View Full Version
Selasa, 09 Aug 2016

Perpu Kebiri, Kebijakan Prematur Tak Selesaikan Masalah

Oleh: Humaida Aulia, S. Pd. I

Alumni STIT Insida Jakarta, Guru HSG SD Khoiru Ummah 25 Bekasi

 

Pro Kontra Hukuman Kebiri

Beberapa waktu yang lalu hampir semua instansi dan kaum perempuan baik dari kalangan guru, jurnalistik, maupun LSM yang menggelar aksi memperingati Hari Anak Nasional yang jatuh di setiap tanggal 23 Juli. Pada Hari Anak Nasional tahun ini banyak yang menyuarakan tentang kejahatan seksual yang marak terjadi pada anak.

Kekerasan seksual pada anak semakin lama semakin meningkat. Data Lembaga Perlindungan Anak menunjukkan, hingga kini terdapat 21.689.797 kasus pelanggaran hak terhadap anak, dan 58% di antaranya merupakan kejahatan seksual. Sementara itu data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan ada 22 juta anak yang mengalami kekerasan sepanjang 2010-2014, dan 42% di antaranya merupakan kasus kejahatan seksual. KPAI juga untuk tahun 2015 lalu terdapat 1.726 kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Munculnya ide hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual bermula dari usul yang diberikan oleh oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pendidikan Nasional kepada Presiden Jokowi hari Selasa (20/10/2015). Usulan tersebut sudah ditindaklanjuti dengan adanya Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo.Dalam rancangan Perpu tersebut, pelaku dihukum kebiri secara hormonal, dengan IDI sebagai eksekutornya.

Mendengar hal ini, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Ilham Oetama Marsis mengatakan tidak bisa begitu saja menerima jika ditunjuk sebagai eksekutor hukuman kebiri kimia. "Kami juga tidak menganjurkan tenaga medis lain melakukannya," kata dia di Kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Jakarta, Kamis, 9 Juni 2016.Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pridjo Sidipratomo juga mengatakan dokter tak selayaknya memberikan penyiksaan kepada manusia. "Seorang dokter dilarang melakukan suatu yang bersifat penyiksaan terhadap manusia," kata dia.

 

Tak Selesaikan Masalah

Kebiri pada dasarnya adalah pemotongan dua buah dzakar, yang dapat dibarengi dengan pemotongan penis. Jadi kebiri dapat berupa pemotongan testis saja, dan inilah pengertian dasar dari kebiri. Namun adakalanya kebiri berupa pemotongan testis dan penis sekaligus. Metode kebiri ada dua macam, yaitu metode fisik dan metode hormonal (injeksi). Metode hormonal inilah yang akan digunakan untuk melakukan hukuman kebiri.

Metode kebiri hormonal, dilakukan bukan dengan memotong testis atau penis, tapi dengan cara injeksi (suntikan) hormon kepada orang yang dikebiri. Dalam metode hormonal, pelaku akan diinjeksikan obat yang menekan produksi hormon testosteron. Injeksi dilakukan berulang-ulang sehingga hormon testosteron seolah-olah hilang. Dengan ini diharapkan pelaku kebiri akan berkurang gairah seksualnya.

Jika dilihat dari tujuan kebiri, seolah – olah ini adalah tujuan baik yang akan mampu menekan kejahatan seksual. Lantas benarkah demikan?

Di sini perlu kira cermati bahwa Perpu hukuman kebiri lebih menitikberakan kepada pemberatan hukuman, sementara penyebabnya sama sekali belum tersentuh oleh upaya pemberantasan. Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo tak akan menyelesaikan masalah. Di tengah darurat kekerasan seksual terhadap anak, sikap dan kebijakan pemerintah hanya bersifat seremonial yang sebatas pada komentar dan janji saja. Salah satunya nampak dari   penyelenggaraan peringatan hari anak oleh semua instansi namun mandul kebijakan yang memastikan perlindungan anak.

Pemerintah meminta para orangtua dan masyarakat memberikan pendidikan dan melakukan pengawasan terhadap lingkungan jika ada hal-hal yang mencurigakan. Ini bukanlah langkah yang akan menyelesaikan permasalahan karena bisa saja banyak dari para orangtua yang demi memenuhi kebutuhan bekerja dan berada diluar rumah. Juga karena ketidaksiapan masyarakat  dalam melakukan pengawasan.

Terjadinya kekerasan seksual pada anak tidak hanya terjadi karena ada dorongan seksual dari dalam diri orang tersebut. Rata-rata, orang yang melakukan kejahatan seksual juga terjadi karena faktor pendukung seperti minum-minuman keras dan narkoba. Tidak hanya itu, merebaknya video porno yang dapat diakses dengan mudah pun juga menjadi salah satu penyebab masalah ini. Belum lagi jika ada persoalan dalam rumah tangga pelaku, yang menyebabkan dirinya melampiaskan kepada orang lain.

Hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual tidak akan menyelesaikan masalah. Hukuman ini hanya diterapkan oleh orang-orang yang sudah terbukti melakukan kejahatan, padahal sebenanrnya diluar sana lebih banyak lagi orang-orang yang berpotensi melakukan kejahatan tersebut. Terlebih jika miras, narkoba, dan konten porno dapat diakses dengan mudah. Para wanita yang dengan bebasnya membuka aurat tanpa ada larangan pun memicu hal ini terus terjadi.

Perpu inimenunjukkan bahwa pemerintah telah gagal mengeluarkan regulasi yang diyakini publik mampu menyelesaikan masalah.

 

Islam Solusi Tuntas

Tentu kita sangat prihatin dengan kondisi anak-anak di negeri ini. Bagaimana tidak, anak-anak sebagai generasi penerus bangsa menjadi korban tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Masalah kekerasan seksual yang terjadi pada anak, sejatinya bukanlah masalah tunggal yang berdiri sendiri. Ia ada karena didukung oleh banyak faktor, seperti yang sudah dijeaskan sebelumnya.

Selama solusi yang diberikan bukanlah solusi fundamental yang mampu menyelesaikan masalah sampai ke akarnya, maka tetap saja kejahatn ini akan terus berlangsung tanpa henti. Di sisi lain, Islam mengharamkan hukuman kebiri. Ini diriwayatkan oleh hadits dari Imam Bukhari no 5073; Muslim no 3390) dari Ibnu Mas’ud RA, dia berkata;

”Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama isteri-isteri. Lalu kami berkata (kepada Nabi SAW),’Bolehkah kami melakukan pengebirian?’ Maka Nabi SAW melarang yang demikian itu.” (HR Bukhari no 4615; Muslim no 1404; Ahmad no 3650; Ibnu Hibban no 4141).

Inilah akibatnya, jika kita mengambil solusi yang berasal dari pemikiran manusia. Hal ini berbeda, manakala kita mengambil aturan islam sebagai standar.  Aturan Islam, berasal dari Allah SWT sebagai pencipta dan pengatur kehidupan. Tentu saja, tidak ada yang mengetahui apa yang terbaik bagi manusia, selain penciptanya.

Islam tidak membiarkan kebebasan bagi manusia dalam berprilaku. Islam akan menghapus segala macam pemicu kejahatan seksual pada anak. Negara dalam pandangan islam akan menutup semua pintu yang membuka peluang beredarnya miras, narkoba, dan pornografi. Dalam islam, perempuan yang keluar rumah akan dijaga untuk menutup aurat agar tidak diganggu. Segala macam pemicu tersebut baik melalui media sosial maupun elektronik akan dipangkas habis. Negara dengan pilar-pilar pembentuknya yang berupa ketakwaan individu, keluarga, dan kontrol masyarakat akan bekerja sama mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual pada anak.

Tidak hanya faktor penyebabnya saja yang dihilangkan, akan tetapi negara yang menerapkan aturan Islam, akan memberikan hukuman yang menjerakan bagi pelaku kejahatan seksual. Untuk kejahatan pemerkosaan, islam memberikan sanksi  berupa dirajam (dilempari batu) hingga mati, jika pelakunya sudah menikah  dan dijilid (dicambuk) 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun, jika pelakunya belum menikah. Bahkan, jika pelaku pemerkosaan menakuti, mengancam dan menghunus senjata maka bisa dijatuhi dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kakinya secara menyilang, atau diasingkan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah dalam al-Qur’an (Q.S. Al-Maidah: 33). Pelaku sodomi, homoseksual dan sejenisnya dijatuhi sanksi hukuman mati.

Dengan hukuman seperti ini, pastilah akan menimbulkan efek jera kepada pelaku sehingga tidak akan berani untuk kembali melakukan tindakan kejahatan, sekaligus menjadi pencegah bagi orang-orang lain yang akan berbuat. Mereka pasti akan berpikir beribu-ribu kali sebelum melakukan tindak kejahatan mengingat kerasnya sanksi.  

Namun itu semua tidak akan bisa terwujud selama sistem kapitalis sekuler masih bercokol seperti sekarang. Dalam sistem kapitalis yang tujuannya hanya meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, tentu apapun akan dilakukan termasuk peredaran miras, narkoba, dan konten porno. Penanganan kasus kekrasan seksual pada anak ini hanya bisa diselesaikan oleh islam. Aturan islam yang lengkap tidak hanya dapat menyelesaikan masalah kekerasan seksual saja, tetapi juga seluruh masalah yang menimpa seluruh umat. Ini hanya akan terwujud jika islam diterapkan secara sempurna dalam naungan Khilafah islam. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version