Sabahat VOA-Islam...
PT. Freeport merupakan salah satu perusahaan tambang terkemuka di dunia. PT. Freeport indonesia melakukan eksplorasi, menambang dan memproses biji yang mengandung tembaga, emas dan perak di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia. PT. Freeport merupakan salah satu bentuk investasi perusahaan milik asing di Indonesia.
Pada Jum’at, 9 Oktober 2015 menteri ESDM Sudirman Said menyatakan bahwa “pemerintah telah meyakinkan PTFI akan menyetujui perpanjangan operasi paska 2021 termasuk kepastian hukum dan fiscal yang terdapat pada Kontrak Karya”. Hal ini disebabkan besarnya investasi PTFI telah memberikan manfaat bagi Indonesia. Namun saat masalah ini menjadi sorotan, pemerintah “meralat” dengan menegaskan bahwa kontrak dengan PTFI tersebut belum diperpanjang (Liputan6.com, 16/10/2015).
Jokowi juga mengaku telah bertemu dan berbicara dengan manajemen PTFI dan juga mengajukan 5 syarat dalam proses negosiasi kontrak. PTFI diminta: (1) Ikut membantu pembangunan papua. (2) Meningkatkan kandungan local, termasuk menambah jumlah pekerja asal papua. (3) Mendivestasi (menjual) sebagian sahamnya. (4) Meningkatkan royalty yang dibayarkan pada pemerintah Indonesia. (5) Mengolah logam di dalam negeri, termasuk membangun industry hilir khususnya di Papua.
Dari persyaratan diatas, agaknya “sudah dipastikan” bahwa perpanjangan kontrak PTFI akan dilakukan. Pasalnya, persyaratan tersebut telah disepakati oleh PTFI. Namun jika sampai saat ini kontrak tersebut blm diperpanjang, hal itu disebabkan karena UU yang mengharuskan perpanjangan kontrak hanya bisa dilakukan 2 tahun sebelum kontrak tersebut berakhir, yaitu tahun 2019.
Bukan hanya itu, pemerintah juga mempunyai rencana akan memperpanjang izin operasi PTFI selama 20 tahun. Jika memang benar akan diberikan, itu artinya tehitung dari 2021 PTFI dapat mengeruk kekayaan emas, perak dan tembaga di Papua hingga 2041. Hal ini berarti akan bertambah lagi deretan bencana yang menimpa negeri kita.
PTFI merupakan salah satu bentuk pemasukan bagi pemerintahan Indonesia dengan cara memberikan royalty, pembagian deviden, dan pajak. Namun di balik semua itu PTFI telah banyak merugikan negeri ini
PTFI merupakan salah satu bentuk pemasukan bagi pemerintahan Indonesia dengan cara memberikan royalty, pembagian deviden, dan pajak. Namun di balik semua itu PTFI telah banyak merugikan negeri ini. Selain pembagian royalty yang sangat kecil, PTFI juga mempunyai masalah dengan lingkungan.
LSM Jatam mengungkapkan, “tanah adat 7 suku, di antaranya Amungme, diambil dan dihancurkan pada saat awal beroperasi PTFI. Wilayah estuary tercemar sepanjang 110 Km2, 113 km2 lahan subur terkubur dan sungai Ajkwa beracun hingga 40 km akibat limbah tailing yang ditimbun oleh PTFI. Jika musim penghujan datang, sungai Ajkwa mengalami perubahan aliran sungai yang menyebabkan banjir, kehancuran hutan tropis seluas 21 km2 dan menyebabkan daerah yang semula kering menjadi rawa.”
Akibat dari kerusakan yang terjadi, Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesia Resoucers Studies (IRESS) mengusulkan kepada pemerintah agar memberikan denda pada PT. Freeport sebesar US$ 5 milliar atau setara dengan Rp. 67,7 triliun (perkiraan kurs Rp 13.504 perdolar AS) (liputan6.com, 17/10). Hal itu diserupakan dengan kasus BP yang mencemari lingkungan di AS dan dijatuhi denda US$ 30 milliar. Selain itu PTFI juga menahan pembangunan smelter guna memastikan perpanjangan operasinya.
PT. Freeport juga tak segera mendevistasi (menjual) sebagian saham seperti PMA Minerba lainnya. PTFI juga tidak menyetorkan dividen kepada pemerintah tahun 2012 – 2014. Meski semua itu, PT. Freeport tetap saja diistimewakan, bahkan diberi sinyal kepastian perpanjangan kontraknya pasca 2021, yang menjadi pertanyaannya adalah siapakah yang harus lebih berperan dalam menangani bencana ini? Pemerintah ataukah PT. Freeport??
Jika pemerintah mempunyai tujuan untuk menciptakan kesejahteraan rakyatnya, maka seharusnya pemerintah menyudahi kerjasama dengan PTFI. Dalam UU juga dinyatakan bahwa “bisa diperpanjang”, tidak wajib dan tidak harus. Jika itu dilakukan, maka itu menjadi keputusan yang terbaik dan sangat menguntungkan bagi negeri ini dan rakyatnya. Apalagi pemberian ijin operasi kepada PT. Freeport dan sejenisnya jelas menyalahi aturan islam.
Dalam islam, tambang yang berlimpah haram diserahkan kepada swasta, apalagi asing. Abyadh bin Hammal ra. Menuturkan bahwa: “ia pernah dating kepada Rasulullah saw, lalu meminta (tambang) garam.
Ibn al-Mutawakkil berkata, “(Maksudnya tambang) yang ada di Ma’rib.” Beliau kemudian memberikan tambang itu kepada dia. Ketika dia pergi, seseorang di majelis itu berkata (kepada Nabi saw.), “apakah anda tahu apa yang anda berikan? Sesungguhnya anda memberi dia (sesuatu laksana) air yang terus mengalir.” Ibn al-Mutawakkil berkata,”Rasul lalu menarik kembali (tambang itu) dari dia (Abyadh bin Hamal).” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi dan al-Baihaqi).
Islam menetapkan tambang adalah milik seluruh umat, baik para pejabat maupun rakyat biasa. Tambang seharusnya dikelola langsung oleh negara dan seluruh hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat. Hanya dengan aturan islam seperti itulah kekayaan alam akan benar-benar menjadi berkah untuk negeri ini dan penduduknya.
Jadi, stop Freeport!! Untuk memberikan keuntungan terbesar bagi rakyat dan memperjuangkan nasib generasi mendatang. Mari berjuang untuk kedaulatan negeri ini demi menciptakan kesejahteraan dan kemaslahatan untuk rakyat indonesia. Wallah a’lam bi –ash-shawab. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Silmi Kafhah