Suara Pembaca:
Pada selasa 12 agustus 2015 yang lalu, presiden Joko Widodo merombak kabinet dengan melantik 5 menteri dan 1 pejabat setingkat menteri di Istana Negara. Dengan alasan untuk memenuhi janji Jokowi kepada rakyat yaitu meningkatkan kesejahteraan dalam kehidupan mereka. Perombakan kabinet disambut positif. Alasannya karena ketiga menko yg baru dinilai mempunyai kelayakan, kemampuan dan sarat dengan pengalaman.
Perombakan kabinet dilakukan agar koordinasi akan meningkat. Namun hal itu diragukan, karena dua menteri di bidang perekonomian yang ditunjuk memiliki mazhab ekonomi yang berbeda. Rizal Ramli yang ditunjuk sebagai menko kemaritiman dikenal bermazhab ekonomi kerakyatan. Sedangkan, Darmin Nasution yang menempati posisi menko perekonomian berpaham ekonomi liberal. Karena itu perombakan kabinet tidak akan membuahkan hasil yang maksimal karena kerjasama antar menteri dengan paham ekonomi yang berbeda sulit di wujudkan (kabar24.bisnis.com 14/8)
Perombakan kabinet yang dilakukan lebih difokuskan untuk mengatasi kondisi perekonomian yang melambat. Saat ini nilai kurs rupiah terus melemah. Daya beli masyarakat menurun, harga-harga bahan pokok melambung. Lesunya perkonomian telah berdampak terhadap kinerja dunia usaha. Sejumlah sektor usaha telah melakukan PHK. (kompas 18/8)
Masalahnya semakin runyam akibat perlambatan ekonomi global yang berpengaruh besar pada kinerja ekspor. Disisi lain, nilai rupiah lemah karena pemerintah mengadopsi sitem fiat money (uang kertas). Kekayaan alam dan tambang dikuasai oleh asing. Pajak dijadikan tumpuan pemasukan Negara. Pemerintahpun melakukan liberalisasi diberbagai sektor antaranya di bidang pelayanan publik, pendidikan, energi, listrik dan BBM. Konsekuensinya berbagai subsidi untuk rakyat dihapus.
Akibat kebijakan neoliberal, peran pemerintah untuk menggiatkan perekonomian juga sulit dilakukan. Peran pemerintah memang sulit diharapkan secara langsung karena dalam sistem neoliberal, peran pemerintah sengaja makin dipinggirkan khususnyaa dibidang ekonomi terutama di sektor-sektor vital yangmenguasai hajat hidup orang banyak.
Jadi semua keruwetan ini bearakar pada kebijakan dan sistem ekonomi neoliberal. Karena itu perombakan kabinet saja tidak cukup untuk mengatasi persoalan, jika pemerintah tidak segera mencampakkan kebijakan dan system ekonomi neoliberal yang menjadi biangnya.
Mengganti orang yang berkinerja buruk di pemerintahan dengan yang lebih baik tentu penting. Namun mengganti sistem yang nyata-nyata buruk dengan yang baik jelas lebih penting.
Sistem neoliberalis nyatanya buruk dan bertentangan dengan Islam. Karena itu, harus dilakukan penggantian system yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Caranya dengan mewujudkan perubahan yang berarti dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dibawah sistem Khilafah ar Rasyidah yang dijalankan oleh khalifah dan aparatur Negara yang bertakwa, amanah serta memiliki kemampuan dan keahlian. Wallah a’alam bi ash shawab.
Mutriyaningsih
Jl. Ciganitri Mukti V
Cipagalo, Bojongsoang
Bandung