Oleh: Umar Syarifudin (Lajnah Siyasiyah HTI Kota Kediri)
Hari-hari ini berlangsung diskusi di tengah masyarakat dan di media-media massa tentang ketimpangan supremasi hukum dan badai korupsi berdasarkan asas-asas demokrasi. Juga benang kusut manuver parpol-parpol pragmatis, konflik KPK atau POLRI, sembari meresapi sengkarut problem-problem multidimensi yang menyala-nyala. Apinya tidak bisa dipadamkan.
Jika negara adalah pelindung rakyatnya, negara adalah wadah bagi kesejahteraan rakyat, negara adalah istitusi yang mengikat rakyatnya dalam perlindungan dan kedamaian. Negara bukanlah milik segelintiran elit yang bebas menyedot keuntungan pribadi dan golongan. Karena jika seperti itu, maka tentu pemerintah yang minoritas tapi memiliki kekuasaan dan pemodal yang memiliki uanglah yang akan mendominasi dan mengeksploitasi. Lalu rakyat? Rakyat hanya jadi tambang kerakusan segelintiran elit-elit itu.
Indonesia memang awalnya dibentuk untuk menendang penjajah dan mewujudkan kondisi bebas merdeka bagi para pendahulu untuk kita saat ini. Karena Indonesia memiliki tanah kaya dengan sumber daya yang melimpah, maka pantaslah rakyatnya menikmati kekayaannya dengan perasaan bebas merdeka. Tapi kita lihat hari ini bagaimana Indonesia terseok-seok dalam meraih tujuan-tujuan tersebut. Karena harus disadari jika eksistensi kolonialisme tidak pernah pergi dari tanah Indonesia, hanya penjajahan militer saja yang pergi. Tapi eksistensi kolonialisme tetap menguasai hajat hidup rakyat Indonesia. Ini bisa bisa kita lihat dari masih bercokolnya perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. Ini berkat suksesnya transformasi kolonialisme menjadi neokolonialisme atau neoliberalisme, yang merupakan cabang politik ekonomi kapitalisme.
Korosi dalam Negeri
Perusahaan-perusahaan asing itu atau sering juga disebut MNC (Multi National Corporate) menguasai mayoritas sektor-sektor vital Indonesia seperti sumber daya alam, perdagangan, perbankan, industri, dan sektor-sektor lain . MNC-MNC ini menjadi pengganti pangkalan-pangkalan militer untuk melanjutkan penjajahan di Indonesia. MNC bekerja dengan pola kerja yang licik, lebih efesien dan tepat sasaran, meninggalkan cara-cara lama dan boros seperti pendudukan wilayah dan pengerahan kekuatan militer. Apa kita lihat kondisi indonesia yang berbeda setelah dikatakan merdeka? Hanya bedil-bedil penjajah saja yang pergi, tapi derita akibat kebengisan penjajah tetap saja tak jauh beda dengan dahulu.
Maka semakin tuanya negeri ini bukannya makin matang, justru mengambil haluan politik ekonomi yang berideologi neoliberal.Meninggalkan ekonomi kerakyatan teronggok berdebu dalam lembaran sejarah. Hal ini mau ditolak?. Tentu sulit untuk ditolak, bisa kita lihat sejak Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Hag Belanda tahun 1949, Indonesia dipaksa membayar utang kepada pemerintah Belanda sebasar 4,3 milyar gulden. Dalam masalah utang-piutang itu Indonesia dipaksa berurusan dengan utang yang didiktekan Belanda, jeratan bunga utang dan masa pelunasan utang tanpa batas. Kita yang dijajah lalu kita pula yang diminta membayar utang. Apa ini yang dikatakan merdeka?
Point satu dalam KMB menjadi gerbang awal penjajahan neoliberal di Indonesia. Dua point selanjutnya masih dengan warna neoliberalisme, yaitu membagi konsesi pengelolaan sumber daya alam dan roda perekonomian di Indonesia kepada perusahaan asing dan tunduk patuh pada kebijakan moneter yang digariskan IMF. Maka semakin mapan saja gurita neoliberalisme di Indonesia, ini masih ditambah dengan suap yang merusak moral dan mental pejabat-pejabat Indonesia.
Apalagi semenjak amandemen Pasal 33 UU 1945 yang merupakan fundamen ekonomi kerakyatan pada tahun 2002, semenjak itu landasan neoliberisme di Indonesia semakin empuk. Dari lobi-lobi kaum neoliberalis lahir pula regulasi-regulasi jahat lain seperti UU no 27 tahun 2003 tentang panas bumi, UU no 30 tahun 2007 tentang energi, UU no 4 tahun 2009 tentang minerba dan UU no 30 tentang kelistrikan. Ini adalah perjanjian yang menegaskan penjajahan harus tetap ada di Indonesia dengan wajah neoliberalisme.
