Sahabat VOA-Islam...
Sebagai salah satu wujud mahabbah terhadap Rasulullah SAW umat Islam di bulan Rabiul Awal senantiasa memperingati hari kelahirannya, tentu bukan semata-mata karena kelahiran beliau sebagai seorang manusia. Peringatan Maulid Nabi yang dilaksanakan setiap tahunnya tentu karena posisinya yang sangat istimewa sebagai Rasul (pembawa risalah/syariah) Allah. Itulah yang ditegaskan oleh Allah SWT :” Katakanlah, Sungguh, aku ini manusia biasa seperti kalian (hanya saja) aku telah diberi wahyu..” ( QS.Fusshilat : 6).
Sebagai pembawa risalah Islam, Rasul dikokohkan langsung oleh Allah SWT sebagai pengemban akhlak yang agung, sebagaimana dalam firman-Nya :”Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada di atas khuluq (akhlak) yang agung”(QS.Al-Qolam : 4 ).
Aisyah Ummul Mukminin r.a. pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW. Beliau menjawab :” Kaana khuluquhulquran” (Akhlaknya adalah Alquran) (HR.Muslim).
Berdasarkan Alquran dan Hadits diatas dapat disimpulkan bahwa keagungan Nabi Muhammad SAW terletak pada akhlaknya, sementara akhlak beliau adalah cerminan dari keagungan Alquran, karena memang seluruh budi pekerti/perilaku Rasulullah SAW mencerminkan seluruh isi Alquran.
Dengan demikian, maksud dari memuliakan dan mengagungkan Rasulullah sebagai motif kaum Muslim dalam memperingati Maulid Nabi SAW sejatinya tidak lain adalah memuliakan dan mengagungkan Alquran.
Baginda Nabi SAW memiliki akhlak Alquran karena beliau mengamalkan seluruh isi Alquran dan menerapkan hukum-hukumnya, baik yang terkait dengan perkara akidah (keimanan), ibadah (shalat,shaum,zakat,haji,dll),muamalah (sosial, pendidikan, politik, pemerintahan, keamanan, dll) maupun ‘uqubat (hukum dan peradilan )
Memposisikan Alquran hanya sekadar sebagai kitab bacaan bukanlah sikap mengagungkan Alquran.Mengamalkan hanya sebagian kecil isi Alquran saja (misalnya hanya dalam perkara akidah, ibadah dan akhlak saja), bukan pula sikap mengagungkan Alquran. Sikap demikian justru mengkerdilkan keagungan Alquran yang berarti mengkerdilkan keagungan Nabi SAW sebagai representasi Alquran.
Anehnya, disadari atau tidak, sikap itulah yang selama ini ditunjukkan oleh sebagian besar umat Islam saat ini. Hal itu terjadi seiring dengan peringatan maulid Nabi yang setiap tahun dilaksanakan oleh umat Islam. Berbagai ceramah dan tabligh yang disampaikan dalam peringatan maulid Nabi dari mulai di mushalla-mushalla kecil di pinggir kampung hingga di istana Negara di ibukota hanya berisi pesan-pesan yang justru mengkerdilkan keagungan Nabi Muhammad SAW dan kebesaran Alquran yang dibawanya, bukan mengagungkan keduanya.
Bagaimana tidak! Yang sering diserukan oleh para Muballigh hanyalah seruan untuk meneladani akhlak Rasulullah SAW secara pribadi, atau paling banter dalam kapasitasnya sebagai pemimpin rumah tangga. Di luar itu, misalnya dalam posisi sebagai Pemimpin Negara/Pemerintahan yang menerapkan syariah Islam secara total dalam kehidupan masyarakat, jarang sekali diungkap. Seolah-olah hal demikian tidak layak untuk diteladani oleh umat Islam.
Padahal Rasulullah SAW hampir separuh episode kerasulannya di Madinah al-Munawwarah pasca hijrah, banyak dipergunakan untuk mengatur aspek kehidupan yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan : pendidikan, ekonomi, politik, peradilan, keamanan, dll.
