View Full Version
Sabtu, 31 Oct 2015

Bencana Asap Ulah Tangan Manusia

SUARA PEMBACA

Sebagian musibah yang ditimpakan oleh Allah SWT terhadap manusia adalah akibat perbuatan manusia sendiri, termasuk bencana kabut asap. Musibah tersebut seharusnya menyadarkan manusia akan kesalahan mereka sehingga mereka segera kembali ke jalan yang benar.

يَرْجِعُونَ لَعَلَّهُمْ عَمِلُوا الَّذِي بَعْضَ لِيُذِيقَهُم النَّاسِ أَيْدِي كَسَبَتْ بِمَا وَالْبَحْرِ الْبَرِّ فِي لْفَسَادُ ظَهَرَ

Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS ar-Rum [30]: 41).   

Lagi- lagi bencana menerjang negeri ini, salah satunya yang sedang ramai di perbincangkan yaitu kebakaran hutan yang cukup luas dari tahun  ketahun, sehingga mengakibatkan kabut asap yang sangat pekat, yaitu meliputi wilayah di 12 provinsi, dengan luas jutaan kilometer persegi. Kabut asap pekat terutama menyelimuti wilayah Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Di Sumatera, kabut asap menyelimuti 80 persen wilayahnya (Kompas, 5/9).        

Bencana kabut asap juga telah menyebabkan bencana kesehatan massal. Sebanyak 25,6 juta jiwa terpapar asap, yaitu 22,6 juta jiwa di Sumatera dan 3 juta jiwa di Kalimantan. Puluhan ribu orang menderita sakit. Hingga 28/9, di Riau saja tercatat 44.871 jiwa terjangkit Infeksi Saluran Pernapasan Akut/ISPA (Riau Online, 28/9). Jumlah itu masih mungkin akan bertambah.

Jumlah itu belum ditambah total puluhan ribu kasus ISPA di Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan daerah lainnya.Kebakaran lahan dan hutan yang cukup dahsyat sudah terjadi setidaknya sejak 1967. Sejak itu kebakaran lahan dan hutan terus berulang tiap tahun. Semua ini menunjukkan tiga hal.

Pertama: Penindakan terhadap para pelaku selama ini begitu lemah. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, karena adanya pembiaran dan penegakan hukum yang lemah, pelanggaran terus terjadi (Kompas.com, 14/9). Kedua: Seolah tak pernah ada upaya pemerintah untuk mengambil pelajaran. Padahal dengan belajar dari kasus-kasus sebelumnya, seharusnya kebakaran lahan dan hutan sudah bisa dicegah semaksimal mungkin oleh pemerintah. Ketiga: Kebijakan/aturan tak memadai dan tak konsisten dijalankan sehingga tak bisa mencegah dan mengakhiri kebakaran lahan dan hutan. Masih banyak celah hukum sehingga para pelaku bisa lolos dari jerat hukum.    

Negara bertanggung jawab penuh dalam upaya untuk mengakhiri bencana kabut asap yang terus terjadi. Hutan dan lahan gabut harus dikelola negara dalam bingkai pelayanan diselarasakan dengan karakternya bukan eksploitatif yang memaksa gambut mengikuti nafsu dan kerakusan manusia akan keuntungan. Serta menghentikan total pemberian hak istimewa dalam penguasaan dan pengelolaan hutan dan lahan gambut kepada individu maupun korporasi baik secara konsesi atau untuk masa tertentu. Dan Negara saat ini hanya berharap dengan turun hujan dan bantuan–bantuan asing.                

Bencana kabut asap ini seharusnya menghasilkan  kesadaran kepada publik, tentang kegagalan tata kelola gambut neoliberal yang tidak alami, rakyat sadar akan kebutuhan sistem yang mampu menjamin gambut dikelola sesuai karakter alaminya yang dimiliki istem islam yaitu khilafah.

Kiriman Ami Fauziah,

(Ibu Rumah Tangga, tinggal di Jatinangor, Kab. Sumedang)


latestnews

View Full Version