Oleh: Hasni Tagili (Dosen Universitas Lakidende, Konawe Sulawesi Tenggara)
Adalah Karin Novilda alias Awkarin, remaja berusia 19 tahun yang belakangan ini menjadi sorotan media. Bagimana tidak? Berbagai foto dan videonya yang ‘berani’ terposting di Youtube dalam bentuk vlog (video blogging). Vlog tersebut antara lain memuat gaya pacarannya yang kebablasan, penggunaan bahasa yang kasar, ‘drama’ putus cinta, hingga adegan mewek mau bunuh diri (tribuntimur.com, 24/07/2016). Jelas, sekilas melihatnya saja, telah memberikan gambaran kepada kita betapa bebasnya kehidupan anak remaja yang ‘katanya’ kekinian.
Terlepas dari sosoknya yang ada hari ini, Karin yang dulu adalah pelajar dengan prestasiyang membanggakan. Awal Juni 2013, ia dinobatkan sebagai pelajar SMP peraih nilai UN tertinggi di Tanjungpinang dan termasuk 3 besar se-Provinsi Riau. Bahkan, ia meraih nilai UN sempurna untuk mata pelajaran Matematika (Tanjungpinang Pos). Setelah itu, Karin melanjutkan karir akademiknya ke Jakarta. Selepas lulus SMAlah, gadis polos itu bermetamorfosis jadi selebritas vlogger yang kontroversional. Ada apa dengan Karin?
Meski demikian, sederet fakta vulgar pergaulan anak muda ala Karin ini bukanlah hal yang baru. Episode percintaan remaja labil yang menguras emosi dan airmata sudah ada dari zaman dulu. Bedanya, anak muda dulu curhat di buku catatan harian (diary) mereka. Mereka malu jika catatan itu dibaca orang, sehingga kebanyakan buku diary pada saat itu dilengkapi ‘gembok’ dan ‘password’. Sedangkan anak muda sekarang, menghijrahkan catatan itu ke media sosial, yang notabene bisa dibaca hampir oleh semua pengguna internet. Terkuaklah serangkaian ‘kebodohan’ yang dilakukan atas nama cinta.
...sederet fakta vulgar pergaulan anak muda ala Karin ini bukanlah hal yang baru. Episode percintaan remaja labil yang menguras emosi dan airmata sudah ada dari zaman dulu...
Kasus Karin sudah sepatutnya menjadi bahan renungan serius bagi orang tua. Agar kedepannya, tidak bermunculan lagi ‘Karin-Karin’ lainnya. Sebab, orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Apa yang terjadi pada anak hari ini merupakan gambaran pola asuh yang diterapkan orang tuanya selama ini.
Dalam Islam, Rasulullah SAW mengajarkan untuk mendidik anak jauh sebelum mereka dilahirkan. Sebelum berhubungan, suami dan istri dianjurkan untuk berdoa, sehingga orang tua dan anaknya kelak terhindar dari gangguan setan. Ketika mengandung, calon ibu seyogyanya senantiasa berdzikir, membaca al-Qur’an, dan mengucapkan kata-kata yang baik, sebab suara yang terdengar oleh janin dapat meningkatkan kecerdasan otaknya. Ketika bayi baru lahir, sang bapak mengumandangkan adzan pada telinga kanan anaknya, kemudian memberi nama yang baik dan indah.
Pada proses tumbuh kembang anak, orang tua harus membekali anak dengan dasar aqidah Islam. Orang tua yang baik akan mengajarkan anaknya beribadah (berwudhu, sholat, membaca dan menghafal ayat al-Qur’an, berpuasa, dan senantiasa bersyukur). Selain itu, orang tua juga dituntut untuk mendidik anaknya melakukan hal-hal yang baik (termasuk adab makan, adab tidur, adab berbicara, adab berpakaian, dan adab bergaul).
Anak dibolehkan untuk bermain, tetapi permainan tersebut tidak boleh membuat anak sampai kecanduan dan membuatnya lalai terhadap aktivitas utamanya. Tentu saja, pengajaran yang dilakukan oleh orang tua diterapkan dengan cara yang lemah lembut. Adapun jika anak melakukan kesalahan, maka orang tua memberi hukuman yang mendidik. Sehingga, anak memprogram perilaku yang halus dalam dirinya dan tidak tumbuh menjadi pribadi yang emosional.
Memposisikan diri sebagai teman bagi anak juga merupakan hal yang penting, sehingga anak merasa dekat dengan orang tuanya dan tidak curhat ke tempat yang tidak pantas (misalnya media sosial). Kemudian, orang tua harus mengetahui secara jelas dengan siapa anaknya berteman, sebab lingkungan juga memiliki peran besar dalam membentuk kepribadian anak.
Melalui pola asuh yang demikian, diharapkan akan membentuk anak dengan pola pikir dan pola sikap yang tangguh dan mulia, jauh dari kesan remaja galau versi Awkarin. Wallahu ‘alam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi:Google