Oleh: Indra Fakhruddin (Pengamat Sosial Politik di Al Amri Institute)
Sahabat VOA-Islam...
Reposisi Politik Ulama
Jika demikian, ulama dan politik juga tidak bisa dilepaskan. Namun bukan juga dengan jalur politik sekuler yang selama ini banyak ditempuh oleh ulama. Aktivitas politik ulama adalah dalam rangka mewujudkan makna politik yang agung dalam islam. Yaitu berjuang diranah politik dalam rangka untuk mewujudkan suatu tatanan sistem kehidupan yang diatur berdasarkan syariat islam baik didalam negeri maupun luar negeri. Ulama dengan amanah ilmu yang dimilikinya sangat dibutuhkan umat.
Oleh sebab itu ulama tidak boleh alergi dengan politik. Sudah menjadi kelaziman bahwa aktivitas politik untuk mewujudkan kehidupan islam hanya bisa dilakukan dengan berjuang didalam wadah partai politik. Kenapa harus partai politik? Sangatlah logis bahwa untuk menjawab persoalan yang berdimensi politik harus dilakukan dengan aktivitas politik. Dan aktivitas politik hanya bisa dilakukan oleh partai politik. Tentu frame pemahaman yang digunakan oleh ulama bukan partai politik sekuler tetapi partai politik yang berideologi islam.
Nusantara yang dulu diselimuti kesyirikan, oleh para ulama dirubah menuju wajahnya menjadi nusantara yang berkilau dengan cahaya Islam
Partai didefiniskan sebagai takatul ‘ala mabdâihi amana bihi afroduhu wa yuroddu bi ijâdihil mujtama’ ayy fii ‘alâ qōtihim (Sekelompok orang yang mengemban ideologi sekaligus berjuang mewujudkannya ditengah-tengah masyarakat dalam interaksinya). Tetang partai politik islam (Jamah Dakwah) Al-Quran menjelaskannya didalam surat Ali-Imran ayat 104;
وَلْتَكُنْمِنْكُمْأُمَّةٌيَدْعُونَإِلَىالْخَيْرِوَيَأْمُرُونَبِالْمَعْرُوفِوَيَنْهَوْنَعَنْالْمُنْكَرِوَأُوْلَئِكَهُمْالْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di antara kalian sekelompok umat yang mengajak kepada kebajikan dan menyeru kepada kemakrufan serta mencegah dari kemungkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung".
Sejumlah mufasir menafsirkan makna ayat ini yang semua bermuara pada kewajiban berdakwah berkelompok. Imam Imam Al-Qurthubi memberikan definisi dalam tafsir ‘Jami’ Al-Ahkam Al-Qur’an’, sebagai sekumpulan orang yang terikat dalam satu aqidah. Abu Bakar Ibnu Al-‘Arabi dalam bukunya Ahkamul Qur’an : “Sesungguhnya umat di sini berarti jama’ah/kelompok.”
Imam Ath-Thabari, seorang faqih dalam dalam tafsir dan fiqh , berkata dalam kitabnya Jami’ Al-bayan, tentang arti ayat itu yakni : “Hendaknya ada diantaramu jama’ah yang mengajak pada hukum-hukum Islam”.
Sedangkan Al-Qadhi Al-Baydhawi dalam kitabnya Al-Tanzil wa Asrar Al-Tawil, tentang arti ayat ini : ” Min, di sini ditujukan pada kelompok tertentu, karena dakwah pada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dengan kondisi dan syarat tertentu tidak mungkin dilakukanseluruh kaum muslimin, seperti kewajibanmemahami syari’at dan caranya. Ini adalah sebab mengapa Allah SWT menujukan pada setiap muslim di awal ayat dan memerintahkan dari antara mereka sebagiannya. Jadi ada batas kewajiban ini, jika ditinggalkan maka seluruh kaum muslimin berdosa, tapi jika telah ada satu jama’ah yang memenuhi .
Dengan demikian jelas bahwa kendaraan perjuangan ulama haruslah kendaraan politik yang shohih dan fokus berjuang dalam menegakkan institusi khilafah sebagai institusi politik yang syari dalam islam. Para ulama ahlu Sunnah pun telah bermufakat akan kewajiban menegakkan khilafah. Tak ada satupun yang meyelisihinya. Diantaranya adalah;
Syeikh Al-Islam Al-imam Al-hafidz Abu Zakaria An-nawawi berkata :
الفصلالثانيفيوجوبالإمامةوبيانطرقهالابدللأمةمنإماميقيمالدينوينصرالسنةوينتصفللمظلومينويستوفيالحقوقويضعهامواضعها. قلتتوليالإمامةفرضكفاية…
“…pasal kedua tentang wajibnya imamah serta penjelasan metode (mewujudkan) nya. Adalah suatu keharusan bagi umat adanya imam yang menegakkan agama dan yang menolong sunnah serta yang memberikan hak bagi orang yang didzalimi serta menunaikan hak dan menempatkan hal tersebut pada tempatnya. Saya nyatakan bahwa mengurus (untuk mewujudkan) imamah itu adalah fardhu kifayah”. (Imam Al-hafidz Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Marwa An-nawawi, Raudhatuth Thalibin wa Umdatul Muftin, juz III hal 433).
