Menjadi guru, dosen, dan praktisi pendidikan adalah sebuah pilihan. Pilihan yang mampu mengantarkan jalan keridaan. Saat yang diajarkan kebaikan lalu diaplikasikan maka pahala mengalir hingga jasad terkubur. Namun kewaspadaan harus senantiasa ada mengingat manusia terkecuali Rasulullah tak mampu alpa dari kesalahan.
Kesabaran menjadi obat mujarab tatkala anak didik lengah maupun belum mampu memahami apa yang tersampaikan. Mengingat manusia bukanlah Tuhan yang mampu membolak-balikkan hati dan memberi ilmu pengetahuan. Seorang Rasul hanya mampu membagi dan Allah sajalah yang mampu memberi. Begitu juga guru hanya mampu menyampaikan, biarlah Allah yang membimbing akal dan hati hamba-Nya. Hanya Allah yang mampu membolak-balikkan hati manusia. Kewajiban muslim cukuplah mendakwahkan kebenaran, hasilnya urusan Rabb semesta alam.
Sebuah keharusan seorang pendidik sebelum mendidik adalah mencintai anak didik. Jika cinta itu belum tumbuh maka harus senantiasa diupayakan hingga ia tumbuh di dalam hati sanubari. Menganggap mereka layaknya anak kandung sendiri. Memandang mereka tak hanya di masa kini namun di masa yang akan datang. Bukan bermaksud berangan-angan namun berharap pendidikan yang kita bagikan menjadi aset masa depan. Aset bagi Islam, maupun aset bagi diri saat jasad terkubur dan tiada lagi kesempatan beramal melainkan amal jariyah di masa sekarang. Yang terpenting mengantarkan mereka ke jalan kebenaran dan keridaan.
Mencukupkan memandang mereka di masa kini bisa jadi hanya sekedar asal-asalan dalam mendidiknya. Mencukupkan diri dengan upaya yang minimalis bahkan bisa jadi jumud menyapa. Pandanglah mereka di masa yang akan datang. Bisa jadi masa kini mereka tak kunjung paham dan bahkan terkategori nakal namun bisa jadi saat mereka besar, sepatah dua patah kata dari kita terngiang di telinganya. Dan mereka menjadi anak salih/ah serta mendoakan kita dalam setiap usai salatnya.
Di saat kita hanya memandang mereka di masa kini saja bisa jadi kita akan menjadi orang yang merugi. Betapa tidak di masa kecil terkadang tingkah laku mereka adakalanya kurang mengenakkan. Tanpa kesabaran yang dilandasi ketaatan kepada Allah bisa jadi bukan pahala kebaikan yang kita dapatkan namun kegalauan, kebosanan dan keluhan.
Di saat seorang pendidik telah mengupayakan sekuat tenaga untuk kebaikan anak didiknya, namun hasil tak kunjung ada, tawakkal dan kesabaran jalannya. Ingatlah kita di masa lalu. Masa di saat kita mengalami hal yang serupa dengan anak didik kita. Bisa jadi dahulu guru kita galau memikirkan tingkah laku kita. Mengupayakan dengan sekuat tenaga demi kebaikan kita.
Seorang guru yang bukan biasa mengupayakan hal yang luar biasa. Ia senantiasa berupaya agar anak didiknya melebihi kemampuannya. Tak hanya mengantarkannya selevel dengannya namun jauh melebihinya. Bukan sebuah hal yang memalukan jika muridnya di hari esok melebihi kemampuan gurunya. Namun menjadi kebahagiaan tersendiri tatkala menjumpai anak didiknya menjadi orang yang banyak memberi manfaat. Setidaknya pernah ikut andil dalam keilmuan yang dimiliki anak didiknya.
Bersikap adil menjadi keharusan. Di saat hati condong berpihak ke beberapa anak didik segera ingatkan diri untuk adil dalam berbagi. Berbagi ilmu, perhatian dan didikan.Manusia tak tahu masa yang akan datang. Bisa jadi saat condong ke salah satu anak didik dan kurang memperhatikan yang lain, di masa yang datang justru yang tak tersentuh perhatianlah yang mendoakan di setiap penghujung malamnya.
Teruntuk para pendidik cintailah anak didik karena Allah. Di setiap anak yang di samping dan hadapan kita adalah ladang amal salih yang Allah berikan kepada kita. Jangan siakan mereka karena mereka butuh nasihat, ilmu dan keteladanan Rasul melalui kita. Allahu Alam. (riafariana/voa-islam.com)
Kiriman: Anna Mujahidah Mumtazah (pendidik di Bojonegoro)