mati terhadap enam bandar narkoba yang ditolak grasinya oleh Presiden Jokowi terus berlanjut, sementara Pemerintah Belanda dan Brasil menarik duta besarnya dari Indonesia sebagai protes atas pelaksanaan hukuman mati terhadap warga negaranya tersebut. Sebagai balasannya, Jaksa Agung HM Prasetyo bahkan mengumumkan dalam waktu dekat 60 orang penjahat narkoba termasuk dari berbagai negara siap dihukum mati dihadapan regu tembak.
Tidak berapa lama kemudian terjadi tragedi Pondok Indah, dimana sebuah mobil yang dikendalikan Christopher Daniel Syarif (22 tahun) dengan kecepatan tinggi menabrak enam sepeda motor dan dua mobil di Pondok Indah Jakarta, akibatnya 4 orang mati dan 4 orang lainnya kritis. Ternyata setelah diselidiki Polisi, Christopher baru saja mengkonsumsi narkoba jenis LSD yang mampu menjadikan penggunanya terserang halusinasi berat.
Kedua kasus diatas menunjukkan betapa bahayanya narkoba jika sampai beredar luas di masyarakat. Maka pantaslah jika bandar atau penjahat narkoba dihukum berat termasuk hukuman mati. Tidak hanya penjahat narkoba, tetapi juga para koruptor, perampok dan pembunuh wajib diganjar dengan hukuman mati.
Hukum Islam
Selain terdapat 11 sangsi pidana mati dalam hukum positif di Indonesia, Hukum Islam juga mengatur mengenai hukuman mati bagi kejahatan berat seperti tindak kejahatan narkoba, merampok dan membunuh. Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, hukuman mati (qishash) merupakan bentuk hukuman dari ajaran Islam untuk memberikan penghargaan setinggi-tingginya terhadap HAM berupa hak hidup. Islam menganggap membunuh satu orang sama saja dengan menghilangkan nyawa seluruh manusia dan kemanusiaan.
Dengan demikian hukuman mati sangat perlu karena sesuai dengan asas keadilan manusia, bahkan bagian dari hukum Islam. Hukuman mati jelas akan menimbulkan afek jera bagi calon pelaku tindak kejahatan sekaligus menghilangkan rasa balas dendam bagi keluarga korban terutama dalam kasus pembunuhan. Sebab hutang nyawa telah dibayar dengan nyawa, kecuali jika keluarga korban bersedia memaafkannya tetapi dengan imbalan berupa diyat atau denda, (Surat Al Maidah ayat 45 dan Surat An Nisa ayat 92). Diyat bisa dilakukan dengan cara kesepakatan yang baik tanpa paksaan yang memberatkan tetapi tidak mempermainkan atau menunda pembayaran kepada wali korban.
Pembunuhan termasuk dosa besar dalam Islam dimana membunuh satu orang sama dengan membunuh seluruh manusia (Surat Al Maidah ayat 32),
sehingga sangatlah pantas jika hukumannya adalah qishash atau hukuman mati. Sebab hukuman mati bagi pembunuh sebagai pembalasan bagi pelakunya dan pengajaran kepada orang lain serta membersihkan masyarakat dari berbagai tindak kejahatan yang menganggu ketertiban umum dan merusak keamanan masyarakat, (Kitab Fiqhus Sunnah, jilid 10). Apalagi Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan dan keselamatan jiwa manusia, seperti tercantum dalam Surat Al Isra ayat 31 dan 33, Surat At Takwir ayat 8-9, Surat An Nisa ayat 29 dan 93, Surat Al Baqoroh ayat 179 dan 195, serta dalam beberapa Hadis Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam hukum Islam, tidak hanya hakim tetapi juga wali korban berhak menentukan hukuman dalam pembunuhan, (Surat Al Isra ayat 33). Jika wali korban tidak bersedia memaafkan, maka si pembunuh wajib di qishash. Tetapi jika bersedia memaafkan, maka hakim harus memutuskan hukuman diyat kepada si pembunuh yang diberikan kepada wali korban sebagai hukuman pengganti qishash. Dengan demikian, pelaksanaan hukuman mati bagi kejahatan pembunuhan sebenarnya untuk menjamin kehidupan dan kelestarian manusia, jika mereka mau berfikir dengan akal sehat, (Surat Al Baqoroh ayat 178 dan 179).
Hukuman Mati
Memang diakui, tidak sedikit negara di dunia yang menolak dan telah menghapuskan hukuman mati dari sistim hukum negaranya. Selama ini di dunia internasional juga terjadi pro kontra hukuman mati. Berbagai upaya untuk penghapusan hukuman mati di seluruh dunia dilakukan dengan kampanye berbagai NGO yang aktif menentang hukuman mati. Salah satunya adalah pengumpulan petisi 5 juta tandatangan yang ditujukan kepada Majelis Umum (MU) dan Komite HAM PBB oleh NGO dari Italia, Hands off Cain Oktober lalu. Mereka menginginkan terbitnya resolusi PBB untuk penghapusan hukuman mati diseluruh dunia. Hanya beberapa negara yang masih menerapkan hukuman mati seperti China, AS, Irak, Iran, Sudan, Pakistan, Indonesia dan Arab Saudi. Sebanyak 90 persen hukuman mati di dunia hanya dijalankan di 8 negara tersebut. Eksekusi mati juga beragam seperti disuntik, ditembak, digantung, dipancung dan dirajam.
Para penentang hukuman mati berargumentasi hukuman mati bisa menumbuhkan kultur dendam, tidak menumbuhkan rasa keadilan, tidak efektif, tidak memiliki efek jera, hak hidup seseorang tidak dapat dibatasi dan bersifat mutlak, sering dijatuhkan pada orang yang tidak bersalah, bagian dari pelembagaan pembunuhan oleh negara, hukuman mati tidak bisa dikoreksi, bertentangan dengan HAM, dan hanya Tuhan yang berhak mencabut nyawa seseorang.
Meski terdapat pro kontra hukuman mati, namun hingga sekarang hukuman mati tetap berlaku dalam hukum positif di Indonesia kecuali bagi koruptor, dimana belum pernah terjadi seorang koruptor dieksekusi di Indonesia. Bahkan dalam hukum pidana Islam, hukuman mati wajib diberlakukan dalam kejahatan berat seperti perampokan yang disertai dengan pembunuhan.
Pertama, sangsi pidana hukuman mati termasuk dalam kasus perampokan yang disertai dengan pembunuhan daan kejahatan narkoba harus tetap ada dan jangan sampai dihapus dari sistim perundang-undangan di Indonesia. Sebab hukuman mati akan menjamin rasa keadilan serta sesuai dengan akal sehat dan fitrah manusia.
Kedua, jika hukuman mati dihapuskan, maka kejahatan berat seperti perampokan dengan pembunuhan dan penjahat narkoba akan semakin merajalela sehingga keamanan, ketentraman dan perlindungan terhadap masyarakat akan semakin rawan.
Ketiga, dalam hukuman mati justru terdapat kehidupan umat manusia. Sebab dengan pelaksanaan hukuman mati akan mampu menjamin kehidupan dan mencegah terjadinya pembunuhan yang dapat memakan korban jiwa termasuk dalam kejahatan narkoba dan koruptor yang mencuri uang rakyat, sebagaimana dilakukan pemerintah China di Beijing. [syahid/voa-islam.com]
*) Wartawan Voa-Islam.Com
image: ilustrasi/republika