Oleh: Zainab
Suasana menjadi panas dan tegang. Masyarakat gelisah terhadap mencuatnya kasus-kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap perempuan dan anak. Kasus yang tejadi bukan kasus biasa, melainkan pelaku kejahatan memperlakukan korban secara sadis.
Masyarakat semakin hari semakin gerah dengan kabar-kabar yang menyedihkan dan menakutkan. Rasa takut dan was-was menghantui para orang tua kalau-kalau anak perempuannya akan mengalami hal tragis seperti kabar yang diberitakan media.
Beberapa kasus yang termuat dalam media, Yuyun siswi SMP diperkosa lalu dibunuh oleh 14 belas pemuda di bawah kontrol miras. Di Manado, perempuan diperkosa oleh 19 orang mengalami trauma berat. Di Lampung, bocah berumur 2.5 tahun ditemukan tewas, diduga diperkosa dan dibunuh oleh 2 pelaku. Di Garut, siswi SMA diperkosa oleh 4 kawannya. Kasus terbaru, kasus yang paling membakar emosi seluruh masyarakat. Kasus Eno, setelah diperkosa oleh pacarnya, pelaku menusukkan gagang cangkul ke dalam alat vitalnya hingga tembus paru-paru. Miris, sedih, takut melihat semakin kreatifnya pelaku kejahatan seksual. Bahkan orang-orang terdekat bisa berpeluang melakukan tindak tidak manusiawi.
Masyarakat meminta keadilan dan rasa aman kepada pemerintah. Selama ini hukum yang berlaku tidak pernah membuat jera pelaku kejahatan, termasuk rencana hukuman kebiri kimiawi. Psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan hukuman kebiri kimiawi tidak akan membuat para pelaku jera. Menurut dia, ada kekeliruan asumsi yang melatari rencana tersebut. "Kejahatan seksual berarti perilaku seksual dipercaya niscaya dilatari motif seksual," kata Reza saat dihubungi, (Republika.co.id, 12/5).
Bahwa hukuman tersebut tidak akan buat pelaku jera lantaran hanya mematikan nafsu birahinya. Di balik itu, ada amarah, dendam dan benci. Justru akan membuat pelaku semakin brutal melumpuhkan korbannya. Di sisi lain, keterbangkitan seksual tidak terbatas pada faktor hormonal saja, tetapi masalah fantasi lanjut Reza. Maka sudah pasti, hukuman kimiawi tidak akan mampu membrantas prilaku kekerasan seksual.
Ketidak konsistenan dan ketidak tegasan hukum di negeri ini membuat pelaku kejahatan tidak merasa gentar, justru semakin hari semakin meningkat kasus-kasus pemerkosaan dan pembunuhan. Hal ini menjadi momok bagi masyarakat.
Dalam kasus ini, tidak hanya menonjolkan hukuman. Tetapi, di balik munculnya kasus itu harus di pangkas habis. Beberapa pemicu terjadinya tindak kekerasan seksual adalah makin tidak terkontrolnya media yang berisi konten pornografi, produksi dan konsumsi miras secara bebas, dan tidak adanya larangan pakaian terbuka bagi kaum perempuan serta pendidikan yang tidak menanamkan kebaikan moral. Pemicu ini yang menjadi akar masalah.
Semakin berkembang pesatnya teknologi, akses internetpun semakin mudah. Mulai dari kalangan orang tua sampai anak-anak, hampir semua punya pegangan alat elektronik yang canggih. Sementara konten porno tidak bisa dihindari. Konten tersebut dapat membuat setiap orang menjadi kecanduan tak jauh beda dengan miras dan membangkitkan nafsu birahi. Maka dalam hal ini, harus bagi pihak yang berwajib mencegah masuknya konten yang merusak akal manusia.
Sama halnya dengan minuman keras. Kasus-kasus yang terjadi akibat pelaku berpesta miras sebelum menerkam korban. Semua orang tau, bahwa miras dapat menghilangkan kesadaran. Tapi faktanya, miras diproduksi dan diedarkan secara bebas. Siapapun boleh mengkonsumsi. Tidak dapat dielak lagi, manusia-manusianya menjadi hilang kesehatan akal dan merusak yang lain.
Pemicu lain yang tak kalah pentingnya adalah pakaian perempuan. Banyaknya kaum perempuan yang memakai pakaian terbuka mondar-mandir di lapangan terbuka. Banyak orang menganggap kebiasaan perempuan yang buka-bukaan adalah hal biasa. Namun, sesungguhnya sama halnya dengan konten pornografi, sama-sama memicu bangkitnya nafsu birahi.
Pemicu yang lain, kurang maksimalnya sistem pendidikan dalam menanamkan keimanan bagi pelajarnya. Keimanan sangat penting. Karena kekuatan iman akan menjaga seseorang untuk melakukan kejahatan. Keimanan akan menjadi penjaga bagi setiap individu.
Pemerintah sebagai pengontrol penerapan hukum. Keseriusan, kekonsistenan dan ketegasan haruslah tercermin. Dalam kondisi darurat seperti sekarang, pemerintah harus segera bertindak sigap agar tidak semakin banyak korban berjatuhan. Hukuman yang menjerakan segera diterapkan. Serta membentuk tim untuk memutus perkara-perkara yang memicu timbulnya kekerasan seksual.
Pada dasarnya, manusia ingin hidup aman. Ketika nyawanya terancam maka ia akan melawan. Ketika nyawanya meregang direnggut paksa oleh orang lain, tidak bisa dipungkiri kerabat pasti meminta nyawa balas nyawa. Benarlah aturan dalam Islam yang memberlakukan hukuman mati kepada pembunuh dan rajam kepada pemerkosa. Aturan yang menentramkan jiwa, dari berlakunya hukum ini, keamanan akan mewarnai kehidupan dalam negeri.
Aturan Islam akan memangkas tuntas baik faktor yang memicu tindak kekerasan seksual ataupun membuat jera pelaku. Hal yang sangat wajar, negeri yang mayoritas muslim mengambil hukum dari apa yang di wahyukan Tuhannya. Karena Pencipta pastilah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk ciptaannya. Tuhan telah menjamin, bahwa jika ummat manusia mengikuti aturan Tuhan, kesejahteraan akan mewarnai seluruh kehidupan di muka bumi. Tidak hanya untuk muslim melainkan untuk seluruh umat manusia.