Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (TQS Al-Hujurat [49]: 1)
Fakta Kedzaliman Sistem Kesehatan Berbasis Jaminan Sosial
Sistem kesehatan berbasis jaminan sosial atau yang bisa dikenal dengan SJSN (sistem jaminan sosial nasional) merupakan konsep yang mengikuti paradigma Barat atau sistem Kapitalisme dalam masalah jaminan sosial yaitu dengan sistem asuransi. Terdengar baik, tetapi isinya ternyata mengatur tentang asuransi sosial yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Artinya, itu adalah swastanisasi pelayanan sosial khususnya bidang kesehatan. Hal ini bisa kita lihat dari isi UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN. Dalam pasal 1 berbunyi: asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau keluarganya. Lalu pasal 17 ayat (1): setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan presentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu. (2) setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara berkala.
Dari dua pasal tersebut bisa kita fahami bahwa, pertama: terjadi pengalihan tanggung jawab negara kepada individu atau rakyat melalui iuran yang dibayarkan langsung bagi rakyat yang mampu, atau melalui pemberi kerja bagi karyawan swasta, atau oleh negara bagi pegawai negeri. Pengalihan tanggung jawab negara kepada individu dalam masalah jaminan sosial juga bisa dilihat dari penjelasan UU tersebut tentang prinsip gotong royong, yaitu: peserta yang mampu (membantu) kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat.
Peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi, dan peserta sehat membantu peserta yang sakit. Jadi, jelas UU ini justru ingin melepaskan tanggung jawab negara teradap jaminan sosial atau kesehatan. Kedua: yang akan menerima jaminan sosial adalah mereka yang tercatat membayar iuran. Artinya, jika tidak ikut iuran maka tidak ada jaminan. Tentunya, pasal-pasal tersebut membahayakan kepentingan rakyat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Sedangkan BPJS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS, yang merupakan amanat dari UU No 40 tentang SJSN. BPJS akan menjadi lembaga besar yang memiliki kewenangan luar biasa untuk memalak uang rakyat. Kedua UU tersebut mengatur tentang asuransi sosial yang dikelola oleh BPJS. Hal ini ditegaskan oleh UU 40/2004 pasal 19 ayat 1: jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Tentang prinsip asuransi sosial juga terlihat dalam UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS dimana pada pasal 1, 14, dan 16 disebutkan bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial berdasarkan prinsip kepesertaan yang bersifat wajib. Bila ini asuransi dan bersifat gotong royong (pasal 4 huruf a) mengapa harus diwajibkan? Inilah fakta sebenarnya bahaya BPJS bagi rakyat. Rakyat dipalak sedemikian rupa atasnama kepentingan negara dalam menjamin layanan kesehatan dan sosial. Bagaimana tidak dikatakan memalak, karena UU tersebut juga menyiapkan sanksi bagi rakyat yang tidak membayar premi.
Maka bohong jika dikatakan bahwa UU ini akan membawa kesejahteraan bagi rakyat. Sebaliknya, rakyat akan terbebani oleh kewajiban yang ditetapkan oleh UU tersebut, sebab hak rakyat diubah menjadi komoditas bisnis. Ini jelas sangat berbahaya dan termasuk bentuk kedzaliman karena berarti negara telah mempertaruhkan jutaan nasib rakyatnya kepada kuasa pasar yang dikendalikan oleh kekuatan kapitalis global melalui badan-badan usaha asuransi. Dalam UU 24.2011 pasal 11 huruf b disebutkan bahwa BPJS berwenang untuk menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi.
Faktor Penyebab Muculnya Sistem Jaminan Sosial
Konsep SJSN sebenarnya meniru konsep jaminan sosial yang muncul di Eropa. Saat memasuki abad 19, sistem Kapitalisme hampir roboh baik karena kerusakan yang ia timbulkan maupun karena kemuculan ideologi Sosialisme-Marxisme. Beberapa pemikir Kapitalis kemudian memunculkan ide Sosialisme-negara untuk mengalihkan perhatian publik dari ide Sosialsme-Marxisme. Namun ide Sosialisme-negara tidak berhasil, dan sistem Kapitalisme semakin tampak kebangkrutannya. Kemudian muncullah ide tambahan yaitu keadilan sosial, yang intinya negara menjalankan beberapa pelayanan sosial dalam sistem Kapitalisme.
