View Full Version
Ahad, 04 Sep 2016

Belum Saatnya Kita Karnaval

Oleh: Eka Sugeng Ariadi (Front Mahasiswa Islam Pasuruan)

Saat ini, belum saatnya kita karnaval. Berpesta besar-besaran, berkorban uang jutaan, berpakaian aneka model dan warna (mulai dari memerankan karakter pahlawan, ulama, santri, pejabat, aparat, hingga penjahat bahkan karakter setan pun diperankan). Dalam Wikipedia Indonesia disebutkan arti karnaval merupakan suatu pesta besar atau pameran, pesta di benua Eropa dan Amerika, terutama di bagian selatan untuk menyambut masa Pra-Paskah yang dirayakan umat Kristen. Dimulai dari Minggu sebelum Rabu Abu sampai hari Rabu Abu sendiri.

Secara etimologis berasal dari bahasa Latin; carne yang berarti daging. Sebab dalam masa pra-paskah dahulu kala, umat Kristen harus berpantang tidak boleh makan daging. Begitulah makna karnaval.

Naas, di negeri mayoritas muslim ini, telah menjadi mayoritas hanyut larut dalam event karnaval. Yang paling menyolok mata fenomena peringatan Hari Kemerdekaan seperti yang sekarang kita lewati. Tidak hanya di kota-kota besar, di gang-gang kecil pun latah berkarnaval. Mulai ribetnya anak-anak kecil menyiapkan segala macam asesoris diri hingga yang sudah dewasa, bahkan orang-orang tua pun membebek antusias dan bersuka cita menjadi peserta karnaval, berjalan beriringan, bergandengan tangan, berjoget, bernyanyi-nyayi, dan lain sebagainya. Dalihnya memeriahkan HUT NKRI, memperingati Hari Kemerdekaan, bersyukur dan berterima kasih atas perjuangan dan pengorbanan para pahlawan.

Namun, alih-alih bersyukur atas kemerdekaan yang telah dirasakan, mayoritas lupa akan pernyataan tertulis pendiri bangsa ini, bahwa kemerdekaan ini mutlak ‘Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa’. Kalimat ini tentu bukan sekedar omong kosong semata, tetapi benar-benar tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alenia ketiga. Maka, sungguh tidak ada alasan negeri ini mengungkapkan cara bersyukurnya dengan cara yang tidak diridloi oleh-Nya? Berkarnaval dengan pakaian yang membuka aurat, berpakaian yang menyerupai lawan jenis, berpakaian meniru orang kafir, meniru setan, dan lain-lain. Berkarnaval dari pagi hingga sore hari hingga tak peduli waktu shalat. Naudzubillahi min dzalik. Jauh panggang dari api, bila ‘Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa’ kita ejahwantahkan dengan karnaval model demikian.

Bukan sekarang saatnya kita karnaval, tapi nanti ketika di Padang Mahsyar. Sekelumit dialog Rasulullah Saw dan putrinya menggambarkan ‘karnaval’ kita kelak

Bukan sekarang saatnya kita karnaval, tapi nanti ketika di Padang Mahsyar. Sekelumit dialog Rasulullah Saw dan putrinya menggambarkan ‘karnaval’ kita kelak. Dari Thabit al-Bani, dari Usman an Nahari berkata, “Pada suatu hari Nabi Saw menemui Fatimah Az-Zahara’ r.h. Baginda Saw mendapatinya menangis. Baginda Saw bersabda:

"Permata hatiku! Apa yang menyebabkan dirimu menangis?" Fatimah menjawab "Aku teringat akan firman Allah Ta’ala, “Dan, kami akan menghimpunkan, maka Kami tidak akan mengkhianati walau seorang dari mereka." Lalu Nabi Saw pun menangis. Baginda Saw bersabda: "Wahai permata hatiku! Sesungguhnya, aku teringat akan hari yang terlalu dahsyat. Umatku telah dikumpulkan pada hari kiamat dikelilingi dengan perasaan dahaga dan telanjang. Mereka memikul dosa mereka di atas belakang mereka. Air mata mereka mengalir di pipi." Fatimah r.h. berkata: "Wahai ayah Apakah wanita tidak merasa malu terhadap lelaki?"

Baginda Saw menjawab: "Wahai Fatimah! Sesungguhnya, hari itu, setiap orang akan sibuk dengan nasib dirinya. Adapun aku telah mendengar Firman Allah Taala "Bagi setiap orang dari mereka, di hari itu atau satu utusan yang melalaikan dia. (QS. Abasa: 37)

Karnaval yang dikehendaki Allah Yang Maha Kuasa benar-benar akan terjadi dan bukan menjadi tontonan apalagi jadi bahan tertawaan. Dikisahkan, lanjutan dialog Nabi Saw dan putrinya di atas, ketika umat Nabi Muhammad Saw menangis memohon kepada Beliau Saw, mereka berkata, "Ya Rasul, engkau yang kami harapkan memohonkan keputusan kepada Tuhan Yang Esa, karena kami sudah terlalu lama menderita. Berjalan berdesak-desakan melalui jalan yang panjang; pergi dari satu Nabi ke Nabi yang lain, dan tidak ada yang mau bersedia memohonkan keputusan kepada Tuhan yang menciptakan.

Nabi Muhammad saw menjawab, "Betul perkataanmu dan pengharapanmu. Itulah gunanya keberadaanku, yaitu memohonkan syafa’at kepada Allah Swt. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih menaruh kasih kepada hamba-Nya." 

Mendengar jawaban Rasulullah Saw, umat manusia saat itu bergembira luar biasa. Hingga Beliau Saw menemui Allah Swt, bersujud dan tak henti-hentinya memuji, dan berkata, "Yang aku mohon kepada-Mu, Tuhan, berikanlah keputusan karena sudah terlalu lama di Padang Mahsyar." Allah Swt lantas berfirman kepada Beliau Saw, "Pergilah Muhammad, adililah semua hamba yang hina dina itu agar masuk sorga hamba yang mulia dan benar, serta masuk neraka hamba yang tak mendengar apa yang tertulis dalam Kitab yang diturunkan ke alam dunia." 

Subhanallah, inilah fenomena ‘karnaval’ kita kelak, yang benar-benar ‘Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa’. Sekali lagi, bukan saatnya kita karnaval sekarang. Siapkanlah diri untuk ‘karnaval’ kelak yang jelas lebih penting dan genting dari karnaval-karnaval sekarang. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version