Untuk membahasnya tak bisa hanya sekejab, butuh kajian mendalam dan usaha dari seluruh elemen bangsa untuk merespon kondisi ini. Karena berbicara neoliberalisme tidak akan hanya berbicara penguasaan sumber-sumber kekayaan negara dan faktor-faktor produksi oleh asing penjajah, tapi lebih jauh dari itu perhatian juga harus menyentuh pada pengaruh neoliberalisme pada pola pikir dan pola sikap masyarakat juga bagaimana masyarakat dibentuk lewat penyesatan opini umum.
Mulusnya agenda-agenda neoliberal di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari para pejabat negara yang menjadi antek asing, lemahnya pilar-pilar bangsa seperti aparat penegak hukum dan militer, dan opini umum yang dikembangkan di masyarakat. Modal asing menjadi salah satu bahan bakar utama dalam setiap pergantian rezim. Kucuran modal asing adalah stimulus bagi calon pemegang rezim, karena memang demokrasi yang cacat ini memang mahal.
Di sini kita lihat bersama terbentuknya relasi jahat antara pemilik modal dan pemegang rezim. Rezim yang sudah berkuasa harus membalas budi kepada pemilik modal dengan mengeluarkan serangkaian peraturan perundang-undangan yang memuluskan agenda-agenda neoliberal. Lalu dengan wajah manis tampil di depan rakyat dengan mengatakan mereka sedang berjuang untuk rakyat, itu semua bohong.
Dominasi korporasi terhadap negara semakin menggurita setelah korporasi multinasional turut bermain. Korporasi multinasional sangat menentukan siapa yang menjadi pemimpin sebuah negara dan apa kebijakan negara tersebut. Korporasi multinasional lewat berbagai institusi, baik negara kapitalis maupun organ-organ internasional seperti PBB, IMF dan Bank Dunia, mendikte dan sangat mempengaruhi kebijakan sebuah negara.
Negara korporasi tak ubahnya perusahaan yang hanya memikirkan keuntungan. Dalam negara korporasi, subsidi terhadap rakyat, yang sebenarnya merupakan hak rakyat, dianggap pemborosan. Aset-aset negara yang sejatinya milik rakyat pun dijual. Itulah negara korporasi, yang tidak bisa dilepaskan dari sistem pemerintahannya: demokrasi. Negara korporasi telah merubah demokrasi menjadi dari Korporasi, oleh Korporasi dan untuk Korporasi.
Sumber daya Alam Indonesia cuma bisa diakui tapi tidak dimiliki secara fisik. Asinglah yang dberi kuasa oleh pemerintah untuk memilikinya. Tengok saja Freeport yang sudah sekian puluh tahun merampok kekayaan tambang di Papua, tapi dengan enteng menolak tagihan deviden tahun 2012, 2013, dan 2013 dari kementrian BUMN. Tanah ini milik siapa sebenarnya? Amerika atau kita? Martabat rakyat dan negeri ini seakan keset kaki bagi para penjajah asing.
Dalam postur APBN 2015, subsidi energi dianggarkan sebesar 365,5 triliun dengan pembagian subsidi BBM 259,5 triliun dan listrik 103 triliun. Jika dihitung-hitung memang terlihat kita akan mendapatkan kucuran subsidi yang besar, tapi tidak lantas kita bisa senang. Karena besarnya anggaran subsidi itu justru untuk menebus kesalahan dan kesesatan pemerintah dalam pengelolaan sektor energi.
Anggaran subsidi sebesar itu harus keluar bukan hanya untuk membiayai produksi BBM nasional, tapi juga untuk membiayai impor BBM karena minimnya produksi minyak nasional, menambal buruknya manajemen pertamina akibat dirusak mafia migas, membeli solar untuk bahan bakar generator diesel PLN, dan pembiayaan energi lainnya. Ini akibat Indonesia tidak pernah mendiri secara energi. Pastilah dari slah kelolah itu akan timbul masalah, lalu solusi malas dari pemerintah adalah menaikkan harga di sektor hilir energi. Ketahuilah kita terus dan terus saja dibohongi.
