Oleh: Umar Syarifudin (Syabab Hizbut Tahrir Indonesia)
Benar, kita lahir di Indonesia dan dibesarkan di sini, maka hendaknya satu-satunya syariah (hukum) bagi kita adalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Sejatinya Indonesia membutuhkan membumikan sistem Islam. Ini adalah kepercayaan yang diberikan oleh Allah kepada kita dan kita harus membawanya ke dunia.
Kita harus membawa Islam sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat yang mulia, karena dunia hidup dalam kejahiliahan. Dan kita tidak memiliki yang lain selain syariah dan pahala yang besar bagi mereka yang mengikuti jalan yang sama walaupun tidak bertemu langsung dengan Nabi SAW.
Penyimpangan terhadap aturan Allah SWT membuat Indonesia, negeri-negeri muslim dan juga seluruh dunia terpuruk. Ini karena berpaling dari al-Quran. Keadaan itu telah diterangkan oleh Allah SWT dalam QS. Thaha 124:
“Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dia pada Hari Kiamat nanti dalam keadaan buta…”.
Menurut Imam Ibnu Katsir makna “berpaling dari peringatan-Ku” adalah: menyalahi perintah-Ku dan apa yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku, melupakannya dan mengambil petunjuk dari selainnya (Tafsir al-Quran al-‘Azhim, V/323).
Penghidupan yang sempit itu selain di akhirat juga mencakup penghidupan yang sempit di dunia. Penghidupan yang sempit itu di antaranya bentuknya adalah kehidupan yang semakin melarat, miskin, sengsara, menderita, terjajah, teraniaya, tertindas dan sebagainya, sebagaimana yang terjadi di negeri-negeri Muslim sekarang.
Saat ini problem kronis krisis multidimensi di negeri ini termasuk negeri-negeri muslim adalah sistem demokrasi yang dipaksakan Barat dan kaum kafir imperialis, terutama Amerika yang berupaya memasarkan dan menyebarkan demokrasi itu dibawah slogan-slogan seperti liberalisme, pasar bebas dan propaganda terorisme. Ingatlah, tekanan dan ‘arahan’ Amerika tidak mendatangkan keuntungan apapun kecuali sungai air mata dan lautan darah. Barat Amerika menyeberangi segala penjuru negeri pagi dan petang untuk menerapkan politik Amerika. Maka mereka mahir merusak bumi, langit dan laut dengan produk kufur yang jelas yang disebut kapitalisme sekuler.
Perang melawan Islam mengindikasikan kelemahan intelektual dan kebangkrutan Barat atas ide penyatuan dan pengumpulan masyarakat dari latar belakang yang berbeda, yang berada di wilayah sekitarnya yang diajarkan Islam. Apa yang ditawarkan Barat kepada negeri-negeri muslim adalah masyarakat multikulturalisme dan pluralisme secara berulang-ulang untuk mengacaukan metode berpikir syar’i umat Islam. Meski pada saat yang sama kredo atau kepercayaan kapitalisme hampir habis dan tenggelam hingga dilupakan, bersamaan dengan tenggelamnya peradaban Amerika dan Barat lainnya. Lalu era kebangkitan umat Islam dimulai.
Barat dan para anteknya berupaya memalingkan kaum Muslim dari berpikir tentang tata cara dan metode perubahan yang shohih. Maka kita melihat media massa memfokuskan terhadap ide-ide demokrasi dan slogan-slogan ciptaan mereka. Sebaliknya media-media massa itu alergi dan memboikot terhadap ide atau slogan Islami ke arah kebangkitan yang benar, atau berita-berita yang menuntut perubahan ke arah Islam. Barat menggunakan cara pergantian wajah rejim untuk mengelabui kaum Muslim dan untuk menjaga rezim-rezim yang tunduk kepadanya.
Era kebangkitan kita saat ini adalah era menegakkan kembali Syariah dan Daulah al Khilafah sebagai kewajiban yang dipikul semua umat Islam. Hilangnya kesatuan politik negeri-negeri Islam menjadi perkara yang hampir mustahil kaum Muslim kembali berada di bawah satu payung kepemimpinan yang baru, serta mustahil menyelesaikan masalah rumit dan komplek yang sedang menyelimuti umat Islam mulai dari Maroko di pesisir lautan Atlantik hingga Indonesia di sepanjang pesisir Samudera Pasifik, namun itu jika kita memandang semua masalah ini secara terpisah, atau melalui perspektif yang sempit, melalui dikte Barat dalam bentuk negara-negara nasionalisme.
Potensi Dunia Islam memiliki sekitar 20% dari populasi penduduk dunia, 60% dari cadangan minyak, 55% dari cadangan gas, 37% dari simpanan emas, dan sekitar 25% dari total tentara di dunia. Namun demikian, kaum Muslim hidup dalam perpecahan dan terjajah, sehingga kaum Muslim hampir tidak memiliki pengaruh politik apapun, dan tidak dipimpin dengan kepemimpinan yang mampu mengelola sumber daya alam yang berlimpah ini dengan baik, serta digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan umat Islam.
Sesungguhnya Khilafah bukanlah monopoli salah satu kumpulan atau kelompok Islam. Khilafah adalah sistem politik Islam yang sama-sama kita harapkan. Sistem tersebut merupakan bentuk kefarduan yang agung, yang telah Allah SWT. tetapkan. Butuh sinergi Dario seluruh elemen umat dan aktivitas dakwah yang massif, selain menjelaskan adanya kekuatan yang tengah membimbing kaum Muslim menuju tegaknya Khilafah, juga telah meruntuhkan berbagai serangan yang dipenuhi kedengkian, berbagai kritik yang keliru, serta berbagai kebohongan yang telah dihembuskan oleh musuh-musuh Islam dan kaum Muslim selama bertahun-tahun.
Maka, menjadi kewajiban kita untuk memahami keagungan sistem dan struktur Khilafah, serta mempertahankan massa yang mendukung Khilafah, yang dengan pertolongan dan kekuasaan Allah telah berhasil dibangun. [syahid/voa-islam.com]