Sahabat VOA-Islam...
Kerakusan kapitalisme global telah dirasakan dampak kerusakannya oleh segenap umat dan bangsa, tak terkecuali negeri ini. Pasca Perang Dingin, negara-negara imperialis-kapitalis mengubah gaya penjajahan dengan menggunakan pendekatan utang, jebakan politik, hegemoni sistem dan tata nilai, serta imperialisme budaya dan pandangan hidup dengan mengontrol secara total interaksi sosial dan bernegara di negeri jajahan untuk mempertahankan penjajahannya.
Rezim bangsa ini pertama kali mulai tunduk dan membiarkan cengkeram utang dan aliran dana asing masuk menguasai perekonomian bangsa dengan dalih investasi sejak UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dikeluarkan.
PT Freeport Indonesia adalah perusahaan yang pertama kali masuk menginvestasikan usaha di Indonesia. PT Freeport Indonesia diberi ijin menambang, memproses dan melakukan eksplorasi bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia.
Liberalisasi ekonomi pada sektor tambang dan energi semakin parah sejak UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dikeluarkan. Konsekuensinya, penguasaan cadangan migas didominasi asing. Dari total 225 blok migas yang di kelola Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) non-Pertamina, 120 blok dioperasikan perusahaan asing, 28 blok dioperasikan perusahaan nasional serta sekitar 77 blok dioperasikan perusahaan patungan asing dan nasional.
Bahkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) Faisal Yusra menyebut 75 persen kuasa pertambangan telah dikuasai asing. Besarnya dominasi asing disebabkan oleh kebijakan Pemerintah yang membuka lebar pintu investasi bagi investor asing di sektor strategis (Okezone, 20/2/13).
Di sektor keuangan, liberalisasi sektor perbankan nasional secara massif dimulai sejak krisis ekonomi tahun 1997/1998, yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. UU ini lalu diperkuat Peraturan Pemerintah No. 29/1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum. Konsekuensinya, terjadi saham perbankan publik dikuasai pihak swasta, bahkan asing, lewat privatisasi.
Pada saat yang sama, penguasaan pangsa pasar aset bank-bank BUMN kian tergerus. Pangsa pasar bank BUMN turun dari 37,07 persen menjadi 34,29 persen terhadap total aset industri perbankan (Republika.co.id, 10/12/14).
Statistika kejahatan periode tahun 2011–2013 juga menunjukkan jumlah kejadian kejahatan (crime total) pada tahun 2011 sebanyak 347.605 kasus, tahun 2012 sebanyak 341.159 kasus dan pada tahun 2013 tercatat 342.084 kasus. Adapun jumlah orang yang berisiko terkena tindak kejahatan (crime rate) setiap 100.000 penduduk diperkirakan sebanyak 149 orang pada tahun 2011, 134 orang pada tahun 2012 dan 140 pada tahun 2013 (Bappenas.go.id, “Statistik Kriminal 2014,” Badan Pusat Statistik).
Jumlah penduduk miskin di Indonesia Pada periode Maret 2015 tercatat mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen).Prosentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 8,16 persen, naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2015. Adapun prosentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 13,76 persen pada September 2014 menjadi 14,21 persen pada Maret 2015. (Bps.go.id, 15/9/15).
Penduduk bekerja pada Agustus 2015 sebanyak 114,8 juta orang, berkurang 6,0 juta orang dibanding keadaan Februari 2015 dan bertambah 190 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2014. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2015 sebesar 6,18 persen meningkat dibanding TPT Februari 2015 (5,81 persen) dan TPT Agustus 2014 (5,94 persen) (Bps.go.id, 5/11/2015).
Adapun terkait utang, Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal I tahun 2016 sebesar 316 miliar dolar AS atau tumbuh 5,7 persen secara tahunan. Jika dihitung dengan kurs Rp 13.278,- perdolar, maka hutang tersebut telah setara dengan 4.195 triliun rupiah lebih (Kompas, 18/4/16).
Data-data di atas telah menunjukan betapa kapitalisme yang telah mencengkeram dan diterapkan di negeri ini telah memproduksi beragam bala dan kerusakan. Alih-alih penguasa mencampakkan kapitalisme dan segera menggantinya dengan ideologi Islam untuk menyelamatkan negeri, Islam justru sering dipersalahkan dan diminta pertanggungjawaban atas seluruh problem dan kerusakan yang ditimbulkan Kapitalisme.
Cengkeraman nyata kapitalisme-liberalisme dan bahaya laten sosialisme-komunisme tidak mungkin bisa diberantas tuntas kecuali dengan menerapkan ideologi Islam secara total dalam entitas negara.Sistem demokrasi yang telah menjadikan sekularisme sebagai akidah dasarnya menjadi penghalang bagi syariah islam untuk eksis mengatur kehidupan umat dalam bernegara.
Sekularisme telah memisahkan kehidupan kaum Muslim dari ketundukan dan ketaatan yang kâffah. Sekularisme telah memisahkan syariah Islam dari negara dan meminggirkan peranannya yang agung untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.Sekularisme telah menjadikan kaum kafir dan munafik menjadi penguasa dan menguasai umat Islam. Sekularisme menjadikan jalan dan jaminan bagi hukum-hukum kufur tetap eksis dan ditegakkan.
Sekularisme adalah akar persoalan. Segenap komponen umat harus bersatu-padu serta berjuang sungguh-sungguh untuk mengenyahkan Sekulerisme di keranjang sampah peradaban. [syahid/voa-islam.com]
Penulis: Sri Indrianti Ibu (Rumah Tangga Tulungagung-Jatim)