Inilah efek relasi jahat pemerintah dan pemilik modal. Penguasaan sumber daya alam, pasar domestik, dan faktor-faktor produksi yang sebagian besar telah dilego kepada asing. Akibatnya rakyat yang harus menanggung krisis energi, melonjaknya harga pangan dan komoditi pokok lainnya, menjamurnya pengangguran, susahnya mengakses pendidikan dan kesehatan, dan taraf hidup yang kian rendah. Kita lihat bersama, begitu parahnya kerusakan di depan mata kita. Tapi tetap saja rakyat tak banyak mengambil bagian dalam usaha perubahan. Saatnya lantangkan terus ajakan-ajakan perubahan kepada Saudara-saudara kita.
Melihat kondisi Indonesia yang sedemikian buruk, mutlak harus ada gerakan kolektif rakyat yang mengusung perubahan yang hakiki. Kejahatan sistematis tak akan bisa dilawan kecuali dengan kekuatan rakyat yang besar. Karena kejahatan sistematis itu bekerja lewat jalur pendidikan, pelemahan ekonomi, dan opini umum yang dikembangkan di tengah masyarakat.
Pendidikan yang sulit diakses dan bermutu rendah memperlemah nalar masyarakat. Pelemahan ekonomi membuat masyarakat sibuk menyambung hidup dan apatis untuk tanggap pada isu-isu sosial. Dan opini umum yang tersaji dalam berbagai media juga jauh dari pencerdasan, karena paham media yang lebih menuhankan ratting. Jika sudah seperti ini maka cengkraman neoliberal dan kapitalisme di Indonesia tentu semakin kuat saja.
Cengkraman Intervensi dan Dominasi Agressor
Kita melihat Amerika tengah melakukan intervensi dalam setiap persoalan negeri ini. Amerika melakukan intervensi dalam penyusunan kebijakan, dan mendikte bagaimana kebijakan akan menjamin hak-hak rakyat Indonesia. Dalam hal ini, kita tidak melihat reaksi dari rezim Jokowi, justru ia meresponnya. Jadi, mengapa Amerika dibolehkan untuk melakukan intervensi dalam urusan negara ini? Sebaliknya, mengapa Indonesia tidak mengintervensi urusan Amerika dan mendikte sejumlah perintah yang diinginkan Indonesia? Seharusnya Indonesia juga mendikte Amerika agar ia berbuat adil terhadap kaum miskin di Amerika yang jumlahnya mencapai 15,5% dari jumlah penduduk, dan meminta Amerika untuk mendistribusikan kekayaan, sehingga kekayaan tidak terbatas hanya pada 1% dari orang-orang kaya cabul, sementara sisanya di antara 99% rakyat hidup dalam kemiskinan atau dalam kesulitan hidup. Dan hanya 47 % yang mendapatkan bantuan sosial sehingga mampu berdiri di atas kaki mereka. Begitu juga berdirinya dan dukungan terhadap gerakan duduki Wall Street, yang menyanyikan revolusi untuk melawan sistem kapitalis?
Demokrasi yang mereka propagandakan adalah sistem pemerintahan buatan manusia. Demokrasi adalah istilah barat dan berarti pemerintahan rakyat untuk rakyat dan dengan legislasi rakyat. Demokrasi itu seluruh sumbernya adalah manusia dan tidak ada hubungannya dengan wahyu atau agama. Manusia tidak bisa menciptakan manusia dan tidak mengetahui bagaimana menetapkan undang-undang dan hukum-hukum yang mengatur kebutuhan-kebutuhan dan naluri-nalurinya serta memenuhinya dengan pemenuhan yang benar. Akan tetapi, manusia menundukkannya kepada eksperimen dan kekeliruan dimana manusia di dalamnya menjadi seperti hewan percobaan. Demokrasi adalah pelanggar terbesar terhadap manusia dan hak-haknya. Berbagai kejahatan, narkoba, kerusakan keluarga, korupsi dan kezaliman yang melingkupi dunia, khususnya dunia barat, sumbernya adalah demokrasi ini. Tentara Amerika yang berkata bahwa kami membunuh manusia di Irak untuk kesenangan adalah juga merupakan hasil-hasil dari demokrasi itu.
Krisis politik sekarang ini adalah hasil dari pertarungan antara berbagai kekuatan sekuler: adu kekuatan antara kelompok-kelompok yang disebut sekuler pragmatis di kiri, kanan, depan dan belakang, yang tetap mengontrol banyak sendi-sendi negara, terus tidak diselesaikan, dihapus dan dihambat. Ini adalah bukti paling kuat bahwa tidak mungkin merubah sistem rusak dari dalamnya. Akan tetapi sistem demokrasi liberal yang rusak itu wajib dilenyapkan sejak dari asasnya dan dihapus secara total diganti dengan asas, konstitusi dan sistem yang bersumber dari Islam.
