View Full Version
Kamis, 29 Oct 2015

Hukum Melagukan Ayat Al Quran ketika Berkhutbah

 VOA-ISLAM.COM- ada satu hal yang menarik perhatian saya ketika mendengar khutbah jumat, yaitu ketika sebagian khatib berdalil menggunakan ayat dengan melagukan saat membacanya, walau yang dibaca hanya dua ayat atau kurang. Bahkan sebagian mereka ada yang tidak melewatkan satu ayat pun melainkan dilagukan. Pertanyaannya, apakah perbuatan ini ada dasarnya dari sunah nabi atau perbuatan sahabat?

Faktanya, berdasarkan pencarian saya yang terbatas, saya tidak menemukan dalil yang menunjukkan perbuatan ini, baik dari sunah nabi maupun perbuatan sahabat. Bahkan saya mendapatkan banyak hadist yang menyebutkan nabi berdalil dengan ayat Al Quran, namun tidak ada keterangan bahwa beliau melagukannya.

Sebagaimana diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim dalam shahih mereka masing-masing dari Abdullah bin Mas’ud yang berkata, “Tatkala turun firman Allah, orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanannya dengan kezaliman (QS. Al An'am:82) para sahabat mereka keberatan. Mereka bertanya pada Rasululloh, Siapakah di antara kita yang tidak menzhalimi dirinya sendiri? Maka jawab Rasululoh “ bukan itu maksudnya, tidaklah kalian telah mendengar ucapan Luqman, seorang hamba Allah yang shaleh. “Wahai putraku, janganlah kamu berbuat syirik terhadap allah! Sebab sesungguhnya kesyirikan itu adalah kedzaliman yang besar (QS Luqman : 13) maka maksut kedzaliman adalah kesyirikan” (Shahih Al Bukhari dan shahih muslim)

Anda bisa lihat sendiri dalam hadist ini, tidak disebutkan bahwa nabi melagukan ayat yang beliau baca. Begitu juga Ibnu Mas'ud. Hal seperti ini banyak sekali di dalam sunah, sekiranya itu dilakukan nabi tentu telah dinukilkan kepada kita. Bahkan ada juga hadist-hadist yang menunjukkan bahwa nabi membaca potongan ayat dari Al Quran dalam kutbahnya. Diriwayatkan bahwa nabi di atas mimbar pernah membaca ; “dan mereka berseru” wahai malik” (shahih bukhari muslim)

Diriwayatkan pula secara shahih dari nabi bahwa beliau juga pernah membaca surat shad di atas mimbar (sunan abu dawud) Diriwayatkan secara shahih pula dari nabi bahwa beliau membaca surat Qaf di atas mimbar, sebagaimana tadi telah kita bahas ini secara khusus Di saat yang sama, orang orang yang meriwayatkan hadist hadist di atas tidak menyebutkan bahwa nabi melagukan ayat ayat beliau baca di atas mimbar, selain surat qaf.

Itupun menurut saya tidak masuk dalam masalah yang sedang kita bahas. Sebab beliau membacanya bukan dalam rangka mengambil dalil. Beliau membacanya satu surah penuh dan bersambung, yang seperti ini ada kemungkinan beliau membacanya secara tartil dan melagukannya.

Meski demikian, saya masih terus mencari secara serius untuk bisa sampai kepada kesimpulan yang meyakinkan terkait kata sebagian orang bahwa melagukan bacaan ketika berdalil dengan ayat itu bidah. Sulitnya memvonis bidah menjadikan saya tidak maksimal mencarinya.

Akan tetapi saya katakan bahwa perbuatan ini menyelesihi sunah nabi yang telah di ketahui melalui pengkajian, baik itu ketika beliau khutbah atau ketika bicara kepada para sahabat. Setelah mencari, saya tidak mengetahui ada dalil yang menunjukan bahwa beliau melagukan satu atau dua ayat ketika mengutip dalil wallhualam.

Catatan : barang kali ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya Alah taala memerintahkan nabinya agar membaca al Quran secara tartil (lihat Qs Al Muzamil ;4) dan perintah itu tidak terikat apakah harus lebih dua ayat atau semisalnya. Maka jawaban atas hal ini adalah perbedaan antara membaca Al quran dengan tartil dan melagukannya.

Jadi saya katakan, tidak mengapa khatib mengutip satu atau dua ayat sebagai dalil lalu membacanya secara tartil, karena keduanya ada perbedaan. Tartil sebagaimana di terangkan dalam An Nihayah adalah membaca secara perlahan lahan, berhati hati dan memperjelas huru harakat.

Ibnu Astir, An Nihayah fil gharib al hadist wal astar Adapun melagukanya, ada hadist shahih dalam riwayatnya al bukhari dan muslim yang menjelaskan, yakni bahwasanya Nabi bersabda “tidaklah Allah mendengarkan sesuatu melebihi mendengarnya dia terhadap nabi yang melagukan Al Quran dengan suara keras” (HR Bukhari Muslim)

As Safii berkata “ maknanya adalah memperindah dan memperlembut bacaan” Ibnu Kastir berkata mengenai firman allah ‘ dan bacalah al quran secar tartil” yakni bacalah Al quran perlahan lahan” Tafsir Al quran Al adhim Juz VIII H 250

Dari sini jelaslah sudah perbedaan antara melagukan dan membacanya secara tartil. Membaca ayat perlahan lahan dalam khutbah tidaklah mengapa. Lain halnya dengan melagukan, karena saya tidak menemukan perbuatan nabi yang menunjukan hal itu. Wallahualam.

Faedah : Syaikh Bakr Abu Zaid berkata : termasuk perkara baru yang di ada adakan oleh para penceramah dan khatib di zaman sekarang adaah mengubah suara ketika membaca ayat ayat Al Quran agar suara itu seirama dengan nasehat dan khutbahnya, Ini termasuk perbuatan yang tidak pernah dikenal di zaman salaf serta para imam yang menjadi panutan. Tidak juga kita jumpai ada ulama ulama besar zaman sekarang. Yang ada mereka justru menjauhinya, dan banyak para pendengar yang tidak menyukainya. Meskipun perasaan orang berbeda-beda, namun yang rusak tidak bisa dijadikan patokan. Sebagimana sesuatu yang menyelisihi jalan para pendahulu umat ini juga tidak bisa dijadikan patokan. Wallahualam. [Protonema/voa-islam] Disadur dari kitab Asy Syamil fi Fiqh Al Khatib wa Al Khutbah/ Dr Suud Bin Ibrahim Muhamad As Suraim

 
 

latestnews

View Full Version