View Full Version
Jum'at, 01 Jul 2016

Perda Penjaga Moral Kok Dianggap Bermasalah

Sahabat VOA-Islam...

Cita-cita sejumlah daerah di Indonesia untuk mewarnai wilayahnya dengan nuansa Syariah Islam terpaksa harus kandas. Sebab pemerintah telah menghapus Peraturan Daerah (Perda) Syariah yang ditetapkan oleh berbagai daerah tersebut. Wakil Bupati Bengkulu Tengah, Muhammad Sabri menyatakan diri pasrah saat salah satu aturan hukum di wilayahnya dihapus.

Padahal Perda tersebut sebatas aturan wajib pandai baca al Qur’an bagi para calon siswa SLTA dan para calon pengantin di wilayah. Sudah sepantasnya muslim dimotivasi agar mampu membaca ayat al Qur’an. Tapi toh aturan tersebut dipandang bermasalah oleh pemerintah pusat, hingga harus dihapus.

Diantara alasan pemerintah menghapus Perda-Perda Syariah ialah karena Perda-Perda tersebut bertentangan dengan aturan di Pemerintah Pusat dan mengancam kemajemukan. Ini jelas alasan yang aneh. Penduduk Kabupaten Bengkulu Tengah misalnya, jumlah muslim disana lebih dari 90 persen. Secara umum bahkan Indonesia berpenduduk mayorias muslim. Membaca al Qur’an adalah aktivitas ibadah bagi individu muslim, tidak ada kaitan dengan interaksi sosial. Bila dikatakan mengancam kemajemukan, siapa yang dirugikan dengan kewajiban mampu membaca al Qur’an bagi seorang muslim? Apalagi jika menghubungkan Perda-Perda bernuansa Syariah tersebut dengan hambatan atas pertumbuhan ekonomi dan investasi, terlalu memaksakan.

Pemerintah daerah menetapkan Perda Syariah pasti memiliki niat baik ingin memperbaiki moral warganya. Kita dapat melihat kondisi kaum muslim saat ini, banyak yang jauh dari Islam. Jangankan memahami dan mengerjakan, membaca al Qur’an saja mereka sulit. Banyak muslim justru terjebak dalam kebiasaan hidup tidak Islami. Lihat saja, remaja muslim ada yang mengisi Ramadhan dengan aktivitas semacam asmara subuh, yaitu berkeliaran di luar rumah pasca sahur bersama pasangan bukan mahram. Ada lagi anak-anak yang suka nakut-nakuti orang di jalan dengan petasan, mereka yang bercampur baur dalam agenda berbalut buka puasa bersama, dan lain sebagainya. Maka seminimal-minimalnya inilah upaya Pemda setempat dalam menjaga moral warganya. Tentu harapannya, ketika muslim dekat dengan al Qur’an, perlahan akhlak mereka mengikuti petunjuk Islam.

Penghapusan Perda-Perda bernuansa syariah jelas menunjukkan sikap phobia pemerintah terhadap Islam. Ini sekaligus membuktikan kalau semangat penerapan Syaria Islam mustahil diwujudkan dalam aturan di level daerah (Perda/ Qanun). Syariah Islam harus diterapkan melalui Undang-Undang yang berlaku untuk seluruh warga negara. Negara harus berasaskan akidah Islam, agar dapat menjadikan syariah Islam sebagai aturan perundang-undangannya.

Semestinya kita menyadari bahwa pelaksanaan Syariah Islam tidak mungkin terjadi dalam sistem demokrasi. Sebab dalam demokrasi, yang menjadi pijakan pembuatan aturan bukanlah nilai kebenaran yang berasal dari Allah Swt dan kebaikan bagi masyarakat. Demokrasi hanya berpihak pada kepentingan pemilik modal dan kebebasan. Khilafahlah yang mampu mewujudkan menerapkan Syariah secara total. Sebab Khilafah adalah institusi pelaksana Syariah yang diisyaratkan oleh Rasulullah Saw.

Saatnya meninggalkan sistem demokrasi dan menghilangkan harapan untuk melaksanakan seluruh syariah dalam bingkai sistem liberal demokrasi. Mari bersama perjuangkan tegaknya Khilafah. [syahid/voa-islam.com]

Penulis: Eva Arlini, SE (Tim Media MHTI Sumut)


latestnews

View Full Version