View Full Version
Rabu, 31 Aug 2016

Mencintai Produk dalam Negeri, Bukan Solusi atasi MEA?

Sahabat VOA-Islam...

Salah satu ciri dari Nasionalisme adalah tumbuh ketika ada tantangan ataupun gangguan dari luar. Dan ciri itu nampak sekali saat ini, ketika Indonesia berada di era MEA maka seruan untuk mencintai produk dalam negeripun semakin nyaring terdengar. Misalnya seperti yang disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Penerus Pejuang Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia (PPPKRI) yang menyatakan bahwa nilai-nilai nasionalisme seperti kecintaan terhadap produk dalam negeri dan tanah air menjadi hal yang diperlukan pada saat era terbuka seperti MEA ini. (republika.co.id, 21 Agustus 2016).

Banjirnya produk dari luar negeri ini juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Bank Indonesia. Ketika barang impor semakin banyak maka kebutuhan voluta asing untuk membayar barang impor menjadi meningkat. Dan akibatnya adalah nilai tukar rupiah akan tergucang dan ketika nilai tukar rupiah melemah maka harga barang impor akan lebih mahal sehingga mendongkrak inflasi (www.kemenoerin.go.id)

Sebenarnya, Ketika rakyat membeli produk luar negeri yang lebih murah dan kwalitas juga lumayan tentu ini bukan sebuah kesalahan. Hal ini adalah manusiawi. Dari kejadian ini harusnya menjadi bahan muhasabah bagi bangsa indonesia. Dahulu sebelum memutuskan untuk bergabung dalam perdagangan bebas semisal MEA sudah seharusnya mengevaluasi dengan sungguh-sungguh bagaimana kondisi produk manufaktur dalam negeri, kesiapan rakyat dan lain-lainnya. Dan rakyatpun harus dipahamkan hakikat MEA itu bagaimana.

Dimana sebenarnya MEA dan organisasi perdagangan bebas lainnya digagas oleh Negara-negara Kapitalis untuk menjerat negeri-negeri berkembang. Dengan bergabungnya sebuah Negara dalam lingkaran pasar bebas maka mau tidak mau harus siap menerima kiriman barang dari luar negeri. Sehingga apabila negera berkembang kebanjiran produk negara maju maka wajar jika produk dalam negeri dalam tekanan. Rasa tertekan itu lahir dari ketidaksiapan mereka menghadapi kondisi ini semua.

Apabila negeri ini menerapkan sistem Islam maka tidak akan ikut mendukung apalagi bergabung dalam free trade ini. Karena dalam Islam tidak diperbolehkan negara negara kafir menguasai negara Islam. Entah lewat ekonomi maupun politik. Kekhilafahan Islam akan memberikan proteksi terhadap produk dalam negeri. Memberikan pembinaan terhadap usaha masyarakat, menyediakan sarana prasarana yang dapat dijangkau pengusaha, memberikan pinjaman tanpa bunga dan memberlakukan politik luar negeri yang aman bagi rakyat dengan tetap bervisi dakwah Islam.

Kekhilafahan Islam hanya menjalin kerjasama dengan negara luar berdasarkan status negara itu. Apakah termasuk negara kafir harbi fi'lan, atau negara kafir yang terikat perjanjian. Bila jelas kafir harbi fi'lan maka tidak ada kerjasama dengan mereka, baik perdagangan maupun lainnya. Adapaun dengan kafir muahid maka kerjasama  sesuai dengan isi perjanjiannya.

Demikianlah sekelumit sistem Islam dalam mengatur kondisi ekonomi negaranya. Sebuah sistem yang dibangun untuk mewujudkan kesejahteraan dengan tetap membawa misi dakwah untuk menyebarkan Islam keseluruh pelosok dunia. Semoga perangkap MEA dan jenis perdagangan bebas lainnya menjadi peringatan bagi negeri ini dan lekas memutar haluan untuk berganti kepada sistem Islam. Aamiin. [syahid/voa-islam.com]                                                                                

Penulis; Nadiyah el Haq, Tinggal di Surabaya


latestnews

View Full Version