Oleh: M Atekan (Departemen Politik HTI Lamongan)
Jika ada ungkapan “tua-tua keladi, makin tua makin menjadi-jadi”. Tampaknya ungkapan itu tidak berlaku bagi bocah di bawah umur ini. Justru ‘kecil-kecil jadi pelaku kejahatan seksual pada anak di bawah umur’. Miris dan ironis, memang benar, namun apa daya tindakannya melebihi orang dewasa. Jawa Timur sebagai provinsi dengan segudang sebutan santri dan ulama, kini dilanda bencana yang perih. Generasi mudanya terperdaya untuk melakukan ‘teror pemerkosaan’ dan ‘pelecehan seksual.’
Sebagaimana perilaku tak senonoh dilakukan tiga bocah asal Kecamatan Brondong masih dalam tahap penyidikan kepolisian. Keduanya siswa SD. Serta My, 5, bocah duduk kelas TK B. Tiga bocah ini melakukan perilaku tak senonoh terhadap Mawar (nama samara), teman satu TK. Kaur Bin Ops (KBO) Satreskrim Polres Lamongan, Iptu Supriyanto mengatakan, kalau pelaku dan korbannya sama-sama di bawah umur, tentu nantinya ada proses hukumnya sendiri. http://radarbojonegoro.jawapos.com/read/2016/09/13/2972/bocah-tk-sd-lakukan-pencabulan-diupayakan-peradilan-di-luar-pengadilan/.
Menurutnya, pencabulan dilakukan oleh DB (11) siswa kelas 6 SD. EE (9) yang masih berstatus sebagai pelajar kelas 4 SD, serta MY (5) yang masih duduk di bangku TK B.Kasubbag Humas Polres Lamongan, Ipda Raksan mengatakan, kejadian itu terjadi pada 3 September lalu, baru dilaporkan Sabtu (10/09). Awalnya ibu korban tidak melihat anaknya di rumah usai shalat Ashar. Kemudian dicari di sekitar lokasi juga tak diketemukan. Saat ibu korban mencari ke salah satu rumah kosong milik seorang warga, alangkah terkejutnya ketika dirinya melihat anaknya sedang dicabuli oleh tiga bocah tersebut. http://www.terasjatim.com/gadis-5-tahun-di-brondong-lamongan-jadi-korban-pencabulan-dua-siswa-sd-dan-satu-murid-tk/
Melihat peristiwa itu, sebagai orang tua mestinya gelengkan kepala. Anak bau kencur dan ingusan mampu melakukan perilaku di luar perkiraan pada umumnya. Orang tua mana yang tega melihat anak gadisnya diperlakukan sedemikian rupa. Inginnya pelaku dihukum setimpal, namun usianyta belum cukup umur dan baligh. Kondisi semacam ini hendaknya membukakan mata setiap manusia bahwa ‘Jawa Timur Darurat Kejahatan Seksual Anak’. Kondisi seperti ini perlu diwacanakan terus melalui stakeholder dan penguasa daerah.
Mengapa Ini Terjadi
Hal yang menarik dari suatu peristiwa adalah latar belakang kejadiannya. Akhirnya muncul pertanyaan: MENGAPA INI BISA TERJADI? BUKANKAH MEREKA MASIH ANAK-ANAK? SIAPA INSPIRASI DARI PERILAKU TAK SENONOH ITU? Pertanyaan itu kian menggelayut tatkala berbenturan dengan fakta dan penegakan hukum yang ada. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonensia (KPAI) melaporkan, sepanjang tahun 2016, terdapat tren peningkatan kasus kejahatan terhadap anak. Tahun ini kejahatan seksual terhadap anak 1.953 kasus. Sebanyak 25 diantaranya merupakan kejahatan seksual berbasis online atau dunia maya. Ironisnya, mayoritas yang menjadi korban adalah anak-anak di bawah umur.
Tentu ini menjadi pemikiran yang menggelitik dan menarik. Karenanya, perlu diurai satu persatu persoalan mendasar dari teror kejahatan seksual anak. Pasalnya, kondisi sosial di Indonesia sudah seperti benang ruwet. Untuk mengurainya tak bisa serta-merta
Menuding ketidakpedulian orang tua juga kurang tepat. Begitu pula menuding lembaga pendidikaan dan pembinaan anak juga tidak tepat. Apalagi menuding masyarakat dan penguasa yang abai pada perlindungan generasi? Tentu ini menjadi pemikiran yang menggelitik dan menarik. Karenanya, perlu diurai satu persatu persoalan mendasar dari teror kejahatan seksual anak. Pasalnya, kondisi sosial di Indonesia sudah seperti benang ruwet. Untuk mengurainya tak bisa serta-merta.Untuk itulah berikut beberapa analisa terkait dibalik teror kejahatan seksual anak:
Butuh Solusi Islami
Jika sistem saat ini tak mampu membendung teror kejahatan seksual pada anak. Maka Islam memberikan solusi yang mendasar. Dimulai dari membenahi model pendidikan berbasis aqidah yang menjadikan manusia terikat dengan syariah. Menerapkan pergaulan Islami yang menjadikan kehidupan sosial sehat pemikiran dan tidakannya. Menutup segala akses yang berbau pada hal-hal yang membangkitkan syahwat. Negara yang menerapkan Syariah Islam akan menggiatkan amar ma’ruf nahi munkar. Serta menerapkan sanksi yang tegas untuk memberikan efek jera dan melindungi umat manusia. Itulah sistem yang dirindukan umat dalam bingkai Khilafah. [syahid/voa-islam.com]