Imam Abul Qasim An-naisaburi Asy-syafi'i berkata :
... أجمعتالأمةعلىأنالمخاطببقوله { فاجلدوا } هوالإمامحتىاحتجوابهعلىوجوبنصبالإمامفإنمالايتمالواجبإلابهفهوواجب.
“…umat telah sepakat bahwa yang menjadi obyek khitab ("maka jilidlah") adalah imam. Dengan demikian mereka berhujjah atas wajibnya mengangkat imam. Sebab, apabila suatu kewajiban itu tidak sempurna tanpa adanya sesuatu tersebut maka ada sesuatu tersebut menjadi wajib pula”. (Imam Abul Qasim Al-hasan bin Muhammad bin Habib bin Ayyub Asy-syafi'I An-naisaburi, Tafsir An-naisaburi, juz 5 hal 465)
Reposisi Kiprah Ulama
Berikut ini saya petikkan salah satu uraian yang menurut hemat saya apik menjelaskan tentang kiprah ulama sebagaimana tertuang dalam kitab Al-Islam bainal Al-‘Ulama wa Al-Hukam karya Syeikh Abdul Aziz Al-Badri. Beliau salah seorang ulama mukhlis yang berjuang menegakkan khilafah .
الناسبلاعلماءهمجهال،تتخطفهمشياطينالإنسوالجن،منكلحدبوصوبوتعصفبهمالضلالاتوالأهواءمنكلجانب. ومنهناكانالعلماء،مننعماللهتعالىعلىأهلالأرض
Tanpa ulama manusia bodoh dan dikuasai syetan baik dari jenis manusia maupun jin, sehingga mereka bengkok, payah dan teromabang ambing terancam kesesatan hawa nafsu dari berbagai macam arah. Dari sinilah mereka adalah nikmat Allah kepada penduduk bumi.
حفلتالدولةالإسلامية،فيتاريخهاالطويل،بمآثرجليلةسجلهاالعلماءفيمواقفهمالخالدةوالفذةمعالحكام،تلكالمواقفالتياتسمتبالصدقوالجرأة،والإخلاصللهولدينهالحنيف،فكانوانجوماًوضّاءةيهتديبهمالحكاموالمحكومونفيظلماتالحياة..
Daulah islam , dalam sejarahnya yang panjang, telah bersentuhan dengan peran ulama yang mulia dan menyatu dengan para penguasa. Peran mereka yang dihiasi dengan kejujuran, keberanian dan keikhlasan terhadap Allah dan islam, telah menjadi bintang dan cahaya yang memberikan petunjuk kepada para penguasa dan rakyat dalam kegelapan hidup.
Rasulullah Saw bersabda;
إنمثلالعلماءفيالأرضكمثلالنجومفيالسماءيهتديبهافيظلماتالبروالبحرفإذاطمستالنجومأوشكأنتضلالهداة
“Sesungguhnya perumpamaan ulama dimuka bumi adalah seperti bintang-bintang dilangit, yang dengannya menerangi kegelapan didaratan dan lautan. Maka jika bintang itu tenggelam, hamper-hampir petunjuk pun menyesatkan” (Ditakhrij oleh Ahmad Bin Hambal, II, 157)
Para ulama adalah pewaris para nabi, Rasullah saw bersabda,
وإنالعالمليستغفرلهمنفيالسمواتومنفيالأرضحتىالحيتانفيالماءوفضلالعالمعلىالعابدكفضلالقمرعلىسائرالكواكبإنالعلماءورثةالأنبياء
“Sesungguhnya segala makhluk yang ada dilangit dan dibumi hingga ikan di air, memintakan ampunan untuk orang alim. Keutamaan orang alim atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan atas bintang-bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi.”
لقدأظهرالعلماءفيتلكالعصور،عزةالإسلام،وأبانوافيهاحقيقةالشريعةالإسلاميةالغراء،صافيةنقيةمكينة،فيصلابةموقفهامنالحكامالمنحرفينعنهاولوقيدأنملة،وفيمعالجتهالجميعشؤونالدولةالتييرأسهاالحكامويخضعلسلطانهاالمحكومون،كاشفينللعالمأجمعأثرصلابةالإيمانبالشريعةالغراءفيالنوازلوالخطوب،متحملينبصبروشجاعة،ماينتجعنالجهربكلمةالحقعندسلطانجائر،غيرهيابينسلطانالحكام،ولاقوةالدولةولاصولةالجند...