Masyarakat benar-benar telah memahami bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh rejim Jokowi tidak bisa lepas dari dikte atau persetujuan Amerika, karena mereka melihat intervensi Amerika di Indonesia, dan ketundukan pemerintah Indonesia pada intervensi ini.
Melepaskan keterikatan dengan Barat, terutama dengan Amerika, tidak akan terjadi kecuali melalui sistem pemerintahan yang menolak gagasan-gagasan Barat, metode demokratis dalam pemerintahan, dan ekonomi kapitalistiknya. Sistem ini harus berusaha memiliki tujuan dalam politik luar negerinya untuk membawa pesan Islam sebagai petunjuk dan rahmat bagi semesta alam, menghadapi kekuatan internasional Barat yang dipimpin oleh Amerika. Hal itu perlu dilakukan dari tengah panggung politik. Hal itu juga tidak bisa terjadi kecuali berdiri di atas negara Khilafah Rosyidah yang berjalan pada metode kenabian.
Kembali ke Fitrah
Sesungguhnya masalahnya sangat jelas dan gamblang. Kita rakyat Indonesia, cucu-cucu para pejuang, adalah umat muslim dan akan tetap menjadi umat muslim sampai Hari Kiamat. Kita tidak menerima selain konstitusi yang terpancar dari akidah Islamiyah kita sebagai alternatif.
Jika Anda telah memahami kerusakan sosialisme dan kapitalisme demokrasi, maka tidak ada solusi lain selain politik ekonomi Islam, karena konsep politik ekonomi selain Islam hanyalah turunan atau wajah lain dari sosialisme dan kapitalisme. Islam bisa manuntaskan permasalahan-permasalahan akut di Indonesia saat ini, maka syarat pertama adalah terjadinya Perubahan Besar. Tapi sebelum itu terjadi, terlebih dahulu politik ekonomi Islam harus menjadi pemahaman umum dalam benak rakyat Indonesia. Maka hendaknya kita hadir untuk menyeruhkan keagungan Islam dalam mengelola politik ekonomi.
Politik ekonomi Islam memandang bahwa setiap orang wajib dipenuhi kebutuhan pokoknya dan diberi kesempatan memenuhi kebutuhan sekundernya. Dalam pemenuhan kebutuhan itu tidak akan dibedakan antara warga muslim dan warga non muslim, semua mendapat hak yang sama. Untuk memenuhi kebutuhan itu maka harus tercipta iklim kondusif untuk menciptakan kesempatan dan lapangan kerja, karenanya Allah SWT berfirman, “Bertebaranlah kalian di muka bumi dan carilah karunia Allah” (QS al-jumu’ah [62]: 10).
Agar dapat dipastikan setiap orang dipenuhi kebutuhannya dan menjalankan pekerjaan yang baik, maka interaksi yang terjadi dalam aktifitas itu harus berstandar pada nilai-nilai luhur yang bersumber dari dalil syar’i (al-Quran, as-Sunnah, dan sumber hukum Islam lain). Islam juga mengharamkan transaksi ekonomi yang tidak real dan permainan riba, Islam hanya meletakkan transasksi ekonomi pada dua sektor yatu barang dan jasa.
Dalam pemenuhan pandangan Islam terkait politik ekonomi ini maka Islam menetapkan tiga pilar. Pertama, konsep kepemilikan yang dibagi menjadi tiga yaitu, kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kedua, pengelolaan kepemilikan tersebut. Kepemilikan individu mencakup sumber-sumber kekayaan yang bukan bagian dari fasilitas umum dan sumberdaya alam yang jumlahnya berlimpah, seperti tanah pertaian, rumah, kendaraan, industi makanan dan tekstil, dll. Sumber kekayaan ini bebas dikembangkan dan diolah oleh individu untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Kepemilikan umum mencakup fasilitas umum dan sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti jalan, sungai, laut, selat, terusan, panas bumi, tambang minyak, tambang emas, dan tambang mineral lain. Pengeloaan kepemilikan umum diarahkan kepada negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. kepemilikan umum haram dimiliki individu, swasta, terlebih asing. Maka dalam Islam sumber kekayaan dan faktor-faktor produksi tidak dibebaskan dimiliki individu, karena dari kebebasan itulah akan tercipta jurang kesenjangan di masyarakat. Ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air dan api" (HR Ibnu Majah).
