Oleh: Al Maidah S.Pd
Sahabat VOA-Islam...
Tahun 2016, awal tahun yang mungkin sebagain orang merasa tahun yang penuh dengan impian keindahan, tapi disisi yang lain menjadi mimpi buruk yang harus di lewati khususnya bagi perempuan. Tahun 2016 ada tahun diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang garis besarnya adalah realisasi pasar bebas se ASEAN.
Liberalisasi pada lingkup barang, jasa, investasi, modal dan tenaga terampil berdasarkan kesepakatan dari negara-negara ASEAN. Liberalisasi sektor barang yang memberikan kebebasan keluar masuknya barang produksi untuk beredar dalam negeri. Liberalisasi sektor memberikan kewenangan dan kebebasan perdagangan jasa dalam hal kesehatan, telekomunikasi teknologi informasi, pariwisata dan logistik dimana akan segera kita jumpai dokter, perawat, tenaga kesehatan, bahkan adanya perusahaan-perusahaan asing yang ada dalam negeri menawarkan jasanya.
Liberalisasi tenaga kerja professional seperti halnya akuntan, insinyur, arsitek, pelaku usaha pariwisata dan seterusnya akan mudah kita temui di sekitar kita. Liberalisasi investasi, melenggangkan investor asing masuk dan bermain di semua bidang yang membutuhkan bantuan jasa modal, yang selama sebelum diberlakukannya pasar bebas MEA kesulitan untuk masuk kesemua lini dalam negeri. Dan yang terakhir liberalisasi modal, dalam MEA semakin bebas beredar pasar saham, asuransi dan perbankan.
Pantas, ini adalah mimpi buruk bagi masyarakat dalam negeri khussunya Indonesia. Dikutip dari http://www.indonesia-investments.com bahwa Tahun 2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan pendapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 312,328. Jumlah tersebut adalah setara dengan USD $25 yang dengan demikian berarti standar hidup yang sangat rendah.
Persaingan sudah dimulai, tapi Indonesia belum siap dalam semua hal, produksi barang dalam negeri yang kalah kualitasnya dengan barang impor, tidak cukup modal, dan keterampilan ataupun tenaga ahli hanya kelas bawah, sedikit yang memiliki skill tenaga ahli. Perekonomian semakin lemah. Dampaknya adalah perempuan dipaksa ikut bermain dalam pentas perekonomian untuk membantu mempertahankan produksi dan kestabilan ekonomi.
Adanya pemberdayaan ekonomi perempuan (PEP) dan juga kesetaraan gender yang dipaksakan pada diri perempuan menjadikan perempuan ibarat ikan yang tidak hidup pada habitatnya, yaitu di air. Bertahan tapi sudah pasti pada ambang kehancuran keluarga. Semakin banyak keluarnya perempuan keluar rumah untuk membantu pereokonomian, semakin tertindas kodratnya sebagai perempuan. Perempuan diperas fisik, harta dan kemolekan tubuhnya demi keuntungan segelintir pemilik modal. Perempuan pun dipaksa membuang malu dan mematikan naluri keibuannya untuk mengikuti sistem kapitalis yang memandang perempuan adalah aset yang bisa menghasilkan pundi-pundi uang. Karenanya perempuan juga menjadi salah satu objek pelaku diberlakukannya MEA.
Harus ada yang mengakhiri perbudakan modern di balik MEA ini. Saatnya bagi visi politik dan ekonomi baru untuk kaum perempuan di seluruh dunia muslim. Diperlukan lahirnya sebuah sistem yang menempatkan jaminan kebutuhan manusia di atas keuntungan materi; sebuah sistem yang menempatkan pengentasan kemiskinan melalui ditribusi kekayaan sebagai jantung perekonomiannya; sebuah sistem yang mewujudkan kebijakan ekonomi yang sehat yang mendampingkan kesejahteraan dengan keadilan ekonomi, dan tidak membangun kekayaannya dari penderitaan rakyat; sebuah negara dimana kaum perempuan secara global dapat benar-benar melihatnya sebagai sebuah model terbaik yang mampu melindungi mereka dari kemiskinan dan eksploitasi, dan memandang mereka sebagai manusia bermartabat bukan sebagai obyek penghasil kekayaan.
Sistem ini adalah sistem Khilafah yang akan mewujudkan visi ini. Ini adalah negara yang sangat menghargai peran keibuan dan mewajibkan agar kaum perempuan harus dijamin nafkah dan kesejahteraannya oleh kerabat laki-laki atau oleh negara, sementara secara simultan juga memandang hak-hak ekonomiperempuan adalah sakral, termasuk hak mereka untuk bekerja di lingkungan yang aman, bebas dari kekerasan dan eksploitasi. Masihkah diam dalam keterpurukan sistem Kapitalis? [syahid/voa-islam.com]