View Full Version
Sabtu, 30 Jan 2016

LGBT Produk Liberal Hancurkan Generasi

Oleh : Lusiyani Dewi, S. Kom (Pemerhati Sosial Politik)

Sahabat VOA-Islam...

Beberapa waktu lalu, publik dihebohkan dengan adanya Komunitas Bocah Homo yang jadi Trending Topic di Twitter dengan pengikut tembus 3.032 anak. Sebuah akun Twitter @gaykids_botplg menggegerkan dunia maya. Komunitas bocah homo ‘bau kencur’ ini mulai berani terang-terangan (METROPOLITAN.ID).

Dari hasil penelusuran, para pengikut @gaykids_botplg banyak yang memasang profil foto mesum sesama jenis. Ada yang memasang foto profil beradegan ciuman, ada pula yang sengaja menunjukkan gambar alat kelamin atau bagian vital. Sebagian memilih mengosongkan foto profilnya. Namun, kebanyakan pengikut akun @gaykids_botplg memasang foto anak-anak.

Lewat akun resmi Harian Metropolitan di Twitter, penelusuran pemilik akun @gaykids_botplg terus berlanjut. Saat dilakukan pencarian, terungkap para pengguna Twitter yang ikut menyertakan hastag tersebut merupakan anak-anak pelajar seusia SMP. Bahkan beberapa postingannya membuat jijik lantaran menampilkan gambar tak senonoh. Seperti foto hubungan badan antarlelaki yang diposting secara vulgar. Tak hanya itu, bocah-bocah pengikut @gaykids_botplg tak segan juga meminta teman kencan di ranjang.

Itulah sebagian fenomena akibat tersebarnya  LGBT (lesbian, gay, biseks dan transgender). Parahnya lagi, saat ini paham ini sudah menyerang penduduk negeri ini mulai sejak dini. Tanpa sadar, anak-anak bau kencur itu sudah melakukan berbagai kampanye untuk mengokohkan eksistensinya bahwa LGBT adalah fitrah bukan sebuah penyimpangan.

Padahal  secara genetik, Fenomena LGBT tidak terbukti secara ilmiah merupakan fenomena dari faktor gen. Kode gen “Xq28” yang selama ini ditengarai sebagai gen pembawa kecenderungan fenotepe homoseksual, tidak terbukti mendasari sifat dari homoseksual.

Pada 1999, Prof. George Rice dari Universitas Western Ontario, Kanada, mengadaptasi riset Hamer dengan jumlah responden yang lebih banyak. Rice dan tim memeriksa 52 pasang kakak beradik homoseksual untuk melihat keberadaan empat penanda di daerah kromosom. Hasilnya menunjukkan, kakak beradik itu tidak memperlihatkan kesamaan penanda di gen Xq28 kecuali secara kebetulan.

Para peneliti tersebut menyatakan bahwa segala kemungkinan adanya gen di Xq28 yang berpengaruh besar secara genetik terhadap timbulnya homoseksualitas dapat ditiadakan. Sehingga hasil penelitian mereka tidak mendukung adanya kaitan gen Xq28 yang dikatakan mendasari homoseksualitas pria.

Penelitian juga dilakukan oleh Prof Alan Sanders dari Universitas Chicago, di tahun 1998-1999. Hasil riset juga tidak mendukung teori hubungan genetik pada homoseksualitas. Penelitian Rice dan Sanders tersebut makin meruntuhkan teori “Gen Gay”.

Ruth Hubbard, seorang pengurus “The Council for Responsible Genetics” yang juga penulis buku “Exploding the Gene Myth” mengatakan: “Pencarian sebuah gen gay bukan suatu usaha pencarian yang bermanfaat. Saya tidak berpikir ada gen tunggal yang memerintah perilaku manusia yang sangat kompleks. Ada berbagai komponen genetik dalam semua yang kita lakukan, dan adalah suatu kebodohan untuk menyatakan gen-gen tidak terlibat. Secara sudut pandang hubungan sosial kemasyarakatan, justru persoalan LGBT ini muncul dari sudut pandang yang salah dalam melihat “naluri seksual”.

Sesungguhnya, gerakan LGBT telah menjadi program global untuk merusak identitas generasi dunia termasuk di dalamnya generasi Islam untukmenghancurkan potensi mereka sejak dini. Di negeri-negeri muslim, praktek homoseksual sejak lama dianggap penyimpangan fitrah kemanusiaan sehingga jarang dibicarakan secara terbuka, namun sejak dua dekade terakhir ini seiring dengan kian derasnya kampanye hak-hak kaum LGBT, isu ini tidak lagi asing bagi masyarakat muslim.

