View Full Version
Ahad, 29 May 2016

Kita Harus Fanatik

Oleh: Husni Mubarok

Sahabat VOA-Islam...

Kita harus fanatik terhadap agama kita, bukan fanatik terhadap partai, ormas atau bendera. Kita harus fanatik terhadap kebenaran, bukan fanatik terhadap pendapat segolongan orang yang kita agung-agungkan.

Tapi lihatlah kenyataannya, rasa fanatik itu telah menjadi gerakan ashobiyah yang melepas sendi-sendi ukhuwah secara perlahan. Sesama partai Islam saling sikut sana sini. Sesama ormas Islam saling menjelek-jelekan.

Isitlah fanatik muncul ketika masa penjajahan belanda di bumi Indonesia. Kaum cendekia Holand memberi pemahaman menyesatkan kepada pribumi nusantara bahwa kedatangan mereka adalah untuk menawarkan peradaban. Tapi tak sedikit pula yang sadar sesadar-sadarnya bahwa belanda bukan membawa pembangunan dan peradaban. Tapi penindasan dan pemerasan. Maka timbullah perlawanan dari pribumi-pribumi muslim yang merasa terpanggil hati nuraninya atas nama kehormaran agama.

Kafir belanda merasa terancam dengan gerakan perlawanan orang islam. Maka timbulah istilah islam fanatic untuk kaum pribumi yang merasa terusik oleh kehadiran mereka.

Zaman sekarang juga kata fanatic masih melekat untuk orang-orang yang mempertahankan kebenaran. Orang-orang liberal mengatakan bahwa muslim yang tidak mau menerima konsep modernitas yang mereka tawarkan telah bersikap fanatic terhadap ajaran yang sudah kolot dan using. Mereka bilang, sudah saatnya islam ditafsirkan ulang. Karena islam fleksibel untuk setiap zaman. Memang benar, islam felksibel dan berlaku untuk setiap zaman. Tapi islam tidak sepatutnya dipermainkan hanya karena tafsiran hawa nafsu belaka. Toh kaum liberal juga fanatic. Mereka fanatic terhadap dunia barat yang kata mereka lebih modern dari dunia timur, mereka fanatic terhadap ajaran liberal mereka sehingga sering menyerang ulama-ulama yang kata mereka konserfativ dengan pemikiran dan opini mereka. Mereka juga fanatic terhadap tafsir heurmeneutika yang mereka tawarkan.


Intinya kita fanatic terhadap apa yang kita yakini. Mereka juga fanatic terhadap apa yang mereka anggap benar. Persoalannya, kenapa mereka menyebut kita fanatic sementara tanpa sadar mereka juga telah berlaku fanatic terhadap paham mereka. Kalau memang mereka mengagungkan kebebasan, biarlah kaum muslimah bebas berkerudung tanpa menyebarkan opini bahwa kerudung adalah budaya arab yang tidak seharusnya dipakai di Indonesia. Kalau mereka mengagungkan demokrasi, biarlah setiap orang yang ingin menegakan syariat islam melaksanakan apa yang mereka inginkan. Toh otonomi khusus telah menjadi undang-undang yang diperbolehkan hingga beberapa daerah memberlakukan perda syariah. Kalau masyarakatnya setuju dan ridho kenapa tidak?


Maka, sudah saatnya mereka menutup mulut dan tidak mengusik ajaran islam yang benar. Karena secara tidak langsung mereka mencederai kebebasan itu sendiri. Yang lebih fatal lagi, mereka telah fanatic terhadap paham liberal yang malah justru mencederai kebebasan menjalankan perintah agama yang sudah diatur dalam undang-undang. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version