Sahabat VOA-Islam...
Bulan mei ini, tepatnya tanggal 20 Mei 2016, yang bertepatan dengan hari kebangkitan nasional, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan sikap pemerintah yang berencana mencabut perda larangan miras. Berita KEMENDAGRI ( Kementrian Dalam Negeri ) yang akan mencabut 3.266 Perda (Peraturan Daerah) yang dianggap menghambat investasi dan pembangunan semakin membuat sebagian besar masyarakat Indonesia was-was. Hal ini wajar saja dikarenakan didalam perda tersebut terdapat perda yang berisi tentang pelarangan minuman beralkohol.
Sejatinya kita mengetahui bahwa miras adalah pangkal dari segala kejahatan dan kemaksiatan. Penganiayaan, pembunuhan, pemerkosaan, perampokan bahkan kecelakaan yang dapat menewaskan banyak orangpun dapat terjadi akibat pengaruh buruk miras ini.
Bukankah negeri ini sudah ditimpa begitu banyak bencana kejahatan dan kemaksiatan, sehingga mendapat predikat “negeri darurat kekerasan dan kejahatan seksual”, “negeri darurat miras dan narkoba” dan sederetan predikat buruk lainnya yang disematkan pada negeri ini. Lalu bagaimana bisa pemerintah mencabut dan melegalkan peredaran miras yang jelas-jelas hal ini akan membawa banyak bencana dan kehancuran bagi negeri ini?
Jika alasannya adalah perda miras menghambat investasi, maka investasi yang melibatkan miras adalah investasi yang berbahaya. Hasil yang didapatkan pun tidak akan sebanding dengan bahaya yang diperoleh masyarakat. Rasa takut, cemas, trauma, rasa tidak aman dan rasa kehilangan nyawa seseorang yang dicintai oleh keluaga tidak akan pernah terbayar oleh investasi miras. Belum lagi hancurnya generasi-generasi penerus bangsa yang sudah menjadi pelaku kejahatan akibat dampak buruk dari miras. Ini adalah bukti lemahnya sikap pemerintah dalam menanggulangi dan memberantas miras.
Dalam pandangan islam jelas miras dilarang dan diharamkan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW : “semua yang memabukkan adalah khamar dan semua khamar adalah haram.” (H.R. Muslim). “Apa saja (minuman/cairan) yang banyaknya memabukkan maka sedikitnya adalah haram.” (H.R. Ahmad dan As-Shabus Sunan). Bahkan didalam islam tidak hanya peminumnya saja yang terkena sanksi, tetapi ada 10 pihak yang terkait didalamnya, diantaranya yang memerasnya, yang minta diperaskan, yang meminumnya, yang membawanya, yang minta dibawakan, yang menuang, yang menjual, yang memakan harganya, yang membeli dan yang minta dibelikan.
Hal ini sudah dapat memberi gambaran kepada kita bahwa miras adalah sesuatu yang harus dimusnahkan karena pelonggaran peredaran miras jelas melanggar syariah dan ini merupakan tindakan kriminal. Siapapun yang melakukan tindakan kriminal maka layak dijatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan hukum syariat. Untuk orang yang meminum khamar sedikit atau banyak dan jika terbukti maka hukumannya adalah cambuk sebanyak 40 atau 80 kali. Dan untuk orang selain yang meminumnya maka akan dijatuhi sanksi ta’jir (bentuk dan kadar sanksi diserahkan pada khalifah atau qadhi/hakim sesuai dengan ketentuan syariah). Sedangkan untuk produsen dan pengedar selayaknya diberikan sanksi yang lebih tegas dan keras karena bahayanya yang lebih besar dan luas bagi masyarakat.
Dengan hukum syariat islam jelas bahwa masyarakat akan bisa diselamatkan dari ancaman yang timbul akibat miras ini. Dan syariat islam hanya bis aditerapkan dan dilaksanakan secaa kaffah(menyeluruh) dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyyah ala Minhajji Nubuwah. Wallahu ‘alam bish-shawab. [syahid/voa-islam.com]
Penulis : Lia Sulastri ( ibu rumah tangga )