SUARA PEMBACA:
Berapa bulan yang lalu di media masa sedang hangat-hangatnya membahas tentang hukuman mati bagi gembong narkoba. Anehnya lagi sudah di vonis hukuman mati, eh ternyata….masih ada sebagian yang lolos karna mendapat grasi dari presiden, dan berbagai alasan, pertimbangan, dan kepentingan-kepentingan penguasa. Padahal di Indonesi sudah banyak jatuh korban akibat narkoba per harinya sekitar 50/jiwa mati sia-sia.
Alih-alih mempertberat hukuman bagi para pelaku criminal, pemerintah melalui DPR malah mau menyingkirkan kalusal hukuman mati dari KUHP. Seperti diketahui, DPR sedang menggodok revisi (perubahan) KUHP di Komisi III. Banyak perubahan yang ditargetkan tercapai. Salah satunya soal hukuman mati. Hukuman mati akan disingkirkan dari pidana pokok (Lihat: Draf RUU KUHP Pasal 65). Hukuman mati akan diubah menjadi pidana pokok yang bersifat khusus dan sifatnya hanya alternatif/pilihan (Lihat: Draft RUU KUHP Pasal 66).
Belum lagi kejahatan, seperti korupsi, pembunuhan, pembegalan, perampokan, dan kejahatan- kejahatan lainnya, yang semakin marak terjadi, hingga menimbulkan rakyat merasa takut, dan tidak nyaman lagi, untuk setiap aktifitas di dalam rumah maupun di luar rumah. Dan anehnya lagi para pelaku kejahatan sudah tidak mempunyai rasa takut untuk melakukan setiap aksi kejahatannya, dengan ganjaran hukuman mati. Semakin gencar hukuman mati di gaungkan, di terapkan, semkain banyak pula kejahatan terjadi.
Pertanyaannya, mengapa para pelaku kejahatan sudah tidak takut lagi akan hukumannya?
Setiap aksi kejahatan yang mereka lakukan, kalau tidak ketangkap, mereka merasa beruntung, dan akan mengulangi kejahatannya lagi, dan lagi. Kalau mereka ketangkap, walaupun sudah di vonis hukuman mati, masih bisa minta grasi, atau suap, atau cara lainnya , hinga terlepas dari segala hukuman”. Begitu fikirnya. Hukuman mati bagi para pelaku kejahatan tidak efektif, dan tidak membuat rasa jera. Bisa dibayangkan, saat ini saja hukuman mati masih ada kejahatan banyak terjadi, apalagi jika dihapuskan!
Dalam Islam, dalam pelaksanan hukuman mati, harus disaksikan oleh masyarakat, waktu pelaksanaanya, setelah vonis dijatuhkan, tidak perlu menunggu lama untuk segera di lakukan hukuman mati
Itulah akibat penerapan hukum demokrasi, hukum buatan manusia, sangat – sangat buruk. Sudah jelas manusia itu sifatnya lemah, dan selalu di pengaruhi lingkungan, pribadi, hawa nafsu. Dan hukum buatan manusia itu jauh dari kata keadilan dan kebenaran, hukum bisa berubah- ubah, sesuai dengan kepentingan penguasa.
Lain halnya dengan penerapan hukum Islam. Di Islam sendiri sudah diatur tentang hukuman mati, dilihat dari beberapa kejahatan tertentu [Uhdud dan Jinayat].
Contoh:
** Orang yang murtad dari Islam. Rasul saw. bersabda:
« مَنْبَدَّلَدِينَهُفَاقْتُلُوْهُ »
“Siapa saja yang mengganti agamanya maka bunuhlah” (HR al-Bukhari, an-Nasa’i, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad).
** Pelaku homoseksual juga harus dihukum mati. Rasul saw. bersabda:
« مَنْوَجَدْتُمُوهُيَعْمَلُعَمَلَقَوْمِلُوطٍفَاقْتُلُواالْفَاعِلَوَالْمَفْعُولَبِهِ »
“Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan obyeknya” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad).
** Pelaku Begal, hingga melayangkan nyawa seseorang.
** Pelaku Korupsi, Pengedaran narkoba, dan masih banyak lagi.
Dalam Islam, dalam pelaksanan hukuman mati, harus disaksikan oleh masyarakat, waktu pelaksanaanya, setelah vonis dijatuhkan, tidak perlu menunggu lama untuk segera di lakukan hukuman mati. Maka masyarakat akan selalu ingat akan hukuman tersebut. Nah disitu ada efek jera yang sangat efektif untuk menghentikan pelaku dan mencegah orang lain untuk berbuat kejahatan yang sama.
Inilah bentuk sanksi hukuman dalam islam, yang benar-benar mendatangkan rahmat, keadilan, dan rasa aman bagi seluruh manusia di muka bumi ini. Maka dari itu campakan hukum demokrasi ganti dengan hukum Islam secara kaffah di bawah naungan khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-Nubuwwah. Wallahu'alam. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Ami Fauziah (Ibu Rumah Tangga, Aktivis Muslimah HTI)
image: harianterbit