Sahabat VOA-Islam...
Mata uang Indonesia terpuruk di bulan kemerdekaan ini. Hingga hari Senin, 24 Agustus 2015, rupiah tertekan hingga di angka Rp 14.000 per dolar AS. Dampaknya, pelaku ekonomi yang berhubungan dengan ekspor impor terpukul, hutang kepada asing semakin tinggi, daya beli masyarakat menurun.
Hal ini membuat sebagian perusahaan menengah ke bawah tidak kuat bertahan, akhirnya puluhan ribu karyawan pun dirumahkan, bahkan ada yang sudah melakukan PHK.
Krisis ekonomi ini bukan yang pertama terjadi. Hal ini karena sistem mata uang Indonesia mengacu pada nilai mata uang Dolar AS
Krisis ekonomi ini bukan yang pertama terjadi. Hal ini karena sistem mata uang Indonesia mengacu pada nilai mata uang Dolar AS. Mengapa harus mengacu pada dolar? Karena dolar AS digunakan sebagai mata uang untuk transaksi antar negara. Inilah yang disebut fiat currency, dimana mata uang kertas tidak ditopang emas sebagai alat tukarnya.
Sebenarnya, dulu peredaran mata uang masih ditopang oleh emas. Namun, sistem ini dibubarkan oleh AS. Pasalnya AS terus mencetak dollar untuk meningkatkan belanja fiskalnya diantaranya untuk membiayai perang Vietnam. Defisit anggarannya makin membesar sementara rasio antara supplydollar dan cadangan emasnya terus merosot.
Pemberlakuan fiat currency ini membuat resah para pelaku ekonomi. Karena ia membuat mata uang dunia menjadi tidak stabil, fluktuasi nilai tukar menjadi sulit diprediksi bahkan kadangkala bergerak secara ekstrim. Ditambah dengan inflasi yang terus membumbung akibat percetakan mata uang kian tak terkendali.
Dunia termasuk Indonesia, membutuhkan sistem moneter yang jauh lebih stabil, yaitu mata uang emas yang jejak rekamnya telah teruji di dunia moneter internasional selama ratusan tahun. Ia merupakan standar moneter paling layak diperhitungkan. Dengan menerapkan mata uang emas, pemerintah suatu negara tidak dapat menambah pasokan uang dengan bebas. Uang hanya bertambah ketika bertambah pula cadangan emas negara. Sehingga inflasi yang diakibatkan oleh pertumbuhan uang sebagaimana pada sistem mata uang kertas (fiat money) tidak terjadi.
Nilai tukar antar negara pun relatif stabil karena mata uang masing-masing negara disandarkan pada emas yang nilainya stabil. Jadi, sejatinya mata uang di dunia adalah emas dan perak walaupun mata uang yang beredar di berbagai negara bisa bermacam-macam. Hal ini membuat kelancaran dan kestabilan transaksi perdagangan. Eksportir tidak perlu khawair nilai ekspor akan terganggu akibat nilai tukar yang tidak stabil. Nilai hutang luar negeri pun akan relatif stabil, baik dalam jangka panjang atau pendek.
Emas (dan juga perak) adalah komoditi yang dalam pengadaannya membutuhkan ongkos eksplorasi dan produksi. Emas (dan perak) dapat diperjualbelikan jika ia tidak digunakan sebagai uang. Dengan kata lain, emas dan perak mempunyai nilai intrinsik, tidak seperti uang kertas sekarang.
Sistem mata uang emas dan perak memiliki keunggulan yang prima, yaitu berapapun kuantitasnya dalam suatu negara, banyak atau sedikit maka ia tetap akan mampu mencukupi kebutuhan pasar dalam pertukaran mata uang. Jika jumlah uang tetap, sementara barang dan jasa bertambah, uang yang ada akan mampu membeli barang dan jasa secara maksimal. Jika jumlah uang tetap, sedangkan barang dan jasa berkurang, uang yang ada hanya mengalami penurunan daya beli. Walhasil, berapa pun jumlah uang yang ada,tetap cukup untuk membeli barang dan jasa di pasar, baik jumlah uang itu sedikit atau banyak.
Indonesia masih tunduk dibawah pengaruh Barat, AS, yang justru membubarkan sistem mata uang emas ini
Sistem mata uang emas dan perak pun mampu membuat negara memelihara kekayaan emas dan peraknya. Tidak akan terjadi pelarian emas dan perak dari suatu negeri ke negeri lainnya. Negara tidak memerlukan alat kontrol untuk menjaga (cadangan) emas dan peraknya, karena kedua jenis uang itu (emas dan perak) tidak akan berpindah kecuali untuk pembayaran (harga) barang atau upah para pekerja.
Itulah sekilas keunggulan mata uang emas. Namun, keunggulan ini tidak ada gunanya jika hanya menjadi wacana kosong di negeri-negeri dunia Islam yang masih rela tunduk pada hegemoni Barat pimpinan AS. Saatnya kita sadar bahwa perekonomian Indonesia bisa bangkit dari keterpurukan dengan menerapkan sistem moneter berbasiskan emas.
Teringat juga bahwa Indonesia masih tunduk di bawah pengaruh Barat, AS, yang justru membubarkan sistem mata uang emas ini. Maka, sudah saatnya Indonesia tidak lagi tunduk pada Barat, sudah saatnya Indonesia bangkit dari keterpurukan. Dan hanya Islam dengan Khilafahnyalah yang akan membebaskan Indonesia dan negeri muslim lainnya dari keterpurukan. Wallahu’alam bish shawab. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Fatimah Azzahra, S.Pd
Editor: RF