Politik ekonomi Islam akan memecah persoalan akut yang ditimbulkan oleh kapitalisme neoliberal. Sumber-sumber kekayaan seperti sumber daya alam tidak mungkin lagi dipermainkan pemerintah dan pemilik modal, penguasaannya sepenuhnya oleh negara dan pemanfaatannya sebesar-besarnya untuk rakyat. Faktor-faktor produksi yang dimanfaatkan sesuai tuntunan Islam akan mengkondisikan pasar domestik Indonesia yang besar menjadi produktif untuk masyarakat Indonesia sendiri. Industri-industri manufaktur pun akan bergairah dengan iklim usaha yang baik, karena barang-barang impor akan diperketat untuk masuk ke pasar domestik Indonesia, para pelaku industri baik domestik maupun asing yang melakukan mopoli akan ditebas, dan menutup keran modal asing. Hasilnya peningkatan besar pada cadangan devisa negara dan pemanfaatan devisa sesuai tuntunan Islam yang mensejahterahkan.
Kondisi umat ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan tegaknya sistem al-Khilafah al-Islamiyah menggantikan sistem korup dan rusak itu. Al-Khilafah yang akan menerapkan Islam secara total yang dengannya membuat Rabb semesta alam ridha; mendatangkan kenikmatan kepada semua manusia baik muslim maupun non muslim dan memeratakan kesejahteraan ke seluruh penjuru negeri.
Dan penulis aktif di Hizbut Tahrir sungguh mengajak Anda untuk berjuang bersama kami guna merealisasi kewajiban agung ini. Maka maukah Anda memenuhi seruan itu?
﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ﴾
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (TQS al-Anfal [8]: 24)
Manifestasi Kebaikan
Akhirnya, adalah nasihat yang tulus bagi mereka yang mendukung seruan ini, dan mereka yang kita melihat banyaknya kebaikan di dalamnya, dan kecintaan yang besar atas aturan Allah SWT, untuk berkumpul dalam usaha perjuangan Islam yang benar yang diwujudkan dalam negara Khilafah ar-Rasyidah yang berjalan pada metode kenabian. Anda tahu bahwa Nabi Muhammad saw. yang mulia telah memberikan kabar gembira tentang hal itu pada hadis yang anda kenal dengan sangat baik:
«… ثم تكون خلافة على منهاج النبوة»
“… Kemudian akan ada Khilafah yang berjalan di atas metode Kenabian”,
Anda pun membaca janji Tuhanmu SWT bahwa umat Islam akan mewarisi, mendapat kekuasaan, kemenangan dan keamanan:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الأَرْضِ
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih di antara kalian bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi (QS an-Nur [24]: 55).
Jadi, kibarkan bendera Khilafah, bendera syahadat tinggi-tinggi di udara. Ketahuilah bahwa mendirikan negara ini hanya dengan satu metode saat Nabi Allah SWT telah menyatakan dan menolak untuk mengambil pemerintahan parsial, atau berpartisipasi dalam sistem korup yang menentang Islam. Sebaliknya, hal ini dilakukan dengan kesabaran bahwa kemenangan akan didapat, dengan kerja keras umat untuk mendapatkan opini publik sehingga di dalamnya akan muncul kesadaran masyarakat untuk wajib melaksanakan syariah Allah SWT secara penuh di bawah negara Khilafah.
Hal ini terjadi melalui dialog intelektual, dengan menyajikan ide-ide Islam yang jelas bertentangan dengan ide-ide kufur sehingga ide-ide itu diserang, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Allah SAW lakukan, dan bukan dengan mengorbankan atau memenuhi tuntutan itu. Hal ini terjadi juga melalui perjuangan politik serta mengungkap rencana-rencana dan plot-plot jahat terhadap Islam dan kaum muslim; bukan dengan berkompromi dan meredakan para tiran dan agen-agen kafir Barat di negara kita dari para politisi, media pragmatis, dan yang disebut sebagai pemikir. Dengan demikian, opini publik akan berpusar di sekitar Khilafah dan syariah sehingga orang-orang yang tulus memberikan dukungan dari pihak tentara akan berpihak kepadanya, karena mereka memiliki kekuatan yang sebenar-benarnya. Hal ini dilakukan melalui perjuangan pemikiran dan politik.
Penulis mengatakan hal ini sebagai tanggapan dari sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:
الدين النصيحة…للهِ، ولكتابه، ولِرَسُوْلِهِ، وَلأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ، وَعَامَّتِهِم
“Sesungguhnya agama itu adalah nasihat.”…”Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan orang-orang yang bersama mereka.” [syahid/voa-islam.com]