Keadilan sosial inilah yang menjadi dasar bagi adanya jaminan sosial. Adapun Konsep SJSN yang ditetapkan di Indonesia merupakan bagian dari Konsesus Washington dalam bentuk SAP (structural adjustment program) yang diimplementasikan dalam bentuk LoI (letter of intent) antara IMF dan pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis dengan menyarankan 10 elemen yang pada intinya adalah liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Hasilnya adalah UU yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah dalam bentuk liberalisasi dan swastanisasi pengelolaan SDA serta komersialisasi layanan publik.
Maka lahirlah UU PMA, UU Migas, UU yang mengokohkan penjarahan kekayaan milik rakyat oleh para Kapitalis lokal maupun asing. Sedangkan dalam bidang kesehatan lahirlah UU SJSN dan BPJS sebagai komersialisasi dan swastanisasi layanan publik di bidang kesehatan. Dan syarat-syarat tersebut harus dilakukan bagi negara yang ingin dibantu oleh IMF. Dari sini, maka kita dapat melihat bahwa sebenarnya adanya jaminan sosial kesehatan berbasis asuransi berasal dari ide liberal dalam rangka menopang kerusakan ideologi Kapitalisme yang kemudian Indonesia diikutsertakan untuk menambalnya. Maka benar seperti peringatan Allah:
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)? ” (TQS. Al-Maidah [5]: 50)
Dalam ayat tersebut, Allah memperingatkan manusia untuk tidak menggunakan hukum dalam tatanan kehidupan dengan selain dari Islam. Adapun ideologi Kapitalisme dan Liberal yang masih diterapkan saat ini menafikkan aturan agama dalam mengatur kehidupan di seluruh aspek. Sehingga sejatinya, aturan yang lahir adalah rusak dan pasti roboh. Disamping juga akan menimbulkan kesempitan hidup bagi manusia dan akan mudah disetir oleh orang/lembaga multinasional yang memiliki kepentingan mengeruk kekayaan sebesar-besarnya.
Solusi Islam dalam Menyelesaikan Masalah Jaminan Kesehatan Rakyat
Islam sebagai agama yang memiliki konsep rahmat bagi seluruh alam mengatur kehidupan ini berdasarkan wahyu dari Ilahi yang Maha Benar dan Maha Mengetahui. Dalam Islam, kebutuhan akan pelayanan kesehatan adalah termasuk kebutuhan dasar rakyat yang menjadi kewajiban negara. Pelayanan kesehatan publik tidak boleh diprivatisasi dan swastanisasi. Negara bertanggung jawab menyediakan fasilitas kesehatan untuk kemaslahatan rakyat dan tidak boleh dialihkan kepada pihak lain.
Rasulullah SAW bersabda: “Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya” (HR. al-Bukhari dari Abdullah bin Umar)
Syari’at Islam melarang pemberlakuan pemalakan atas uang rakyat. Pelayanan ksehatan yang diberikan oleh negara harus gratis. Hal tersebut berdasarkan dalil Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa serombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah SAW selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba’. Disana mereka diizinkan untuk minum air susu unta sampai sembuh.
Maka begitulah, pelayanan kesehatan gratis itu diberikan dan menjadi hak setiap individu rakyat sesuai dengan kebutuhan layanan kesehatannya tanpa memperhatikan tingkat ekonominya. Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana besar. Biaya tersebut bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentuka oleh syari’ah. Diantaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum, diantaranya hutan, berbagai macam tambang, minyak, dan gas. Dalam Islam, semua itu merupakan harta milik umum, yaitu milik seluruh rakyat.
Segala bentuk kezaliman harus dihilangkan. Menghilangkan kedzaliman dengan cara mengubah jaminan kesehatan yang ‘palsu’ menjadi jaminan kesehatan yang benar dan hakiki. Hal tersebut hanya bisa diwujudkan apabila menerapkan syariah dan hukum Islam secara menyeluruh melalui sistem Khilafah Rasyidah.
Maka dengan demikian, rahmat bagi seluruh alam, khususnya kemaslahatan berupa jaminan kesehatan dapat diwujudkan. Dan dengan itu pula kerusakan dalam bentuk pembebanan iuran terhadap rakyat dan penguasaan kekayaan alam milik rakyat oleh swasta dan asing bisa dicegah. [syahid/voa-islam.com]
Penulis: Zahbiadina Latifah
(Mahasiswi Program program S1 FE UNY)