View Full Version
Selasa, 10 Nov 2015

Menolak LGBT, Acara Peduli Sahabat di Malang malah Dibubarkan Banser

Sabtu, 7 November 2015 seharusnya ada acara yang berisi penolakan dan penyadaran terhadap LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) di kampus UIN Malang. Sayang, acara yang bagus ini malah dibubarkan paksa dengan berbagai alasan oleh beberapa ormas salah satunya adalah Banser.

Di bawah ini adalah ungkapan ‘kegeraman’ salah satu calon pembicara di acara tersebut, Sinyo Egie sebagai salah satu pendiri grup Peduli Sahabat di Facebook. Peduli Sahabat adalah grup yang mendampingi para SSA (Same Sex Attraction) atau suka sesama jenis untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

::Selamat Tinggal Indonesia::

Banyak anak Indonesia yang berprestasi akhirnya harus hidup dan menetap di negara lain bukan karena minim kebangsaannya tapi begitu mengenaskan penghargaan publik baik lahir dan batin kepadanya.

Tanggal 6 November panitia acara seminar nasional tentang LGBT UIN yang akan diikuti 650 peserta didatangi beberapa ormas Malang, catat pukul 23.30 WIB bro...serem

Mereka berusaha membatalkan acara itu dengan alasan:
1. Kampus UIN adalah kampus berbasis agama, jangan dinodai acara LGBT.
2. Sudah banyak acara LGBT dibatalkan di Malang, termasuk acara ini harus dibatalkan. Ditengarai acara yang dari Unibraw pindah ke sini.
3. Menegakkan amar makruf nahi munkar.
4. Pemateri ada yang pro LGBT.

Panitia, dekan III psikologi UIN, seorang dosen sudah mematahkan asumsi tidak berdasar itu dengan bukti-bukti tetapi mereka tidak mau tahu. Kalau pun kontra maka harus membuat konsesus tolak LGBT, minta izin ormas jauh-jauh hari, dan Malang tidak boleh dinodai LGBT.

Semua atribut diturunkan, pengeras suara, dan infocus dimatikan. Mereka menghubungi salah satu ulama untuk memberitahu rektor UIN agar acara dibatalkan, padahal tahu bahwa acara ini tidak mendukung LGBT. Bayangkan itu diskusi sampai jam 01.30 dini hari.

Pagi, tgl 7 November 2015 peserta dilarang masuk tapi dengan surat panitia akhirnya satpam membolehkan dengan tanggungan dirinya. Semua peserta, sudah datang 600-an, telah diberitahu situasi yang terjadi.
Saya harus mengisi di awal waktu (di jadwal diletakkan di pemateri ketiga) agar minimal peserta dapat sedikit pencerahan walau tidak maksimal.

Baru dapat 30 menit, teriak-teriak tanpa pengeras suara dan infocus, akhirnya harus dihentikan. Para ormas minta waktu untuk tampil memberi pernyataan bahwa mereka mendukung panitia dan isi acara tapi tetap harus dihentikan (ini yang membuat para peserta bingung). Walau dekan III membolehkan acara terus tapi terpaksa ditutup juga karena perintah rektor UIN atas permintaan ormas-ormas itu. Ada salah satu dekan yang meradang dan ingin melaporkan ormas ke polisi tapi tidak tahu beneran akan dimejahijaukan tidak, entahlah.

Ada peserta yang jauh-jauh datang ke Malang, pegawai lapas yang izin tidak masuk kerja, para guru, dan sebagian peserta emosi mau menghadapi para ormas itu tapi kami cegah agar tidak terjadi kerusuhan (walau jelas jumlah kami lebih banyak)

Ormas itu....Membolak-balik buku ABtL tanpa tertarik membacanya. Tidak mempelajari isi materi untuk peserta. Mengajak bicara para pemateri, entah siapa materi yang dianggap pro LGBT, tapi tidak jelas arahnya.

Coba teman semua bandingkan dengan orang Malaysia ini, bayangkan baru saja dua hari yang lalu membeli buku ABtL (dia belum kenal baik Peduli Sahabat), selesai membacanya sudah mau mengajak kerjasama. Sungguh menghormati dan menghargai pakai sekali atas usaha keras, ide, dan semangat seseorang untuk maju dalam kebaikan.

Jangan salahkan kita, saya atau anak-anak lain bangsa ini, yang berjuang demi kebaikan negeri ini secara maksimal kalau suatu hari terpaksa mengucapkan 'selamat tinggal Indonesia'.

(riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version