Oleh: Eka Sugeng Ariadi
(Front Mahasiswa Islam Pasuruan - Mahasiswa Pascasarjana Unesa)
Orang Indonesia punya slogan singkat, jelas dan dahsyat, yaitu “Mulutmu Harimaumu”, yang artinya apa-apa yang keluar dari lisan, telah terucap, terlontar secara sengaja atau tidak, maka efek dan resikonya akan kembali kepada si empunya (pembicara). Mengucapkan kata-kata atau kalimat yang baik, respond dan akibatnya pasti juga baik dari lawan bicara. Sebaliknya, berkata-kata buruk, jelek, mencela, mencaci maki, menyakitkan, maka pasti akan mendapat hal yang serupa.
Bertahun-tahun lalu, seorang ahli Fisika berkebangsaan Inggris, James Prescott Joule, menguatkan slogan ini dan sekaligus menemukan untuk pertama kalinya Hukum Kekekalan Energi (HKE). Menurut dia, “energy can be neither created nor destroyed. It can only change forms”, kurang lebih artinya energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan tetapi secara otomatis terkonversi dari suatu bentuk ke bentuk yang lain. Jika berkenan sejenak merenungkan teori ini, maka HKE tidak hanya berlaku dalam dunia Fisikawan an sich, akan tetapi berlaku juga untuk seluruh umat manusia.
Dikarenakan HKE berkaitan erat dengan slogan Mulutmu Harimaumu, singkatnya saat lisan atau mulut manusia mengeluarkan energi positif dengan mengucapkan kata-kata atau kalimat-kalimat yang baik, menyenangkan, memuliakan lawan bicara maka energi yang akan kembali ke empunya (sebagai respond) pun pasti sama, setara, bahkan bisa jadi lebih baik. Berlaku pula untuk kebalikannya, ketika mulut hobi mengeluarkan energi negatif dengan bentuk berkata-kata yang buruk, jorok, mencela, menghina, mengadu domba, maka energi yang kelak akan kembali pasti sama, setara, seimbang bahkan bisa lebih buruk dari itu. Selamanya energi positif tidak akan pernah berubah dan menghasilkan energi negatif, demikian pula energi negatif takkan terkonversi menjadi energi positif, sudah sunnatullahnya.
Jauh sebelum Joule, Allah Swt telah mengingatkan seluruh umat manusia sebagaimana terabadikan dalam al Qur’an surah al Isra’ (17) ayat 7, yang artinya, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu juga bagi dirimu sendiri sendiri, …”. Maka, segala energi positif (khair, mulia, hasanah, akhlakul karimah) dan semua energi negatif (sharr, jahat, sayyi’ah, akhlakul madmumah), pasti dan pasti akan kembali ke si empunya dengan balasan yang serupa, setimpal dan tidak akan tertukar. Waspadalah, berhati-hatilah, Mulutmu Harimaumu! Maha Benar Allah Swt dengan segala firman-Nya.
Begitu pula dengan slogan saya “Sekutumu Harimaumu”, mengintertekstual slogan sebelumnya, yang bermakna berhati-hatilah dalam bersekutu, karena segala efek dan resikonya akan kembali pada si pelakunya. Sekutu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti peserta pada suatu perusahaan dan sebagainya, atau serikat, gabungan, federasi, atau kawan (yang ikut berserikat). Sehingga bersekutu bermakna berekanan (dengan), berkawanan (dengan), menggabungkan diri (dengan), berkelompok/bersekongkol (dengan).
Pada kesempatan ini, penulis paparkan contoh persekutuan yang sedang faktual, jelas dan terang untuk menggambarkan esensi slogan Sekutumu Harimaumu. Seluruh dunia tahu dan paham, bahkan tak sedikit ada yang ikut campur tangan, bahwa dalam beberapa bulan ke depan, Jakarta akan menghelat pemilihan Gubernur. Perkembangan terkini, telah nampak jelas, umat Islam ber-KTP resmi Jakarta terpolarisasi ke 2 kutub yang cukup kuat antara memilih Gubernur muslim atau kafir. Ada sebagian umatnya Rasulullah Saw ini sudah menyerahkan dirinya bersekutu dengan calon Gubernur kafir, ada sebagian lain yang tidak rela, tidak ridho, tidak sudi sedikitpun bersekutu dengan calon Gubernur kafir. Sekali muslim, selamanya bersekutu dengan sesama muslim, apalagi dalam hal suksesi kepemimpinan suatu daerah maupun negara. Nah, sebagai penulis muslim, tentu saya berkewajiban kepada semua saudara sesama muslim untuk beramal shalih, saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran (QS. Al Ashr [103]: 3), salah satunya melalui tulisan ini.