Apalagi sejak PBB secara resmi mengakui hak-hak kaum Luth modern ini dalam UN Declaration on Sexual Orientation and Gender Identity (Deklarasi PBB terkait Orientasi Seksual dan Identitas Gender) yang diakui dan diadopsi pada 13 Desember 2008. Hampir semua negeri-negeri muslim (sebanyak 54 negara) menolak menandatangani deklarasi ini, termasuk Indonesia. Sementara sebaliknya nyaris semua negeri-negeri non-muslim –terutama negeri-negeri di Barat- menandatanganinya (sebanyak 94 negara).

Namun abad 21 ini, kaum LGBT telah menjelma menjadi sebuah kekuatan politik, karena telah diakui secara politis oleh amerika Serikat sebagai “negara pertama” dalam konstelasi internasional dengan memfasilitasi tujuan puncak perjuangan kaum LGBT yakni “pernikahan sejenis”. Rupanya abad ini adalah puncak keberhasilan mereka, dimulai  pertama kali oleh Belanda yang melegalkan pernikahan sesama jenis tahun 2001, hingga menyusul hingga menyusul Belgia (2003), Spanyol (2005), Kanada (2005), Afsel (2006), Norwegia – Swedia (2009), Portugal – Islandia – Argentina (2010), Denmark (2012), Brazil – Inggris – Prancis – Selandia Baru – Uruguay (2013), Skotlandia (2014), Luxemburg – Finlandia – Slovenia – Irlandia – Meksiko (2015), dan terkini amerika Serikat (2015). Hingga akhirnya sekarang mereka pun hendak merambah ke negeri-negeri muslim.

Paham LGBT sudah menjadi salah satu alat politik Barat dalam menjajah masyarakat muslim yang dibahan bakari oleh industri hiburan kapitalis dan lifestyle hedonis yang linear dengan sistem nilai sekuler dan liberal. Buktinya, AS bahkan secara serius mendanai program baru bernama “Being LGBT in Asia” yang diluncurkan oleh UNDP dengan pendanaan US$ 8 juta dari USAID dan dimulai Desember 2014 hingga September 2017 mendatang. Program ini fokus beroperasi di Asia Timur dan Asia Tenggara khususnya di Cina, Indonesia, Filipina dan Thailand, dengan tujuan meminimalisir kendala bagi kaum LGBT untuk hidup di tengah masyarakat. Program berbahaya ini sangat aktif dalam memberdayakan jaringan LGBT di lapangan untuk mengokohkan eksistensi mereka secara struktural dan kultural di negeri-negeri sasaran.

Jaringan media Barat juga secara agresif mengekspose komunitas minor LGBT di tengah masyarakat muslim, sebagai contoh komunitas pesantren waria di Yogyakarta – Indonesia yang diliput oleh BBC, majalah TIME dan the Huffington Post selama bulan Ramadhan lalu yang  mengambil angle opini bahwa keberadaan mereka seolah-olah telah diterima secara luas oleh masyarakat muslim. Kampanye di udara ini semakin ramai dengan kicauan tokoh-tokoh dunia hiburan serta tokoh-tokoh pemikir liberal di negeri muslim. Mereka terus memproduksi narasi bahwa Islam ‘membenarkan’ praktek LGBT dan masyarakat muslim pun bisa menerima eksistensi kaum luth modern ini.

Oleh karena itu, persoalan LGBT hakikatnya merupakan persoalan sistemik, yakni perilaku liberal sebagai buah dari penerapan sistem demokrasi yang begitu menjunjung tinggi kebebasan individu. Perilaku lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender dianggap sebagai bagian dari HAM yang mutlak keberadaannya. Jelas ini adalah pemikiran yang menyesatkan. Selain menimbulkan kemadaratan bagi lingkungan, perilaku ini jelas diharamkan dalam Islam. Bahkan pelakunya disanksi dengan hukuman yang memberikan efek jera karena perilaku demikian digolongkan sebagai tindak kejahatan/kriminal yang harus dihukum secara tegas. Tak ada khilafiyah di kalangan fukaha tentang keharaman perilaku LGBT ini. Nabi saw. bersabda, “Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad).

