Sahabat VOA-Islam...
Saat ini, jutaan orang dari kaum Muslim berkumpul di Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Mereka datang dari berbagai belahan dunia, beragam warna kulit, bahasa, suku, bangsa, profesi, status sosial, dsb. Mereka semua berkumpul untuk memenuhi panggilan yang satu, yaitu dalam rangka menunaikan kewajiban mengerjakan haji yang telah diwajibkan oleh Allah kepada mereka (QS Ali Imran [3]: 97).
Sebagai salah satu perintah Allah SWT, haji adalah ibadah yang amat didambakan oleh kebanyakan umat Islam. Padahal haji adalah ‘ibadah fisik’ yang membutuhkan banyak pengorbanan: harta, tenaga bahkan jiwa. Namun, mengapa banyak Muslim berhasrat tinggi untuk menunaikan ibadah haji hingga bahkan ada yang sampai bertahun-tahun menabung hanya untuk bisa berangkat ke Tanah Suci? Tentu karena haji adalah salah satu ibadah yang utama. Rasulullah SAW bersabda, “Haji Mabrur itu tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR Ahmad, ath-Thabrani, al-Baihaqi dan al-Hakim)
Barangsiapa mengerjakan ibadah haji karena Allah dan tidak melakukan perbuatan kotor dan fasik, niscaya ia akan kembali seperti pada saat dilahirkan oleh ibunya.(HR. Bukhari & Muslim).
Rasulullullah SAW juga bersabda, “Umrah ke umrah menghapus dosa antara keduanya dan tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits penuturan Abu Hurairah ra disebutkan bahwa Rasulullullah SAW pernah ditanya tentang amalan apa yang paling utama? Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Lalu beliau ditanya kembali, “Setelah itu apa lagi?” Beliau menjawab, “Jihad fi Sabilillah.” Kemudian beliau ditanya lagi, “Lalu apa lagi?” Beliau menjawab, “Haji mabrur.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Lebih tegas lagi Imam Hasan al-Bashri menyatakan, “Haji mabrur adalah haji yang menjadikan pelakunya ketika pulang dari ibadah haji menjadi orang yang semakin zuhud dalam kehidupan dunia dan semakin condong pada urusan kehidupan akhiratnya.” Maknanya, ia tidak lagi mau diperbudak oleh hartanya. Dunia boleh saja berada di tangannya, namun tidak di hatinya. Aktivitasnya dalam kehidupan dunia tidak akan lagi mampu melalaikan dirinya dari mengingat Allah SWT.
Lalu bagaimana cara meraih haji mabrur? Untuk bisa meraih predikat haji mabrur, paling tidak seorang yang menunaikan ibadah haji harus: Pertama, niat ikhlas semata-mata karena Allah SWT. Kedua, sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW sebagaimana sabdanya, “Contohlah cara manasik hajiku!” (HR Muslim).
Ketiga, biaya haji dari harta yang halal. Rasulullah SAW bersabda, “Jika seseorang pergi menunaikan haji dengan biaya dari harta yang halal dan kemudian dia ucapkan, ‘LabbaikalLâhumma labbaik,’ maka berkatalah para malaikat penyeru dari langit, ‘Allah menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga kamu berbahagia. Pembekalanmu halal. Pengangkutanmu juga halal. Karena itu hajimu mabrur, tidak dicampuri dosa.’ Sebaliknya, jika ia pergi dengan harta yang haram dan ia mengucapkan, ‘Labbayk,’ Maka para malaikat penyeru dari langit berseru, “Tidak diterima kunjunganmu dan engkau tidak berbahagia. Pembekalanmu haram. Pembelanjaanmu juga haram. Karena itu hajimu ma’zur (mendatangkan dosa) atau tidak diterima.’” (HR ath-Thabrani).
Keempat, tidak melakukan rafats (berhubungan badan serta hal-hal yang mengara aktivitas tersebut) dan fusuk (kemaksiatan-kemaksiatan) selama menunaikan ibadah haji. Kelima, menjadikan ibadah haji sebagai ketundukan kita pada syariah yang makin kuat. Sebab, ketundukan pada syariah adalah bukti dari haji yang mabrur. Haji mabrur adalah haji yang berpengaruh pada orang yang menunaikannya sehingga mendorongnya untuk menaati Allah SWT pada setiap apa yang Dia perintahkan dan menjauhkan diri dari setiap apa yang Dia larang.
Ketundukan itu tentu bukan hanya dalam hal ibadah, moral dan urusan pribadi, melainkan wajib terwujud dalam segala aspek kehidupan yang luas, seperti dalam aspek politik dan ekonomi. Sistem demokrasi dan sistem Kapitalisme yang diharamkan Islam jelas harus dijauhi oleh mereka yang hajinya mabrur. Semoga kita dapat meraih haji mabrur sebagai salah satu jalan menuju surga-Nya. Amiin. [syahid/voa-islam.com]