Sikap mereka ini persis seperti sikap Abu Lahab, Tokoh Quraisy dan sekaligus paman Nabi. Dalam riwayat disebutkan, bahwa Abu Lahab memerdekakan budaknya, yakni Tsuwaibah, karena gembira atas kelahiran Muhammad SAW, karena memang Muhammad itu keponakannya. Namun pada akhirnya, dia menjadi orang yang paling membenci, memusuhi dan selalu menghalang-halangi dakwah Nabi yang berupaya menyebarluaskan risalah Allah sekaligus menegakkan syariah-Nya.
Siapa Abu Lahab ?
Abu Lahab, alias Abdul Uzza bin Abdul Mutholib adalah termasuk kalangan elit kaum Quraisy yang menentang ajaran Nabi, bahkan yang paling vocal kecamannya. Selain sebagai paman, Abu Lahab juga tetangga dekat Nabi SAW. Ialah satu-satunya paman Nabi yang memusuhi beliau. Ia juga salah satu tetangga Nabi SAW yang jahat selain Uqbah bin Abu Mu’ith. Kemana pun Nabi pergi Abu Lahab mengikutinya, sambil mengatakan kepada setiap orang yang bicara dengan Nabi:
”Janganlah kalian mentaatinya, karena dia pendusta”. Bahkan Ummu Jamil, istri Abu Lahab, seringkali mengadu domba antara Nabi dengan orang lain. Ia juga membawa duri untuk perangkap menyakiti Nabi SAW jika beliau keluar pada malam hari. Lebih dari itu ia tak segan-segan menyerang Khadijah.
Ketika kaum kafir Quraisy memboikot Nabi SAW dan para pengikutnya, Abu Thalib,Hamzah dan Abbas mendampingi beliau, kecuali Abu Lahab. Sewaktu Abul Ash bin ar-Robi menikah dengan putrid Nabi bernama Zainab al-Kubra, Abu Lahab merasa iri. Segera saja ia mempengaruhi Bani Hasyim, sehingga Nabi SAW bersedia menikahkan kedua putrinya—Ruqayyah dan Ummu Kultsum dengan anak lelaki Abu Lahab—Uthbah dan Utaibah. Pernikahan keduanya itu terjadi sebelum Nabi menjadi Rasul. Dan pada saat kaum Quraisy akan menganiaya Nabi SAW, Ummu Jamil turut menyerangnya dengan menceraikan kedua anaknya dari kedua putri Rasulullah SAW.
Memang, Abu Lahab tidak ikut bergabung dengan pasukan kaum kafir Quraisy dalam Perang Badar, karena sakit. Meskipun demikian, ia memberikan dukungan moral tiada hentinya.Dan setelah peperangan dimenangkan oleh Umat Islam , ia merasa terpukul, tidak lama kemudian meninggal dunia dalam kekafiran.
Kekejian Abu Lahab terhadap Nabi Muhammad SAW diungkap dalam Alquran, “Celakalah ke dua tangan Abu Lahab dan celakalah dia. Tidak berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala. Dan istrinya pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dan sabut”.(QS.al-Lahab : 1-5). Yang dimaksud tali dan sabut di leher, menggambarkan bahwa dia senantiasa berusaha mencari-cari bahan untuk memfitnah dan memusuhi Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, apalah bedanya sebagaian besar Umat Islam yang bergembira dan ikut memperingati Maulid Nabi, tapi dalam perilaku dan perjuangannya justru menentang apa yang dibawa oleh Rasulullah? Dan apa bedanya kita yang ikut merayakan Hari Kelahiran Nabi tapi justru menentang kepada para pejuang penerapan syariah Islam secara total dalam aspek kehidupan :sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi peradilan yang pernah di dakwahkan Rasul ?. Wal’yadzu billah.
Kiriman dari Abd.Mukti,S.Ag (Pemerhati Kehidupan Beragama)
image: ilustrasi/pemeran Abu Lahab dalam Film Umar Bin Khattab