View Full Version
Senin, 11 Jul 2016

Macet Parah, Hadiah Lebaran bagi Pemudik

Sahabat VOA-Islam...

Mudik Lebaran menjadi tradisi tahunan yang tidak bisa dilepaskan dari kaum muslim di Indonesia. Ajang bertemu dan silah ukhuwah dengan keluarga besar menjadi moment berharga yang tak ternilai harganya. Sayangnya, justru mudik lebaran tahun ini menjadi mudik dengan kemacetan terparah dalam sejarah mudik lebaran. Hadiah mengerikan bagi para pemudik.

Kementerian Perhubungan mencatat kemacetan terjadi di pintu tol Pejagan. Berdasarkan pantauan posko angkutan Lebaran, Senin (4/7), antrean kendaraan mencapai 30 kilometer (Merdeka.com, 7/7/2016).

Kemacetan paling parah terjadi di ruas jalan tol Palimanan hingga Brebes Timur. Arus mudik kali ini pun dinilai lebih melelahkan dibandingkan musim sebelumnya. Akibat kemacetan tersebut, para pemudik kehabisan bahan bakar minyak sehingga menimbulkan kemacetan dan antrean yang mengular di SPBU. Pemudik juga terjebak kemacetan lebih dari 25 jam di jalur yang sama. Bahkan, 11 orang dikabarkan meninggal di jalan tol Pejagan-Brebes saat arus mudik. Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto mengatakan, pemudik meninggal dalam perjalanan antara lain karena kelelahan dan kekurangan cairan (Tempo.co, 7/7/2016).

Mudik lebaran merupakan tradisi tahunan yang rutin terjadi. Tradisi mudik ini selalu berulang tiap tahunnya, sehingga harusnya ada persiapan yang matang dari pemerintah untuk mengurai kemacetan yang sudah pasti terjadi menjelang mudik lebaran. Kondisi semacam ini harusnya bisa diantisipasi.

Padahal saat meresmikan tol Brebes, Presiden Jokowi mengatakan jalan tol itu akan memperlancar arus mudik. Nyatanya justru menjadi petaka dimana belasan nyawa melayang karena terjebak macet. Buruknya infrastruktur dan tidak tersedianya sarana dan prasarana pelayanan publik yang layak dan memadai menjadi penambah sederet penyebab lain terjadinya kemacetan tanpa ujung yang berakhir petaka.

Menurut Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, dalam mengendalikan arus mudik ada lima instansi yang terlibat yakni pada aspek manajemen ada pada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum terkait uji masalah kelayakan jalan, yang di dalamnya ada Badan Pengelolaan Jalan Tol.

Ketiga, Kementerian Perhubungan dalam mengontrol masalah kelayakan kendaraan (angkutan umum) dan fasilitas kelayakan keselamatan lalu-lintas. Keempat, Kepolisian Indonesia yang bertanggung jawab dalam rekayasa lalu-lintas, pembinaan, dan penegakan hukum. Kelima, Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab pasca kejadian atau penanganan korban lalu-lintas pasca kejadian (Netralnews.com, 10/7/2016).

Sementara, sejauh ini belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas kemacetan parah ini. Pemerintah lebih memilih mendiamkan persoalan ini. Padahal ini bagian dari pelayanan publik yang menjadi bagian dari riayah (pelayanan) penguasa dalam hal ini pemerintah terhadap rakyatnya.

Dalam pandangan Islam, persoalan mudik ini dapat diatasi salah satunya melalui perbaikan infrastruktur yang merupakan tanggung jawab negara sepenuhnya. Tugas negara adalah melayani dan mengurus urusan rakyat sehingga negara dengan sunguh-sungguh memperhatikan pembangunan jalan untuk meminimalisasi terjadinya kecelakaan, menyediakan kendaraan umum yang layak, aman, dan nyaman, serta menjamin tersedianya fasilitas umum yang baik dan nyaman selama perjalanan mudik.

Khalifah Umar bin Khattab ra pernah berkata, “Seandainya ada kambing yang terperosok di Hadramaut, maka aku bertanggung jawab terhadapnya.” Saat ini yang terjadi bahkan hilangnya belasan nyawa manusia. Lantas siapa seharusnya yang bertanggung jawab? [syahid/voa-islam.com]

 

Kiriman Dian Novita Zebua, S.Si, Bandung


latestnews

View Full Version