Para ulama dimasa itu, telah menampakkan keagungan islam dan menerangkan hakikat syariat islam yang murni dan bersih untuk meluruskan para penguasa yang membelot walaupun baru sejengkal dan untuk mengobati seluruh penyakit pemerintah yang dipimpinan penguasa yang dianut oleh rakyatnya. Ulama menaklukkan dunia dengan keteguhan iman kepada syariat, dengan ketabahan, kesabaran dan keberanian, sehingga berani mengatakan kebenaran didepan penguasa lalim, tidak takut dengan bengisnya penguasa, kutanya pemerintahan dan sigapnya moncong senjata tentara.
وقالعليهالسلامحينماذكرلهرجلانأحدهماعابدوالآخرعالم
Rasulullah Saw juga bersabda ketika diceritakan kepadanya tentang dua orang yang satu ahli ibadah dan satunya orang alim;
فضلالعالمعلىالعابدكفضليعلىأدناكمأناللهوملائكتهوأهلالسمواتوالأرضوحتىالنملةفيجحرهاوحتىالحوتفيالماءليصلونعلىمعلمالناسالخير
“ Keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan saya atas orang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya Allah, malaikatNya, penghuni langit dan bumi hingga semut dalam lubangnya dan hingga ikan didalam air, mendoakan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (HR. At-Tirmidzi)
كلهذاالفضلللعلماءالعاملين،الجريئينفيالحق،المحبينللخيرالآمرينبالمعروفالناهينعنالمنكرالمحاسبينللحكامالناصحينلهم،والساهرينعلىمصالحالمسلمينالمهتمينبأمورالأمةالمتحملينكلأذىومشقةفيهذاالسبيل
Semua kemuliaan itu dimiliki oleh para ulama yang mengamalkan ilmunya, yang berani menyuarakan kebenaran, yang cinta kebaikan menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar, yang kritis kepada penguasa dan senantiasa memberikan nasehat kepada mereka, yang rela bangun malam demi kemaslahatan kaum muslimin, menjaga urusan umat, tbah menerima segala cobaab dan kesulitan dalam menjalankan tugas-tugas itu
Demikianlah luar biasanya beliau menggambarkan sosok ulama yang seharusnya ada ditengah-tengah kita. Ulama tidak takut kepada penguasa yang bengis dan kejam, karena mereka beriman kepada rasul dan nabi mereka . Sekaligus mereka tidak pernah menyembunyikan ilmu mereka dan mendiamkan kebenaran yang harusnya mereka sampaikan walupun itu kepada penguasa yang dzalim (lihat Al-Qur’an Surat Al-Baqarah : 159, Surat Ali Imran : 187) . Bahkan baginda nabi Saw pernah menyampaikan bahwa ;
الساكتعنالحقشيطانأخرس
“Orang yang tidak menyuarakan kebenaran adalah syaitan bisu”
Ulama Bangkitlah!
Cukup sudah kita menyaksikan kemunduran umat islam yang begitu jauh. Jangan lagi diperparah oleh tingkah ulama yang menambah sakit umat islam. Mari wahai ulama, singkirkan duri-duri yang menghalangi perjuangan ulama menapaki fitrah perjuangannnya. Singkaplah jubah keduniaan yang selama ini masih berteduh diatas kepala. Rasulullah saw mewarisakan suatu urusan besar yang hanya ulama saja yang mampu mewarisi. Jangan kecewakan baginda nabi.
Saatnya ulama kembali ke khithah perjuangan sebagaimana telah digagas oleh para pendiri mereka guna membangkitkan ulama. Sungguh nusantara bumi islam terbesar ini kaya akan ulama. Oleh karena itu para ulama pendiri bangsa ini berharap besar kepada ulama berada di garda terdepan berjuang memerdekakan negeri islam ini dari penjajahan baik penjajahan fisik maupun non fisik. Nusantara yang dulu diselimuti kesyirikan, oleh para ulama dirubah menuju wajahnya menjadi nusantara yang berkilau dengan cahaya islam.
Nusantara yang dulu masih terpecah belah, dipersatukan dengan saudaranya yang lain dalam kesatuan negara khilafah. Nah, Kalau bukan kepada ulama lantas kepada siapa umat ini berharap. Semoga secarik tulisan sederhana mampu memberikan kontribusi untuk membangkitkan ulama dari tidur panjangnya.Wallahu A’lam Bishowwab. [syahid/voa-islam.com]