SUARA PEMBACA:
Angka penularan HIV/AIDS di Indonesia terus meroket. Indonesia termasuk dalam negara epidemik HIV. Pertumbuhan epidemi HIV Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. Terus meroketnya angka penularan dan penyebaran HIV/AIDS mengindikasikan bahwa upaya penanggulangan selama ini sudah gagal. Skema ABC (Abstinence-Be faithful-Condom) untuk mencegah penularan HIV/AIDS menjadi sia-sia karena perilaku seksual masyarakat tetap dan malah semakin permisif.
Hubungan seks bebas (zina) dan penggunaan jarum suntik secara bergiliran di kalangan pecandu narkoba masih menjadi penyebab utama penularan virus HIV/AIDS. Banyak daerah mengalami kenaikan jumlah pengidap HIV/AIDS seiring dengan makin liberalnya pergaulan masyarakatnya, terutama di kalangan beresiko tinggi tertular HIV/AIDS.
Hal ini membuktikan, upaya pencegahan penularan penyakit ini sudah menemui jalan buntu, karenanya sekarang kampanye pun digeser yakni justru banyak ditujukan agar publik dapat menerima kehadiran kaum OHIDA (Orang Hidup Dengan HIV/AIDS). Masyarakat juga diajak tidak malu melakukan tes HIV/AIDS, dan bagi yang terbukti positif dihimbau agar mau berobat dan hidup normal seperti orang kebanyakan. Penanganan penyakit HIV/AIDS sekarang lebih fokus pada kuratif, ketimbang preventif. Padahal sesungguhnya penanganan yang paling tepat justru pada preventif atau pencegahan. Selain persoalan seks bebas, masyarakat juga mulai dibombardir dengan berbagai informasi supaya mengakui kehadiran kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender).
Apa yang dilakukan oleh seluruh negara di dunia, termasuk pemerintah Indonesia, dipastikan akan menemui jalan buntu. Pasalnya mereka justru lebih berkutat pada tindakan kuratif ketimbang preventif. Padahal solusi terbaik adalah preventif, mencegah perilaku seks bebas dan gaya hidup liberal. Pencegahan yang terbaik tidak lain berasal dari ketakwaan pribadi Muslim.
Dalam pandangan Islam, zina adalah keji dan termasuk dosa besar. Siapa saja yang bisa menghindarinya maka akan selamat dari azab Allah dan mendapatkan ganjaran besar di sisi Allah.Solusi yang diberikan Islam juga amat jitu, yakni memberikan tindakan preventif dengan mengharamkan perzinahan dan gaya hidup LGBT. Bahkan al-Quran memberikan hukum yang lebih tegas dalam menata sistem sosial, dengan mengharamkan aktivitas apa saja yang mendekati perzinaan (QS. Isra [17]: 32).
Akan tetapi tidak mungkin solusi Islam ini dapat diterapkan di alam liberalisme. Menyuruh rakyat menjaga diri tapi lingkungan liberal penuh dengan gaya hidup permisif. Ibarat orang disuruh bersuci tapi kemudian dibiarkan berjalan di lingkungan penuh najis, kemungkinan besar akan terkena najis. Tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan umat dari epidemi HIV/AIDS melainkan dengan mengenyahkan liberalisme lalu menggantinya dengan syariat Islam. Islam akan mencegah perbuatan zina dengan membuka kemudahan pintu pernikahan dan menjaganya dengan sanksi pidana yang ketat.
Adapun orang yang tak bersalah yang telah menjadi pengidap HIV/AIDS maka akan dilindungi oleh negara. Mereka akan diberikan perawatan yang optimal agar tetap dapat hidup normal, beribadah kepada Allah, dan menjalankan syariat Islam dalam kehidupan. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Regard Mutriyaningsih