Wahai saudaraku seaqidah di Jakarta dan sekitarnya, yang telanjur bersekutu, berteman, berserikat, bersekongkol dengan calon Gubernur kafir, berarti Anda telah berkawan setia dan menyerahkan kehidupan dunia akhirat yang sangat berharga ini pada mereka. Mungkin Anda terpengaruh dengan segelintir oknum umat Islam yang merasa punya pemikiran dan pendapat lebih cerdas, lebih intelektual, dan lebih modern, lalu mengeluarkan pernyataan, “Lebih baik memilih pemimpin kafir asal jujur, berani, cerdas dan tidak korup daripada pemimpin muslim yang pembohong, bodoh dan korup.” Seakan-akan di negeri mayoritas muslim ini tidak ada lagi pemimpin muslim yang berkualitas. Sayang sungguh sayang, pernyataan politis yang jelas-jelas dipersembahkan untuk bersekutu dengan calon Gubernur kafir ini, membentur petunjuk Allah Swt, Sang Maha Cerdas, Maha Tahu atas segalanya, sebagaimana tercantum dalam QS. Al Mumtahanah (60) ayat 1, yang artinya.
“Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepadamu.”
Jika Anda masih nekat dan tidak peduli dengan peringatan-Nya di atas, maka ingatlah Sekutumu Harimaumu. Sekutumu di dunia tidak sekedar berimbas pada urusan dunia yang fana ini, tapi juga berdampak erat dalam kehidupan akhirat (kecuali jika sudah tak lagi beriman pada adanya hari pembalasan). Efek dan resiko yang kelak akan kembali, tak mungkin tertukar dan takkan bisa dipungkiri bagi orang-orang yang bersekutu, telah sangat jelas terukir indah dalam QS. Al Kahfi (18): 52, “Dan ingatlah pada hari ketika Dia berfirman, “Panggillah olehmu sekutu-sekutu-Ku yang kamu anggap itu.” Mereka lalu memanggilnya, tetapi mereka (sekutu-sekutu) tidak membalas seruan mereka, dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka).”
Mungkin Anda anggap dengan memilih calon Gubernur kafir, maka kelak dia akan turut membesarkan partai Anda, memberi jatah ‘kue-kue’ jabatan, proyek, tender, dan lain sebagainya, melindungi seluruh anggota partai Anda dari audit BPK, Kejaksaan dan Kepolisian. Ya, Anda bisa memanggil-manggil dia dengan mesra untuk meminta pertolongan dan perlindungan, dan dia pasti akan membalas panggilan Anda selama persekutuannya sejalan dan seirama. Akan tetapi, seketika di Hari Pembalasan, sekutu Anda tidak akan mampu berbuat apa-apa, bahkan mendengar apalagi membalas panggilan pun tidak. Dan telah jelas tempat akhir bagi orang kafir sebagai janji Allah Swt, Tuhan saya, Tuhan kita, Tuhan sekutu-sekutu seluruh umat manusia.
Lebih mantap lagi bila kita mau menelaah QS. Ibrahim (14): 22, dimana Allah Swt telah memberikan ketetapan-Nya,
”Dan berkatalah syaitan tatkala perkara telah diselesaikan (pada hari hisab), ‘sesungguhnya Allah Swt telah menjanjikan kepadamu janji yang benar dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Dan sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, tapi aku sekedar menyeru kamu, lalu kamu memenuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu menyesali aku, akan tetapi sesalilah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolong kamu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan kamu mempersekutukan aku dengan Allah Swt sejak dahulu. Sesungguhnya orang-orang zalim mendapat siksa yang pedih.”
Oleh karenanya, sungguh aneh bin dungu jika peringatan keras ini diabaikan oleh seorang muslim hanya demi merengguk manisnya bersekutu demi kepentingan dunia namun pahit dan getir kelak di akhirnya.
Sekali lagi, penulis berwasiat pada diri sendiri dan seluruh kaum muslimin di Jakarta dan dimanapun berada, bahwa slogan Sekutumu Harimaumu setara dengan Mulutmu Harimaumu, semua energi positif dan negatif yang terwujud dalam perbuatan dan perkataan pasti terekam dan terdokumentasi dengan baik, demikian pula janji dan pembalasannya telah dipersiapkan oleh Sang Maha Baik Balasannya. Masih mau membantah? Sebagaimana memang sudah diberitakan Allah Swt dalam QS. Al Kahfi (18): 54.
“Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam al-Qur’an ini dengan bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah.” Maka, lebih baik tidak! Dan jangan lagi banyak membantah! [syahid/voa-islam.com]