Namun, faktanya keharaman tersebut seolah hanya berlaku bagi sebagian kaum muslim saja dan tidak berlaku bagi negara. Haram bagi individu, legal bagi negara. Ironis, eksistensi LGBT diakui. Padahal sudah sangat jelas keharamannya. Semua ini tentu tidak lepas dari sumbangsih peradaban sekularisme yang menjadi sponsor utama dalam tumbuh kembangnya perilaku LGBT di berbagai negara. Negara pun tidak dapat menjatuhkan sanksi dengan alasan HAM. Karena itu tak aneh jika suatu saat pernikahan sesama jenis dilegalkan oleh negara. Na’udzubillahi min dzalik!

Solusi untuk menyelesaikan problematika tersebut, selain melalui pengobatan dan pembinaan, negara pun harus menerapkan sanksi yang tegas seperti sanksi dalam Islam. Akan tetapi, sanksi tersebut tidak mungkin terealisasi jika demokrasi masih diterapkan.

Semestinya, umat Islam di seluruh dunia Islam tidak hanya bersifat temporal dan sporadis, karena sesungguhnya tantangan yang dihadapi sudah berupa kekuatan politik sistematis dengan dana besar dan sangat destruktif. Karena itu kaum muslimin di dunia Islam memiliki tanggung jawab sebagai berikut :

1. Mengkampanyekan visi politik Islam yang sangat humanis dalam melestarikan keturunan manusia dan memelihara keluhuran peradaban Islam, dengan melakukan edukasi ke tengah-tengah umat bahwa semua yang dilarang dan dilaknat oleh Allah pasti juga bertentangan dengan fitrah manusia, dalam hal ini adalah fitrah untuk melestarikan keturunan sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah ayat pertama QS An-Nisa.

"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Karena itulah Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk tujuan berkembangbiak alias melestarikan keturunan. Sanksi yang tegas berupa hukuman mati atau diasingkan bagi pelaku liwath (homoseksual) tidak lain adalah untuk membasmi penyimpangan fitrah dan merealisasikan tujuan hakiki syariah Islam (maqoshid syariah) dalam memelihara nasab (keturunan) manusia. Maraknya komunitas LGBT dalam sebuah masyarakat akan mengakibatkan depopulasi manusia. Kaum LGBT tidak akan mungkin menghasilkan keturunan, apalagi keturunan yang baik, yang hidup di dalam lingkungan yang baik.

2. Merevitalisasi ’amar ma’ruf nahiy munkar dalam masyarakat muslim. Rasulullah saw mengibaratkan kehidupan masyarakat Islam seperti sekelompok orang hidup dalam sebuah kapal yang merefleksikan bahwa sebuah masyarakat memiliki tanggungjawab kolektif untuk mencegah kemungkaran. Islam membebankan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar pada masyarakat muslim dan setiap orang yang beriman yang akan berfungsi sebagai sistem kekebalan yang kuat dalam masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit sosial.

3. Mengedukasi umat bahwa ide dan konsep HAM yang sering dijadikan hujah oleh para pegiat LGBT adalah konsep yang bertentangan dengan Islam dan justru membahayakan kemanusiaan itu sendiri akibat paham kebebasan individual egois yang menjadi ruh-nya. Paham kebebasan ekstrim yang terkandung dalam ide ini membuat individu tidak peduli dengan kemashlahatan orang banyak, apalagi generasi di masa depan. Di sisi lain HAM sejatinya juga menjadi alat politik AS untuk mengontrol dunia Islam, yang terlihat dari standar ganda AS dalam penilaian pelaksanaan HAM.

4. Menyeru penguasa negeri-negeri muslim untuk bersatu dalam naungan Khilafah Islam, karena sesungguhnya inilah perisai sejati umat Islam yang akan menjamin kehormatan generasi muslim dalam martabat kemanusiaan yang luhur dan mencegahnya terjerumus dalam perilaku hewani seperti LGBT. Sebagaimana perkataan Utsman bin Affan ra., “Sesungguhnya Allah SWT memberikan wewenang kepada penguasa untuk menghilangkan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan oleh al-Quran.”

Alhasil, tiada jalan lain untuk menyelesaikan problematika tersebut kecuali dengan penerapan syariah Islam secara komprehensif di dalam institusi Khilafah Islamiyah. Khilafahlah yang akan menjatuhkan sanksi yang tegas bagi perilaku lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version