Oleh: Mariyatul Qibtiyah, Bojonegoro
Saat ini, bekerja sudah menjadi hal yang lazim dilakukan oleh perempuan. Baik sebagai guru, karyawan swasta, buruh pabrik, atau kuli bangunan. Baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Data yang dikeluarkan oleh BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI) menyebutkan bahwa pada tahun 2014 jumlah tenaga kerja wanita di luar negeri sebesar 243.629 orang. Jumlah ini lebih besar dibandingkan tenaga kerja pria yang sebesar 186.243 orang.
Buah Penerapan Kapitalisme
Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini telah membawa dampak yang sangat buruk. Laju inflasi yang tinggi akibat kenaikan TDL (tarif dasar listrik) dan harga bahan bakar minyak menyebabkan harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Akibatnya, daya beli masyarakat semakin menurun. Angka kemiskinan pun kian bertambah. Banyak perusahaan yang merumahkan karyawannya atau bahkan gulung tikar karena tidak mampu lagi menutupi biaya produksi. Dampaknya, angka pengangguran pun bertambah.
Di samping itu, sistem kapitalisme telah membuat standar kebahagiaan masyarakat adalah terpenuhinya kebutuhan fisik semata. Ukuran kesuksesan pun hanya dilihat dari seberapa besar materi yang berhasil dikumpulkan atau barang bermerk yang digunakan. Tidak mengherankan jika masyarakat, terutama kaum perempuan menjadi konsumtif. Penghasilan suami yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, membuat mereka mencari penghasilan tambahan.
Dengan alasan membantu perekonomian keluarga, perempuan kini sibuk bekerja. Ada yang membuka usaha di rumah agar tetap bisa mengasuh sendiri anak- anak mereka. Tetapi, banyak juga yang memilih bekerja di luar dengan berbagai alasan.Mereka rela meninggalkan anak-anak mereka dalam asuhan orang lain. Entah itu neneknya, baby sitter, asisten rumah tangga atau di tempat penitipan anak.
Meski ekonomi keluarga terbantu, tidak berarti masalah selesai. Tidak jarang muncul masalah stress. Anak- anak menjadi korban. Kekerasan terhadap anak pun meningkat. Kenakalan anak-anak akibat salah pergaulan dan kurangnya kasih sayang juga bertambah.Tidak hanya itu, perselingkuhan pun semakin marak terjadi. Ujung-ujungnya, bangunan keluarga pun di ambang kehancuran.
Islam dan Perlindungan terhadap Ibu dan Anak
Islam telah memberikan posisi yang terhormat kepada kaum perempuan, yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Berkaitan dengan hal itu berlaku kaidah, “Al ashlu fi al mar’ah annaha umm(un) wa rabbatu bait(in) wa hiya ‘irdl(un) yajibu an yushana (Hukum asal perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dan ia adalah kehormatan yang wajib dijaga).” Karena itu, peran utama kaum perempuan adalah mendidik anak-anak mereka dengan Islam, agar kelak menjadi generasi terbaik.
Sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anak, perempuan mempunyai posisi yang strategis. Karenanya, posisi itu benar-benar dijaga oleh negara. Negara akan melindungi perempuan dengan aturan-aturan yang diambil dari al Qur’an dan as Sunnah. Aturan-aturan itu di antaranya adalah:
Dengan diterapkannya aturan-aturan ini, kesejahteraan perempuan akan terjamin dan kehormatannya akan terjaga. Mereka bisa fokus mengasuh dan mendidik anak-anaknya tanpa ada rasa khawatir terkait nafkah. Mereka juga bisa melepas anak-anak mereka untuk menuntut ilmu tanpa disertai rasa waswas terkait keselamatan dan pergaulan anak-anak. Demikianlah, dengan Islam negara benar-benar akan mampu melindungi ibu dan anak sehingga akan terwujud generasi yang akan menjadi khairu ummah. Wallaahu a’lam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google