SURAT PEMBACA:
Assalamualaikum Wr. Wb
Redaksi yang terhormat,
Sebentar lagi akan diselenggarakan pesta demokrasi di Jakarta, yakni pemilihan gubernur2017. Dan tentunya sosok pemimpin yang berpihak pada rakyatlah yang akan dipilih. Keprihatinan bangsa muncul jika kepemimpinan tidak lagi melindungi kepentingan publik (rakyat). Sebab, rakyat sebagai ‘pemilik sejati’ kekuasaan sangat berharap hidupnya sejahtera di bawah kepemimpinan yang ada. Rakyat mendamba tinggal di tempat yang bebas gusuran. Mereka juga ingin memperoleh penghidupan yang baik agar bisa memenuhi kebutuhan sandang dan pangan.
Dan jika dikaitkan dengan makna kemerdekaan, merdeka itu jika bebas dari penjajahan, baik penjajahan fisik maupun non fisik. Bebas dari kemiskinan, kelaparan, pengangguran, kriminalitas, kenakalan remaja, penggusuran maupun kedzaliman-kedzaliman pemerintah lainnya. Sebuah negara dikatakan sejahtera atau tidak, dilihat dari kesejahteraan rakyatnya. Yang mana ukuran kesejahteraan ini berdasar keadaan riil masyarakat. Siapapun tidak menutup mata bahwa masih banyak rakyat negeri ini yang hidupnya jauh dari sejahtera.
Bangkitnya sebuah negara tidak hanya ditentukan dari faktor siapa pemimpinnya. Namun juga ditentukan oleh aturan apa yang diterapkan. Sosok pemimpin yang kuat, jujur dan amanah memang sangat dinanti-nanti. Namun lebih dari itu, rakyat sesungguhnya menginginkan perubahan yang revolusioner. Yakni perubahan kehidupan menjadi lebih baik secara pasti dan sesegera mungkin. Perubahan yang sebelumnya tidak menggunakan syariat Islam, diganti dengan penerapan syariat Islam. Sebab, hanya syariat Islam lah satu-satu nya aturan yang berani menjamin kesejahteraan manusia. Jaminan ini telah terbukti ketika Islam pernah berkuasa di muka bumi selama 13 abad.
Syariat Islam menjadikan kedaulatan ada di tangan syara’, dan kekuasaan ada di tengah-tengah rakyat. Penguasa hanyalah orang yang diberi amanah untuk mengurusi urusan rakyat. Yang mana amanah itu akan ‘diambil’ jika ia melanggar syara’. Dengan mekanisme seperti ini, maka akan menutup kemungkinan bagi siapapun untuk melanggar amanat rakyat.
Dan bila dibandingkan dengan negara yang tidak menerapkan syariat Islam, maka pasti dijumpai banyak kedzaliman di dalamnya. Sebab, kedzaliman akan terjadi ketika manusia mencampakkan syariat dan menerapkan aturan lain. Hanya orang bodoh serta kurang ilmu lah yang mau ‘menyingkirkan’ syariat dari kehidupan. Kebodohan mereka juga akan menggusur negara pada kemiskinan rakyat dan kehancuran negaranya. Orang bodoh lah yang akan rela memberikan sumber daya alam negara nya dikelola asing, serta membiarkan rakyatnya hidup miskin.
Pemimpin yang baik akan berjuang mati-matian membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera ; pemimpin yang selalu menomorsatukan kesejahteraan rakyatnya, bukan kesejahteraan diri dan golongannya.
Allah berfirman dalam Al Qur’an yang artinya : “Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah dimuka bumi”, mereka berkata “Mengapa engkau hendak menjadikan (Khalifah) dibumi itu orang yang membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. Al Baqarah: 30) .
Kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah Swt. Bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Karena kepemimpinan adalah kekuasaan dan wewenang untuk mengurus urusan rakyat. Jika pemimpinnya baik, niscaya rakyat akan makmur. Sebaliknya jika pemimpinnya buruk, rakyat pasti akan terdzalimi.Oleh karena itu, Islam memberikan pedoman dalam memilih pemimpin yang baik. Islam melarang kaum muslimin dipimpin orang kafir. Banyak firman Allah yang menerangkan tentang ini. Allah Swt berfirman :
“Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum muslim” (QS. An Nisa :141)
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan kaum kafir sebagai wali, selain kaum mukmin” (QS. An Nisa :144)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu): sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim ” (QS. Al-Maidah: 51)
Selain itu, Allah juga memerintahkan untuk memilih laki-laki sebagai pemimpin. Allah Swt berfirman :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita……..” (QS. An Nisaa’ : 34)
Saudaraku yang dirahmati Allah, sebagai hamba Allah, sudah selayaknya kita menerapkan kembali aturanNya, yakni Islam kafah. Indonesia merupakan negara yang subur. Bila kekayaan alam ini dikelola dengan baik dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat sesuai aturan Allah, maka dipastikan rakyat bisa hidup sejahtera. Dan sesungguhnya rahmat Allahakan turun ketika manusia taat pada semua perintahNya.
Ingatlah, bahwa hak pilih kita termasuk amanah dan persaksian di hadapan Allah. Yang semua itu akan kita pertanggung jawabkan di hadapan-Nya. Semoga kita dapat bijak memilih pemimpin. Wallahu’alam bi ash-showab
Wassalamu’alaikum Wr. Wb. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman, Ilma Kurnia Pangestuti, Mahasiswa di Blitar - Jawa Timur